13. Fail

5.8K 257 18
                                    

Terimakasih bagi pembaca yang sudah menghargai aku❤

- - -

Ini sudah lima hari sejak kedatangan Arion terakhir kali ke kamarnya. Antara rasa lega karena Arion tidak menghampirinya dengan rasa sesak karena masih terus terkurung di tempat ini selama nyaris dua minggu.

Breenda berbaring telentang di ranjang. Matanya memandang langit-langit kamar dengan pikiran yang kacau. Breenda sangat ingin pergi keluar. Bebas. Tapi tidak ada caranya untuk menyelinap kabur. Arion sangat ketat menjaga kamarnya.

Sepi. Sendiri. Dan tidak melakukan apa-apa. Siapa yang tidak sesak dengan keadaan seperti ini? Bahkan pelayan Arion dilarang berbicara dengan dirinya. Benar-benar kejam!

Breenda menghela nafasnya lalu kemudian merubah posisinya menjadi duduk. Matanya menjelajah menelusuri setiap sudut kamar.

Ketika pandangannya berhenti pada sebuah balkon dengan pintu yang terbuka, mata Breenda terbelalak. Kakinya segera melangkah membawa dirinya menuju balkon tersebut. Melihat kebawah seberapa tinggi tempatnya sekarang.

Dan, itu tidak terlalu tinggi! Dulu, di desa, Breenda mahir sekali memanjat. Ketinggian tempat ini tidak setinggi pohon mangga favoritnya.

Breenda melirik jam yang tergantung pada dinding. Ini belum waktunya saat pelayan Arion masuk untuk membersihkan dirinya. Mungkin ini kesempatannya untuk kabur.

Breenda perlahan-lahan mengeluarkan sebelah kakinya diikuti kaki sebelahnya yang lain. Saat dirasa posisinya sudah benar, Breenda memutar badannya hati-hati.

Jantungnya berdebar kencang sekarang. Takut jika rencananya ini tidak berhasil. Matanya dengan gugup memandang rerumputan dibawah yang kemungkinan besar akan menjadi tempatnya mendarat.

Tanpa pikir panjang, perempuan itu nekat melompat. Menjatuhkan dirinya berharap tidak menimbulkan suara.

Dengan lemas, Breenda bangkit dari posisi jatuhnya. Melihat ke seliling meyakinkan bahwa tidak ada yang melihat atau mendengarnya.

Kakinya berjalan cepat dengan tertatih menuju sebuah tembok bata yang tak terlalu tinggi. Begitu sampai, Breenda diam sebentar. Mengapa cara seperti ini tidak terpikir olehnya sejak dulu?

Breenda menggeleng kepalanya. Mencoba mengenyahkan pikiran yang mengganggunya untuk bergerak lebih cepat.

Dengan tanggap, Breenda melompat. Memegang bagian atas tembok bata itu dengan kuat lalu menaikkan tubuhnya. Sejenak Breenda mengistirahatkan diri, menengok kebelakang lalu melihat sejenak rumah yang besar itu. Baru kali ini dia melihat rumah itu dari luar yang ternyata cukup besar. Pantas saja kamar kurungannya itu sangat besar. Bahkan lebih besar dari rumahnya dulu di desa.

Setelah tarikan nafas panjang, Breenda melompat. Namun sayang, pendaratannya tidak cukup mulus. Kakinya tergelincir. Perempuan itu mengasuh kesakitan. Rasanya ingin sekali berteriak minta tolong. Tapi tidak ada waktu untuk mengasuh kesakitan. Dia masih didalam sebuah wilayah yang berbahaya. Dengan sekuat tenaga, Breenda mencoba bangkit berdiri dan kemudian berlari. Menjauhi rumah besar itu dengan kecepatan kakinya yang tertatih.

Setelah merasa agak jauh dan merasa cukup aman, Breenda melambatkan langkah. Entah sudah berapa lama dia berlari, dia tidak peduli. Nafasnya melemah, badannya benar-benar lemas. Baru dia sadari bahwa disekelilingnya hanya jalan besar dan hutan rimba yang menyeramkan.

Tempat macam apa ini!? Bahkan Breenda baru menyadari bahwa tidak ada satu mobil pun yang lewat sama sekali sedari tadi. Breenda mendesah sebal. Kemudian jatuh terduduk dan menangis. Rasanya sesak sekali. Kejadian mengerikan yang menimpanya nyaris setahun ini benar-benar menguras emosinya.

On You [19+] [ONHOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang