15. Permulaan.

5.3K 219 6
                                    

Breenda menggeliat kecil dalam tidurnya kemudian membuka matanya secara perlahan. Setibanya berusaha menyesuaikan cahaya remang yang perlahan masuk menusuk matanya begitu dia membuka matanya.

Wanita itu menatap nyalang atap kamar begitu matanya sudah terbiasa dengan keremangan kamar. Tangannya bergerak mengangkat selimut yang membungkus tubuhnya, melirik tubuhnya yang berbalut bathrobe. Perempuan itu sadar bahwa dia tidak memakai apa-apa di balik bathrobenya.

Apa yang terjadi?

Kepalanya berputar kembali mencoba memaksa ingatannya mengenai apa yang terjadi sebelum dia tertidur. Breenda memijat pelipisnya pelan lalu menghela nafasnya lelah. Wanita itu kemudian bergerak menyamping lalu mengeratkan selimut yang membungkus tubuhnya. Dirinya terlalu lemah jika dia bangkit untuk sekedar memakai baju.

Tubuhnya tiba-tiba sedikit beringsut mundur begitu matanya mendapati Arion yang bertelanjang dada dengan segelas wine di tangannya. Duduk bersandar pada sebuah sofa dan menatapnya. Mata laki-laki terus menatap Breenda yang kini menatapnya balik. Membuat ingatan Breenda kembali mengingat apa yang terjadi sebelum dia diseret ke dalam kamar mandi.

"Kau terbangun?" Suara serak yang keluar dari mulut Arion membuat perempuan itu semakin mengeratkan selimutnya. Tubuhnya menegang begitu Arion bangkit dari duduknya dan berjalan mendekat.

Arion berhenti tepat di samping Breenda yang masih dengan posisinya. Pandangannya tak lepas dari Breenda yang kini menundukkan pandangannya, tidak berani menatap balik laki-laki itu. Arion benar-benar sadar perempuan itu ketakutan akan dirinya.

Arion kemudian bergerak menuju sisi ranjang kemudian membaringkan tubuhnya di samping wanita itu yang kini semakin ketakutan dengan apa yang akan dilakukan Arion padanya.

Laki-laki itu dengan cepat menyergap tubuh Breenda. Memasukkan wanita itu dalam-dalam pada pelukannya. Sedang yang dipeluk semakin terkejut dengan perilaku tiba-tiba dari lelaki itu.

"Bernapaslah, bodoh," kata Arion begitu tidak merasakan hembusan napas pada tubuh telanjangnya. Apakah laki-laki itu tidak sadar bahwa Breenda tidak bisa bernapas jika dia diperlakukan seperti ini? Ditambah pelukannya yang semakin erat membuatnya benar-benar bingung harus bernapas atau tidak.

"Kubilang, bernapas. Kau ingin mati?" Lagi katanya, begitu Breenda masih betah menahan napasnya.

Arion sedikit melonggarkan pelukannya. Memberi ruang pada wanita itu untuk menghirup udara dengan normal. Begitupun Breenda yang kini mulai bernapas kembali.

Dalam gelap, bibir Arion sedikit terangkat begitu merasakan helaan nafas Breenda yang kini mulai normal mengenai kulit telanjangnya.

Arion menggeram tertahan dan semakin memasukkan perempuan itu ke dalam pelukannya hingga membuat Breenda sedikit menjerit kecil.

"Diamlah," katanya.

Arion menghela nafasnya kasar. "Aku sedang menahan diriku agar tidak menerkam mu sekarang juga."

Breenda melirik-lirik takut. Sejujurnya, perempuan itu sangat gelisah dalam pelukan Arion.

Tiba-tiba, Arion dengan cepat mengeluarkan satu tangan Breenda dari dalam pelukannya lalu meletakkannya pada pinggangnya. Membuat seolah-olah Breenda memeluknya juga.

"Tidurlah. Aku juga ingin tidur," katanya lagi.

Breenda yang tadinya merasa sedikit gelisah, perlahan-lahan mulai terbiasa. Nampaknya, tanpa dia sadari, Breenda yang semakin memperdalam pelukannya pada pria itu. Tangannya yang berada pada pinggang Arion perlahan memeluk lelaki itu.

Breenda terlelap dengan posisi yang paling nyaman menurutnya selama nyaris satu tahun ini.

⚜ ⚜ ⚜

On You [19+] [ONHOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang