16. Rencana Pesta

4.8K 197 21
                                    


Pagi ini, Arion sedang bersiap untuk pergi bekerja. Laki-laki itu kini sedang berdiri di depan sebuah cermin sambil memakai dasinya. Ujung matanya sesekali melirik ke arah ranjang pada seorang wanita yang tertidur berbalut selimut tebal.

Arion menarik sudut bibirnya sangat kecil begitu kepalanya mengingat aktivitas panjang yang mereka lakukan sejak petang hingga tengah malam. Melihat wanita itu yang tidak memberontak ketika pria itu menyentuhnya, bahkan terlihat dari wajah wanita itu bahwa dia juga menikmatinya.

Sekali lagi Arion melirik ke arah ranjang sedikit terkejut ketika melihat ternyata mata wanita itu terbuka dan menatapnya. Pria itu kembali berusaha bersikap biasa.

"Kau terbangun?" tanya Arion tanpa melihat wanita itu dan sibuk mengancingkan lengan bajunya.

Arion mengernyit ketika tak kunjung mendengar jawaban dari wanita itu. Telinganya malah mendengar suara gesekan selimut yang timbul. Laki-laki itu menoleh. Mendapati bahwa Breenda kini malah menyelimuti sekujur tubuhnya dalam selimut.

"Kau kenapa?" tanya laki-laki itu dengan perasaan anehnya.

Breenda tak kunjung menjawab. Sejujurnya, ketika dia membuka mata tadi dan langsung di hadapkan dengan tubuh tegap Arion yang berdiri di depan kaca, pikiran Breenda langsung kembali pada aktivitas kemarin malam. Wanita itu terlalu malu bahkan sangat malu ketika mengingat bahwa dia menikmati permainan Arion malam kemarin.

Arion sedikit tertawa kecil ketika menyadari bahwa Breenda sepertinya malu jika dia telah menikmati permainannya semalam untuk pertama kalinya.

"Tidak usah malu. Bahkan sedari awal aku memakaimu kau sudah menikmatinya," ujar Arion membuat Breenda yang masih berada di dalam selimut memejamkan matanya erat-erat.

Arion kemudian mengubah posisi tubuhnya. Melihat Breenda yang terbungkus selimut. Pikirannya melayang membayangkan wanita itu tanpa pakaian di baliknya.

Ah, tidak. Dia tidak boleh melakukannya pagi ini. Ada sesuatu hal yang harus dia urus. Arion menghela nafasnya kasar. Mencoba menetralkan dirinya untuk tidak menerkam wanita itu sekarang.

"Memang kau jalang kecil yang munafik," katanya seraya tersenyum miring. Jujur saja, kalimat itu refleks terlontar dari mulut Arion.

Mendengar itu, Breenda membuka matanya. Kedua buku tangannya memutih ketika dia semakin erat menggenggam selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Wanita itu menelan ludahnya kasar. Kenapa Arion sering kali merendahkannya?

Arion berbalik bergegas pergi dari kamar itu. Jika dia semakin lama berdiri memandangi perempuan yang bersembunyi di balik selimut itu, maka dia tidak akan pergi ke kantor hari ini.

"Jangan memanggilku jalang." Ucapan tercekat dari Breenda yang memasuki telinganya membuatnya memberhentikan langkahnya ketika tangan pria itu sudah membuka handle pintu.

Arion terdiam sejenak mendengar ucapan Breenda yang terdengar menyedihkan.

Tanpa membalas perkataan wanita itu, Arion kembali bergegas keluar dari kamar. Meninggalkan Breenda yang kini membuka selimut yang menutupi dirinya begitu mendengar suara pintu menutup dan langkah kaki Arion yang semakin menjauh.

- - -

Erick dan Black kini berdiri di hadapan Arion. Memberikan laporan mengenai berbagai macam pekerjaan yang Arion tinggalkan untuk mereka.

"Apa 'tangan' Matrick sudah kau temukan?" tanya Arion tertuju pada Black namun pandangannya tak luput dari berkas-berkas yang sedang dia teliti.

Black menggeleng. "Belum tuan. Tidak ada tanda-tanda mereka bertemu. Sepertinya, 'tangan' itu selalu bertemu dengan Matrick melalu orang ketiga. Kami sudah menelisik orang ketiga tersebut, namun sayang kami kehilangan jejak."

On You [19+] [ONHOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang