20. Penyesalan

6K 271 43
                                    

John mendesah pelan begitu selesai membalut luka Arion. Dari awal sudah dia duga bahwa Arion tidak akan membalut lukanya dengan baik. Untung saja luka pada lengan dan kakinya itu belum infeksi.

Tadi ketika Erick, bawahan Arion, memintanya untuk datang, John sudah mengira bahwa dia akan menangani luka yang didapat pria itu. Karena ketika John melihat lengan dan kaki Arion yang berdarah cukup banyak setelah memeriksa wanita Arion yang tidak dia tahu siapa namanya itu, John langsung paham bahwa luka yang di dapat Arion cukup dalam.

John langsung berdecak marah begitu datang mendatangi Arion dengan darah yang sudah merembes pada kasurnya yang berbalut sprei putih. Membuatnya langsung memaki laki-laki itu walaupun Arion tidak menggubrisnya.

"Kau itu benar-benar bodoh, Arion. Dan sangat menyusahkanku," gerutu John sambil membereskan barang-barangnya.

Arion diam. Gerutuan John tidak membuatnya terganggu. Pikirannya terlalu sibuk memikirkan apa yang terjadi pagi tadi.

John menggeram kesal. "Kau tidak mendengarkanku!?"

Arion sejenak menoleh pada John lalu menghela napasnya kasar. "Kau sangat berisik."

John memutar bola matanya sebal lalu berdiri. Berniat beranjak pergi dari sana setelah mendapat perlakuan tak acuh dari Arion.

"Aku pergi. Jangan lupa ganti perbanmu," pesan John meninggalkan Arion yang lagi-lagi menghela napasnya kasar.

Erick yang menunggu John selesai mengobati Arion menyapa John dengan kepala tertunduk begitu John keluar dengan raut wajah kesal dari kamar Arion.

John mengangguk lalu berjalan mendahului Erick yang membuntutinya di belakang. Berniat mengantar pria itu sampai ke depan rumah.

"Erick, jangan lupa untuk mengganti perban Arion," pesan John begitu mereka sampai di depan mobil John.

Erick mengangguk sebagai balasan.

"Oh, ya. Ada apa dengan tuanmu itu? Tidak biasanya dia kehilangan fokus seperti hari ini?" John mengurung niatnya untuk memasuki mobil ketika dia ingat untuk bertanya perihal Arion pada Erick.

Erick berdeham. "Saya tidak tahu, tuan."

John menautka kedua alisnya curiga. "Benarkah?" Matanya menelisik mata Erick yang terus bergerak, menghindari tatapan John.

Erick salah tingkah. "I—iya."

"Beritahu aku, Erick," paksa John ketika sadar bahwa Erick sebenarnya tahu apa yang terjadi pada Arion.

Erick berdeham lagi. "Mengenai anak—"

"Kenapa? Dia merindukan anaknya itu?" potong John cepat.

Erick menggeleng. "Tuan bahkan tidak tahu sampai saat ini bahwa itu anaknya."

John menghela napasnya kasar. "Tidak kau beritahu?"

Erick kembali menggeleng. "Bukan. Tuan yang menolak tahu ketika mengetahui bahwa anak itu telah mati."

"Bukankah seharusnya tetap kau beritahu?"

"Hei! Ada apa ini?" Seseorang menyeletuk dalam pembicaraan mereka begitu Erick ingin membalas pertanyaan yang dilontarkan John.

Barron datang dengan senyumnya yang meriah. Berjalan mendekati mereka dengan kedua tangannya berada dalam saku celana.

Matanya naik turun memperhatikan penampilan John yang mengenakan jas dokternya. "Mengapa kau di sini?"

John memutar bola matanya kesal begitu Barron melontarkan pertanyaan yang tak masuk akal baginya setelah dia mengganggu pembicaraannya dengan Erick. "Aku menumpang ke kamar mandi."

On You [19+] [ONHOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang