sebelas

1.8K 201 12
                                    

Senakal apapun aku, tidak akan ada niat di benak untuk menjadikan orang lain bahan untuk menyakitimu.

°
°
°

o0o

Elora menunduk sembari memilin tangan kekar Felix. Saat ini posisinya Felix duduk dengan Elora dalam rangkulannya. Gadis itu tidak mau melepaskan Felix padahal sang lelaki sudah memintanya melepaskan tangan.

Elora sudah menginap lima hari di rumah Felix. Saat ini bunda pergi ke luar kota, jadi di rumah hanya ada Felix, Elora, dan bi Kina, pembantu keluarga Raymond.

"El," tegur Felix dengan tatapan mata mengarah pada ponsel di tangannya.

"Nggak boleh," cicit Elora pelan. Suara gadis itu sudah mulai serak, seperti menahan tangis.

"Gue nggak lama. Jam dua belas pulang."

Felix dapat merasakan gelengan Elora pada bahunya. Gadis itu menggenggam tangan Felix dengan wajah ia tenggelamkan pada ketiak Felix. Tenang saja, ketek Felix wangi kok.

"Kok lo jadi ribet gini sih. Males dah gua." Suara Felix menjadi lebih tegas. Lelaki itu menyentak tangan Elora kasar membuat Elora langsung melingkar tangannya pada perut Felix, memeluk lelaki itu erat.

Isakan tangis mulai terdengar di telinga Felix membuat lelaki itu mendengus kesal. Ia sungguh malas jika Elora masuk tanggal merahnya, gadis itu jadi gampang menangis dan sangat manja.

Kalian masih ingat kan? Felix itu sukanya dimanja, bukan memanjakan.

"Gue udah ditunggu klien El," ucap Felix frustrasi. Sejak pagi sampai sekarang, jam sembilan malam, Elora tidak bisa jauh darinya. Mengesalkan sekali.

"Nggak mau! Nggak boleh!" Teriak Elora keras sembari memukul kuat dada bidang Felix.

Felix berdecak sebal lalu menjauhkan tangan Elora dari dadanya. "Terus lo maunya apa Hah? Gue nemenin lo terus gitu? Jangan egois El, hidup gue bukan cuma buat lo doang."

Elora semakin menenggelamkan wajahnya dengan terus menangis.

"Jangan gitu, entar nggak bisa napas, bego." Felix menarik sedikit kuat rambut Elora membuat gadis itu meringis.

Elora menjauhkan wajahnya lalu memegang tangan Felix yang masih di rambutnya. Tarikan itu sudah mengendur. "Sakit," rengek gadis itu pelan.

"Makanya jangan bandel. Gue pergi ya? Bi Kina gue suruh nemenin lo malam ini. Hem?" Felix mengelus lembut surai hitam Elora.

Tangan gadis itu kembali pada tubuh Felix, mengelus dada bidang kekasihnya itu lembut dengan bibir mengerucut. Merasakan elusan di daerah sensitifnya, Felix mencekal tangan mungil itu dengan tatapan yang mulai sayu.

“Jangan mancing gua El,” gumamnya dengan suara yang terdengar serak. Lelaki itu segera menarik tengkuk gadisnya, lalu melumat bibir itu dengan menggebu.

Setelah merasakan pukulan pelan di bahunya, ia melepaskan bibir tebalnya dan menatap sayu bibir merona Elora. “Udah ah, minggir dulu.”

Elora semakin mengeratkan pelukannya, gadis itu kini malah menaiki paha keras Felix lalu menjatuhkan kepalanya pada bahu lelaki itu. “Perut aku sakit, elusin.” rengekan dari Elora membuat Felix menghela napas.

“Ada klien penting yang harus gua temui.” Felix menjauhkan kepala Elora dari pundaknya, lalu menoleh ke bawah dan membuka sedikit kaos oversize milik Elora.

Lelaki itu menatap perut rata Elora dengan pikiran yang mulai dikabuti oleh nafsu. Felix menggeleng, dengan segera mungkin ia mengenyahkan pikiran itu. Lalu mulai mengelus perut ramping Elora yang terasa lembut saat disentuh.

Elora menggeleng pelan. "Kamu boleh pergi ke club' tapi jangan main cewek," lirih Elora dengan suara bergetar. Gadis itu menunduk saat merasa geli di perutnya. Felix yang melihatnya tertawa pelan.

"Gemes banget sih. Udah sana bobo, gue pergi dulu. Jangan ditungguin."

"Jangan main cewek ya?" Elora mendongak menatap Felix dengan binaran di matanya.

"Iyaaa."

Felix mengelus lembut pipi tembam gadisnya. Wajahnya mendekat, mengecup kedua pipi empuk itu.

"Gue pergi." Felix bangkit dari duduknya mengambil jaket untuk ia sampirkan pada bahunya.

Lelaki itu meraih kunci mobil dan pergi meninggalkan Elora yang masih memasang wajah cemberutnya.

--

"Lama banget lo Lix. Manja banget cewek lo harus ditidurin dulu."

"Anjing ditidurin apaan, bini gua masih tersegel rapet."

Tiga cowok itu tertawa mendengar jawaban Felix. "Halah Yang bener, nggak yakin gua," cibir lelaki dengan rambut agak gondrongnya.

"Seriusan anjir," jawab Felix sembari menyeruput minuman bening terkandung alkohol itu.

Tirta mendekat pada Felix. "Katanya bunda lo pergi. Lo tinggalin Elora sendiri?"

"Udah sama bi Kina," balas Felix tanpa menatap Tirta.

Tirta mengangguk lalu meminum minumannya. "Syukur deh."

"Udah lama nggak ketemu lo Lix. Sok sibuk banget lo."

Felix tersenyum kecil. "Banyak urusan bang."

Lelaki itu mengangguk-angguk paham. "Iyalah. Yang calon CEO mah paham gue."

"Gue masih calon bang, lah lo udah jadi, gimana nggak sibuknya."

"Hahaha biasa ajalah. Gimana? Kita omongin setelah have fun, apa sekarang?"

Felix terkekeh pelan. “Gak usah buru-buru, kita have fun dulu, udah lama gak pernah kumpul.”

Lelaki yang Felix sebut bang melambaikan tangan ke arah beberapa wanita bayaran untuk mendekati mereka.

"Main dulu, udah lama nggak main-main," ucap lelaki itu dengan tawanya.

Felix mengulum bibirnya sedikit tidak nyaman. Felix memang sering kali pergi ke club', tapi ia tidak pernah sekalipun menyentuh wanita yang ada di sana. Ada hati yang harus ia jaga dengan baik. Lelaki itu mendengus saat seorang gadis menduduki pangkuannya.

"Shit! minggir nggak lo!" sentak Felix tapi tidak membuat gadis itu bangkit.

Felix mengetatkan rahangnya saat tangan gadis yang sebenarnya sudah menjadi wanita itu menjalar ke tubuhnya. Dilihat dari bodynya sih memang menggiurkan, tapi menurutnya, Elora jauh lebih menggoda.

Dengan kasar Felix bangkit dari duduknya membuat gadis itu terjatuh.

"Kenapa Lix?" tanya lelaki yang menyapa Felix di awal tadi.

"Lo tahu kan gue udah punya cewek."

Lelaki yang Felix sebut bang tertawa geli. Lelaki yang berumur sekitar tujuh tahun diatasnya itu adalah salah satu alumni SMA Samudra yang memang sudah akrap dengannya. Namanya adalah Deral Wiguna, orang yang ingin bekerja sama dengan Felix.

"Anjing Lix. Sok nggak mau aja lo. Sekali-kali lah, cewek lo nggak tahu juga kan,” ujar Deral yang sudah mendapatkan servis dari wanita bayaran itu.

Felix tersenyum miring. "Segimanapun bandelnya gua, gua anti main belakang. Kalau gue mau dan niat buat permainin dia, gue bakal main di depan matanya sendiri." Felix tertawa hambar.

"Jaman sekarang main belakang udah nggak jaman." Felix menekan kata main belakang seraya menatap sinis lelaki yang ia sebut bang. Kenapa? Lelaki itu sudah punya istri dan tidak wajar sekali jika lelaki itu malah main perempuan di sini.

Felix meraih jaket dan kunci mobilnya lalu meninggalkan mereka tanpa menghiraukan teriakan Tirta yang memanggilnya. Persetan dengan kerjasama, ia sudah terlanjur malas.

Tbc!

Gimana sama part ini?

Jangan lupa komen ya gengs

Tentang Luka (Re-post)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang