8. Tragedy

9.2K 346 25
                                    

"Kita akan ke hotel untuk beristirahat sebentar, Tuan. Jam empat sore nanti pertemuan akan di selenggarakan di perusahaan AJ Group. Lalu besok pukul sepuluh pagi, kita akan melakukan proses penandatanganan kontrak serta melihat pendemonstrasian yang akan dilakukan AJ Group." Erick melirik Arion sekilas dari kaca spion tengah mobil dan mendapati tuannya memandang ke luar jendela tanpa minat mendengarkan apa yang disampaikan Erick.

"Tuan?" panggil Erick.

"Ya, aku mengerti."

Erick mengangguk kemudian lagi-lagi memperhatikan Tuannya yang berfokus pada pemandangan diluar. Diperhatikan lagi, Erick merasa, aura Arion semakin menggelap akhir-akhir ini. Ya, semua karena gadis itu. Mengingat itu, Erick menghela nafas berat. Kejadian empat bulan lalu saat hilangnya gadis itu benar-benar membebaninya.

"Erick," panggil Arion tajam membuat Erick sedikit tersentak.

"Ya, Tuan."

"Apa kau yakin benar-benar mencari gadis itu?"

Erick mengangguk. "Tim sudah mencari keseluruh kota dimana kemungkinan nona itu meninggalkan jejak. Tapi sampai saat ini kami belum bisa menemukannya."

Arion mengangguk lalu merubah posisinya tegak menghadap jalanan. Matanya bertemu pandang dengan mata Erick pada kaca spion tengah. "Kalau begitu, apa yang pantas kau dapatkan dariku dengan ketidakbecusan pekerjaanmu ini?"

"Maaf, Tuan. Maksud Tuan?"

"Berhentikan mobil ini."

Supir itu menuruti perintah Arion untuk meminggirkan mobilnya dan berhenti. Kemudian, tanpa sepatah kata pun, Arion bergegas keluar dari mobil diikuti Erick yang melihat tingkah Tuannya itu sedikit takut dan heran.

Melihat kemana arah Arion berjalan membuat Erick tersentak. Tuannya menemukan gadis yang selama ini mengganggunya.

Arion berdiri tepat di samping Breenda yang tidak menyadari keberadaannya. Matanya menelusuri tiap lekuk wajah gadis itu lalu mulai menelusuri tiap lekuk tubuh gadis itu seolah-olah ingin menelanjanginya sekarang juga jika ini bukanlah tempat umum.

Matanya tatkala berhenti begitu menyadari bahwa perut gadisnya ini membesar. 'Hamil?' Arion geram. Amarahnya memuncak namun berusaha ditekannya.

"Jalang ini pintar sekali bersembunyi. Lihatlah. Bahkan bisa sampai mengandung."

Dilihatnya Breenda memutar tubuhnya dan kini menghadapnya. Ekspresi terkejut dicampur rasa takut pada wajahnya dapat ditangkap jelas oleh Arion.

"Semahal apa bayaranmu dan laki-laki mana yang menyewamu sampai bukan hanya fisikmu tapi rahimmu pun ikut kau jajalkan?" Wajah Arion mengeras dan mulai memerah. Membuat gadis didepannya mulai beringsut mundur ketakutan.

"Kau sepertinya sangat tidak senang melihatku? Padahal aku begitu bangga akhirnya bisa menemukanmu. Oh, bahkan jika aku bisa, aku ingin memasukimu sekarang. Sayang sekali, perut besarmu itu membuatku marah. Aku ingin menyingkirkannya." Arion mengucapkan kata-kata mengerikan membuat Breenda semakin beringsut.

Breenda dengan cepat berbalik dan mencoba lari. Namun gerakannya tak kalah gesit dari tangan Arion yang sudah mencengkeram erat tangan Breenda sampai membuatnya meringis kesakitan.

"Lepaskan aku, brengsek!" makinya berusaha melepaskan tangannya.

"Ku bilang kau adalah milikku." Arion menggeram marah. Tak peduli beberapa pasang mata yang kini memandang mereka secara terang-terangan.

Breenda tertawa sumbang. "Siapa kau sampai berani mengatakan bahwa aku ini milikmu. Bahkan mengenalmu saja rasanya menjijikkan."

Arion ternganga. "Menjijikkan katamu!?" Arion semakin mencengkram lengan Breenda lebih keras sampai membuat Breenda berteriak kecil.

On You [19+] [ONHOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang