lima belas

2.7K 260 196
                                    

Elora membuka kelopak matanya saat cahaya matahari mengusik tidur nyenyaknya. Gadis itu tersenyum tipis saat melihat Felix yang masih tertidur dengan wajah tenangnya.

Aroma alkohol yang menguar dari tubuh Felix membuat Elora melunturkan senyum. Dadanya kembali nyeri saat menyadari kejadian semalam bukanlah mimpi.

Dengan perlahan Elora lebih mendekat pada tubuh Felix yang saat ini memeluknya erat. "Aku tahu aku salah, aku udah bikin kamu kecewa."

Persetan dengan logika yang terus mendorongnya untuk berubah, ia tidak peduli. Jika ia berubah, Felix akan semakin menjauh, dan ia belum siap untuk kehilangan lelaki yang sekarang masih asik dengan mimpinya ini.

Elora tersenyum kecut. "Ini bukan kamu Lix. Kamu yang aku kenal hanya Felix yang selalu marah dan manja, bukan Felix yang selingkuhin aku," lirih Elora seraya mengusap lembut pipi sedikit memerah Felix.

Kecupan demi kecupan Elora berikan pada wajah Felix membuat lelaki itu mengerjap karena merasa terganggu. Elora tersenyum manis saat Felix berhasil membuka lebar matanya.

"Bangun Lix, udah pagi," ucap Elora sembari terus mengelus lembut pipi Felix. Dengan manja Felix menyelusupkan kepalanya pada ceruk leher Elora. Menggerakkan kepalanya mencari kenyamanan.

"Pusing El," cicit lelaki itu dengan pelan. Elora beralih mengusap kepala belakang Felix, sehingga membuat lelaki itu semakin memejamkan mata. Elusan Elora memang yang paling nyaman untuknya.

"Kalau kamu terus gini, gimana aku nggak cinta sama kamu," batin Elora. Katakanlah Elora bucin, Elora tidak peduli.

"Bentar lepasin dulu, aku buatin kamu teh hangat sama obat dulu," ucap Elora yang dibalas gelengan pelan dari Felix.

"Udah jam enam loh Lix, kita harus sekolah," kata Elora seraya menatap jam dinding.

"Kepala gue pusing, semalam Rena ajak gue ke bar," jawab Felix pelan. Seakan ingat sesuatu, Felix menepuk pelan dahinya.

"Gue udah janji sama Rena buat jemput dia El. Gimana dong? Kepala gue pusing." Elora tersenyum paksa. Bahkan sekarang Felix sudah tidak sungkan membicarakan Rena padanya.

"Bilang aja kamu sakit Lix. Kamu jangan sekolah dulu ya?" bujuk Elora masih mengelus kepala Felix.

"Nggak bisa El. Gue udah janji sama dia."

Elora menatap langit-langit kamar mencegah air matanya jatuh. Janji katanya? Apa lelaki ini sudah jalan terlalu jauh bersama Rena?

"Jadi kamu beneran ya sama Rena?"

Elora dapat merasakan Felix mengangguk dalam pelukannya. "Gue harap lo paham," jawab Felix dengan mata yang masih terpejam karena nyeri di kepalanya.

Dengan pelan Elora menghela napas panjang. Nyeri kembali menyerang dadanya, sangat menyakitkan. "Kenapa Lix? Aku udah minta maaf sama kamu."

"Udah gue bilang, gue cinta sama lo dan gue juga suka sama Rena. Lo kalem, sedangkan Rena liar, gue suka keduanya, jadi lengkap gitu."

Elora tidak bisa lagi menahan air matanya. Dibandingkan, baru kali ini Elora mendengar Felix memuji wanita lain di hadapannya.

"Apa aku harus jadi liar dulu biar kamu jadi milik aku seutuhnya lagi Lix?"

Mendengar isakan Elora membuat Felix mendongak, menatap wajah memerah Elora yang tengah menangis. "Gue hanya ingin punya pasangan yang memiliki semuanya. Awalnya gue cuma main-main sama Rena, tapi karena gue lihat dengan mata gue sendiri kalau Rena memiliki sesuatu yang nggak ada di diri lo, gue jadi yakin buat jalin hubungan sama dia."

Elora mengusap kasar pipinya. "Dengan menjalin hubungan di atas hubungan kita yang belum berakhir?"

Felix mengangguk. "Gue suka cewek penurut kayak lo, tapi gue juga suka cewek bar-bar yang mau diajak apa aja."

"Bahkan diajak bercinta," bisik Felix dengan mengecup leher Elora sekilas. Elora yang mendengar itu semakin menangis, tubuhnya bergetar hebat saat mendengar tiga kata yang terucap dari bibir tebal Felix.

"Jadi kamu udah perawanin Rena?!" pekik Elora dengan suara bergetarnya.

"Dia udah nggak perawan El, jadi gue nggak bersalah. Lagian gue pake pengaman, ngga bakal hamil juga lah lo santai aja," jawab Felix tanpa beban.

Elora terdiam dengan terus terisak. Gadis itu memukul berkali-kali dadanya yang masih terasa sesak.

"Kalau gitu, perawani aku Lix," lirih Elora dengan tangan mencengkeram erat kaos hitam yang Felix kenakan.

Perkataan Elora membuat Felix menggeleng kuat. "Gue nggak akan rusak lo El. Gue cinta sama lo."

"Kalau gitu, tinggalin Rena dan jadi milik aku seutuhnya," tekan Elora. Felix melepaskan pelukannya dan menatap Elora datar.

"Gue suka sama Rena."

Elora tersenyum kecut. "Terserah apa kata kamu, aku nggak mau kamu jadi milik orang lain selain aku. Kamu cuma milik aku, begitupun sebaliknya. Kalau kamu minta aku buat jadi pelampiasan nafsu kamu, aku rela asal jangan libatkan orang lain dalam hubungan kita."

Felix menggeleng. "Lo nggak pantes buat jadi milik gue. Lo udah berani langgar aturan yang gue buat Elora!"

Suara bentakan yang keluar dari mulut Felix itu membuat Elora semakin lemas. "Aku emang nggak pantas buat kamu Lix. Dari awal aku udah bilang, kamu terlalu baik buat aku."

Dengan kuat Felix melempar vas bunga ke lantai. "Rena jauh lebih baik dari lo. Dia punya segalanya yang nggak ada dalam diri lo."

Elora mundur beberapa langkah saat kepalanya terasa terhantam kuat. Gadis itu mengurut kening saat sakit di kepalanya tidak cepat hilang. Ia meringis seraya berjongkok.

Felix yang melihat itu mengernyit heran. "Lo kenapa?" tanyanya dengan napas yang masih tidak beraturan.

Elora memejam erat lalu mendongak ke arah Felix yang menatapnya heran. Ia menggeleng pelan dengan senyum yang terpatri. "Aku baik-baik aja."

Dengan tubuh yang masih lemas, Elora bangkit dari jongkok dan memeluk tubuh Felix erat.

"Jangan tinggalin aku," lirihnya dengan air mata yang terus mengalir.

TBC!

Part kali ini pendek, karena aku cuma revisi aja, gak banyak nambahin.

Makasih buat yang selalu support!!

Aku kepikiran buat Elora sama Rena damai, gimana menurut kalian??

Tentang Luka (Re-post)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang