dua belas

2K 224 55
                                        

Aku hanya ingin kau menjadi milikku. Sekalipun kau membuat kesalahan dengan melibatkan orang lain dalam hubungan kita, maka siap-siap saja untuk mempertebal mental.

°
°
°

o0o

Felix keluar dari mobilnya lalu berjalan menuju pintu utama rumah. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh. Ia yakin Elora sudah tidur sekarang.

Lelaki itu membuka perlahan pintu utama rumah, ia menyerngit saat ternyata lampu ruang tengah masih menyala. Dengan cepat ia berjalan masuk lebih dalam.

"El," panggilnya.

"El lo belum tidur?" Suara Felix menggema di seluruh ruangan. Ia mendudukkan dirinya di sofa ruang tengah.

"Bi," panggilnya. Lelaki itu memainkan ponselnya untuk melihat notif. Dahinya kembali mengernyit. Salah satu temannya mengirimkan sebuah foto dimana di sana ada tangan Elora yang dipegang oleh seorang lelaki.

Rahang Felix mengeras. Lelaki itu menggenggam kuat ponselnya untuk menyalurkan emosi.

"Bi!" Teriaknya kuat. Beberapa saat kemudian, seorang wanita paruh baya berdiri di hadapannya.

Wanita itu sedikit gugup melihat tatapan Felix yang tampak mengerikan.

"Mana Elora?!" Tanyanya ngegas.

"N-non Elora katanya mau ke minimarket depan den," jawabnya.

"Kenapa bibi izinin?!" Felix menendang meja di hadapannya kuat.

"Maaf den, tadi bibi udah larang, tapi non Elnya keukeh."

Felix menghela napas panjang. Mencoba menetralkan napasnya yang memburu. Lelaki itu kembali menatap bi Kina.  "Ya udah bibi, maaf ganggu tidurnya."

"Iya den. Maafin bibi ya den. Bibi ke belakang dulu." Felix mengangguk membuat bi Kina meninggalkan Felix.

Felix mengatur napasnya. Lelaki itu memejam erat. Dadanya menyesak melihat gadisnya, miliknya, disentuh orang lain. Ego dalam dirinya terasa tertampar. Enak sekali Elora mesra-mesraan dengan orang lain, sedangkan ia menjaga perasaan gadis itu.

Saat Felix mencoba menenangkan dirinya, suara mobil berhenti membuatnya bangkit. Lelaki itu keluar rumah dan berdiri tepat di depan pintu.

Ia melihat Elora diantar oleh seorang lelaki yang tidak ia ketahui siapa. Felix menatap tajam Elora yang berjalan pelan ke arahnya. Gadis itu mencengkeram erat plastik belanjaan di tangannya.

"Lix," lirihnya pelan dengan tatapan tertuju pada sandal rumahannya.

Felix tertawa sinis. "Murahan," ucap Felix dengan nada datarnya.

Elora menghela napas, sudah tau jika Felix akan benar-benar marah. Gadis itu mendongak menatap Felix. Jantungnya berdetak kencang membuat dadanya menyesak. Ini kali pertama ia berinteraksi dengan lelaki tanpa diketahui Felix, ia sudah seperti  tertangkap basah selingkuh.

"Lix." Suara Elora bergetar, mata gadis itu berkaca-kaca.

--

Beberapa jam lalu...

Elora sudah selesai dengan belanjaannya. Gadis dengan senyum menghiasi bibirnya itu melangkahkan kakinya menuju kasir. Ia meletakkan keranjang berisi bermacam-macam camilan di meja khusus kasir.

"Tiga ratus empat puluh enam lima ratus kak," ucap wanita penjaga kasir itu dengan ramah. Elora tersenyum lalu merogoh sak Hoodienya.

Senyum Elora meluntur, gadis itu sedikit panik saat tidak menemukan dompetnya. Ia masih mencoba merogoh-rogoh kantung Hoodienya dengan panik.

Tentang Luka (Re-post)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang