Breenda menatap tenang wajah Arion yang terlelap di ranjang dari tempat duduk meja rias yang dia duduki sekarang.
Kembali pada kejadian semalam mengenai Arion yang menangis, membuat dirinya sedikit kebingungan. Benarkah laki-laki itu sama sekali tidak mengetahui bahwa yang Breenda kandung saat itu adalah anaknya?
Mengapa Arion begitu hancur ketika tahu bahwa anak yang dikandungnya saat itu, yang dia sumpahi untuk mati bahkan berniat untuk membunuhnya. Bukankah ini adalah sebuah keanehan?
Breenda menggerakkan tangannya. Memberikan sentuhan lembut pada pipi Arion yang masih terlelap. Dielusnya perlahan pipi pria itu sehingga membuat Arion sedikit terusik namun lebih memperdalam pelukannya pada tubuh perempuan itu.
Breenda terkesiap dan refleks mengangkat tangannya dari pipi Arion begitu Arion sedikit menggeliat. Dibuangnya napasnya asal. Sedikit gugup begitu dia baru tersadar bahwa begitu beraninya Breenda mengelus pipi Arion.
Setelah beberapa saat terdiam, Breenda mencoba melepaskan tubuhnya dari pelukan Arion. Berniat untuk membersihkan diri sebelum Arion bangun.
Namun yang ada, begitu Arion sadar bahwa Breenda mencoba melepaskan diri darinya, Arion malah semakin memeluknya. "Mau kemana?"
Breenda menelan ludahnya kasar. "Mandi."
Terdengar Arion menghela napas beratnya. Sangat terasa pada perut telanjang Breenda. Membuat wanita itu sejenak menahan napasnya.
Tanpa aba-aba, Arion bangkit berdiri lalu menggendong Breenda dalam pelukannya. Membawa wanita itu ke kamar mandi bersamanya. Breenda terkejut bukan main. Dia cukup bingung dan sedikit takut dengan apa yang akan terjadi di kamar mandi nantinya begitu mereka memasuki kamar mandi.
"A–aku bisa mandi sendiri," katanya.
Arion meliriknya sekilas. "Ya," jawabnya singkat.
Sesampainya di kamar mandi, Arion meletakkan pelan tubuh Breenda pada bath up lalu berbalik meninggalkan perempuan itu tanpa berbicara sepatah kata pun.
Breenda menanggalkan sisa pakaian dalamnya laku menyalakan air hangat. Berendam sejenak mungkin dapat meringankan beban pikirannya saat ini.
Kepalanya tiba-tiba begitu saja terbayang melihat raut wajah Arion tadi saat meletakkannya pada bath up. Wajah biasa tanpa ekspresi dan terkesan dingin itu memang menjadi ciri khas pria itu. Hanya saja, sorot matanya.
Ada sesuatu yang sulit dia terjemahkan pada sorot mata Arion.
- - -
Breenda menarik kursi meja makan di samping Arion. Mengalihkan tatapan pria itu dari gerakan alat makannya pada Breenda yang mencuri pandang padanya lewat beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya.
Mengingat apa yang terjadi semalam, jujur saja membuat suasana ini sangat canggung.
Tadinya, Breenda berniat untuk melewatkan sarapan paginya. Namun, Lora datang membawa pesan Arion yang memintanya untuk turun dan ikut sarapan.
Ini yang Breenda tidak suka. Kebenciannya pada Arion yang sepertinya mulai pudar begitu melihat penyesalan laki-laki itu semalam. Suasana benar-benar canggung. Apalagi mata Arion tak lepas darinya. Perasaannya mulai terguncang sekarang.
"Makanlah, Breenda," perintah Arion dengan suaranya yang sedikit serak.
Breenda menghela napasnya panjang lalu mulai menggerakkan tangannya pada alat makannya.
Waktu berjalan cukup lama bagi mereka berdua. Setelahnya, Arion tiba-tiba berdiri dan pergi meninggalkannya sendiri di meja makan. Breenda mengerut heran. Perubahan sikap Arion benar-benar aneh bagi dirinya. Terutama jika dia membandingkannya dengan sikap ketika awal mereka bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
On You [19+] [ONHOLD]
RomanceBreenda tidak pernah membayangkan dirinya akan menjadi semalang ini. Menjadi perempuan yang terjebak dalam sebuah insiden kotor membuatnya harus merasakan penderitaan yang menyakitkan. Bahkan bukan hanya dirinya, kehidupannya pun berada dibawah kuku...