lima

2.2K 230 42
                                    

°
o0o

Bel pulang sudah berbunyi lima belas menit lalu, tapi Elora masih betah duduk di bangku kelasnya tanpa memedulikan Felix yang sudah merengek karena menunggu lama.

Elora memang sengaja tidak menghiraukan Felix karena gadis itu masih kesal soal kejadian di kantin saat istirahat tadi. Emang enak dibentak-bentak di depan banyak orang? Jika Elora benar-benar jahat, rasanya gadis itu sudah ingin memukul kuat bibir sexy Felix.

"El, udah ayo," rengek lelaki itu sembari mengguncang lengan Elora. Wajah Felix terlihat cemberut membuat Elora mati-matian tidak khilaf untuk mecium bibir yang mengerucut itu.

Sebenarnya Felix ini bipolar atau bagaimana? Baru beberapa jam lalu bentak-bentak Elora, tapi lihatlah sekarang sudah tempel-tempel saja seperti kucing pada majikan. Atau seperti surat dan prangko? Entahlah.

Elora masih diam, bahkan gadis itu saat ini memindahkan tangan kekar Felix dari lengannya, dan kembali mencatat. Sepertinya mengalihkan pandangan menuju papan tulis membantu Elora agar tidak terbujuk oleh Felix.

"Ish! Entar gue bantu catetin deh, gua kan udah beres yang ini El. Ayo--" Kepala Felix sudah mengendus leher Elora. Membenamkan wajahnya pada ceruk leher yang seputih susu, sesekali menjilatinya untuk menggoda kekasihnya itu. Elora menahan nafas saat merasakan geli akibat rambut Felix yang menggelitik lehernya. Gadis itu mempertebal keimanan menghadapi sikap Felix yang membuatnya khilaf.

"Sana pulang sama Rena aja," gumam Elora masih dengan tangan mencatat. Ia berusaha tidak tersenyum sama sekali dengan mempertahankan wajah datarnya.

Mendengar itu membuat Felix terkekeh pelan. "Oh ceritanya sekarang lo ngambek? Gitu?" tanya Felix dengan menggoda. Telunjuk lelaki itu menusuk-nusuk pipi kanan Elora dengan gemas.

Elora menatap kesamping, matanya menatap sinis Felix. "Ya gimana nggak ngambek kalo lo lebih belain dia dari pada gua," jawab Elora ketus. Gadis itu kembali melanjutkan tulisannya saat menyadari sudut bibir Felix mulai tertarik ke atas. Ia tidak mau tergoda hanya karena senyuman Felix.

Felix tertawa melihat wajah sinis Elora. “Apa sih lo gue gitu,” ucapnya dengan tawa pelan. bukannya takut, ia malah gemas dengan gadisnya ini. Ini pertama kalinya Elora ngambek pada Felix sehingga membuat gadis itu mengabaikannya seperti ini. Biasanya Elora akan selalu mengalah.

"Cemburu ya? Ayo ngaku," ledek Felix dengan senyum manisnya. Tangan lelaki itu mencubit pelan pipi kanan Elora yang terasa empuk untuk ia mainkan.

Elora mencoba melepaskan tangan Felix dari pipinya. "Ini udah berkali-kali ya Lix kamu gini sama aku. Kamu tahu nggak? Aku malu kalau dibentak-bentak di depan mereka kayak gitu," ucap Elora dengan suara meluruh di akhir kalimat yang membuat Felix mengangkat kepalanya dari leher gadis itu.

"Baperan banget lo," cibir Felix. Tatapannya yang tadi menghangat berubah menjadi datar. Elora menghela napas panjang, Felix memang tidak suka diatur ataupun disalahkan. Sekalipun ia yang bersalah, tapi Felix tidak akan pernah mau untuk mengakuinya.

"Nggak masalah baperan atau enggaknya. Masalahnya, aku pacar kamu, kenapa kamu gak belain aku?" Elora menyilang kedua tangannya di depan dada sembari menatap Felix tajam.

"Kalau lo salah? Tetep dibelain?" Felix dengan santai kembali menumpukan dagunya pada pundak Elora.

"Dari segi mana aku salah?" tanya Elora balik sembari mengelus lembut surai hitam Felix. Hancur sudah pertahannya jika Felix terus menerus bertingkah manja seperti ini, kadar kegantengannya naik banyak persen.

Felix mengangguk-angguk pelan dengan bibir bawah yang ia cebikkan. "Ngatain orang pelakor, nggak mau jabat tangan sama orang yang mau kenalan, lo kira itu bener?" Felix menoleh pada Elora, menatap wajah cantik alami gadis itu dengan alis terangkat sebelah.

Melihat wajah Felix yang terlihat berkali-kali lipat lebih tampan membuat Elora menjadi gugup. "Y-ya aku kan tadi cemburu," jawab Elora pelan.

"Oh... jadi cemburu," goda Felix dengan tangan ia lingkarkan pada pinggang ramping Elora.

Elora memukul kuat paha Felix. "Nyebelin!" Pekiknya membuat Felix tertawa.

Melihat tawa Felix membuat Elora tersenyum tipis. Tiba-tiba gadis itu kembali merasa tidak cocok menjadi pendamping Felix. "Lix maaf ya aku nggak secantik cewek lain," lirih Elora lalu menghela napas panjang.

Felix mengernyit heran. "Kok lo jadi kayak video di fyp Tiktok gue sih El. Alay tau nggak," jawab Felix menatap Elora lekat.

Elora tersenyum hambar. "Bukan gitu Lix, aku cuma ngerasa nggak pantes banget buat jadi pacar kamu," jujurnya pelan. "Aku nggak cantik, aku nggak sexy, aku nggak punya bakat apapun yang bisa kamu banggain," lanjut Elora dengan nada sendu.

"Lo beneran jelek sih, tapi gue emang cari cewek yang nggak cantik-cantik banget." Felix memilin tangan mungil Elora tanpa menatap wajah kecewa sang empunya.

"Jadi, aku jelek ya?" Felix mengangguk membuat Elora menggigit bibir bawahnya. Pernyataan Felix bukan malah membuatnya tenang tetapi semakin membuatnya tidak percaya diri.

Tidak bisakah Felix berbohong dengan memujinya cantik hanya untuk membuatnya senang? Elora menghela napas berat, matanya berkaca-kaca saat mengingat ucapan Felix.

"Jangan baperan, cewek emang gini ya, ribet, dia yang bilang sendiri, giliran dikatain malah baper," ucap Felix saat melihat Elora akan menangis.

"Udah ayo pulang," ajak Felix seraya melepaskan tubuh Elora.

Elora menggeleng seraya menyeka air matanya. "Aku pulang sendiri. Males pulang sama kamu."

"Jangan gitu ah El," rengek Felix.

"Kamu aja nggak minta maaf udah bentak-bentak aku tadi," jawab Elora.


Felix mencibirkan bibirnya. "Mana ada gue salah?"

"Bentak aku nggak salah?"

Felix menggeleng lalu kembali mendaratkan kepalanya pada bahu Elora. "Soalnya Lo kalo nggak dibentak dulu nggak paham."

Elora menghela napasnya. Gadis itu mulai membenahi buku-buku masuk dalam tasnya. Ia berusaha melupakan perkataan Felix sebelumnya.

"Udah mau pulang?" Tanya Felix dengan semangat.

Elora mengangguk.  "Nanti aku masakin ya," ucap Elora sembari mengecup kepala Felix berkali-kali membuat sang empu mengangguk.

Ya seperti itu, Felix sangat suka dimanja, membuat Elora kadang menjadi bosan. Ia ingin dimanja juga seperti pasangan pada umumnya, bukan ia yang memanjakan. Tapi, karena ia sudah bucin akut, rasa bosan yang mendera tidak akan lama. Sangat sebentar.

"Kamu sayang nggak sama aku?" Tanya Elora sembari terus mengelus lembut surai Felix.

Felix mengangguk sembari memainkan tangan mungil Elora yang menganggur. "Kalau nggak sayang, nggak cinta, ngapain gue pacaran sama lo. Mungkin gue udah selingkuh sana sini, siapa juga yang betah sama lo yang bikin emosi terus? Untungnya gue cinta kalo enggak udah gue tendang dari dulu."

Kesel gak sama omongan Felix yang gak difilter?

Tentang Luka (Re-post)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang