Semesta menghadirkan begitu banyak keindahan di dunia ini, tapi semua itu tak dapat menghiasi hatiku.
Bintang berpendar dengan kemilau cahaya yang hadirnya membuat langit gelap menjadi berwarna.
Sedang bulan menjadi satu-satunya penerang di kegelapan malam menambah kesempurnaan ciptaan Tuhan.
Aku seharusnya bisa bahagia menikmati ini semua. Namun, tidak karena setiap malam ,saat bulan dan bintang datang aku akan teringat peristiwa perih yang aku lalui.
Peristiwa di mana ibu pergi meninggalkanku. Tanpa kata, tanpa sebab yang aku tahu. Menyisakan luka pada hidupku.
Luka yang memaksaku kuat bertahan dalam kerasnya kehidupan. Luka yang menjadikan ku mampu untuk melanjutkan hidupku.
Bayangan pertengkaran itu, selalu memenuhi otakku. Aku hanya berharap jika kedua orang tuaku bisa seperti dulu. Saat kata cinta selalu menyapa mereka.
Saat bahagia tanpa syarat selalu terselip diantara duka dalam rumah tangganya. Bukan perkara uang yang menjadikan keluarga kami bisa tertawa bersama. Tapi rasa cinta yang membuat semua menjadi lebih bermakna.
Kini semua hilang. Yang ada hanya tangis kepedihan. Aku yang tak siap dengan kehilangan terpaksa kuat dengan kenyataan bahwa ibu tak lagi ada bersamaku. Tak mampu menemaniku tumbuh.
Ia memilih pergi, pergi tanpa permisi. Hingga hati ingin sekali untuk membenci. Membenci orang yang paling aku sayangi.
Usiaku waktu itu 12 tahun, aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar, ayah pulang dalam keadaan mabuk. Beberapa orang menyeret dan dan mendorong ayah yang mabuk hingga tersungkur ke lantai. Kemudian tanpa perasaan mereka mengambil apa saja yang ada di rumah.
Semua barang berharga kami tak luput dari jarahan mereka. Dengan brutalnya mereka membawa semua yang kami punya. Tak bersisa. Tak ada yang mereka tinggalkan untuk kami.
Ibu sekuat tenaga menghalangi tindakan mereka, tapi mereka jauh lebih kuat dari ibu.
Aku menatap mereka di balik pintu kamar, aku takut untuk keluar. Aku menyaksikan ibuku menangis, memohon agar barang-barang ini tak mereka bawa. Namun, mereka semua tak mengindahkannya.
"Hutang suamimu belum lunas walaupun semua ini ku bawa, ingat! bilang pada suamimu kalau hutangnya masih kurang setengahnya lagi." suara orang-orang yang membawa ayah, begitu menakutkan.
Mereka membawa semua barang kami, ibuku terus menangis, dan ayah ... Dia hanya diam, tanpa tahu yang terjadi malam itu.
Ayah yang sedang mabuk, terkapar di atas lantai. Aku hanya mampu bertanya dalam hati,'kenapa ayahku melakukan hal ini? Ayah selalu mabuk dan judi. Apa yang di pikirkan ayah. Tidakkah ayah menyayangi aku dan ibuku?'
Aku kembali ke kamar, menatap langit-langit kamarku, entah apa yang ku rasakan saat itu, sampai mataku tertutup karena kantuk menyerang ku.
Selalu ku sebut dalam doaku agar ayah dan ibuku bisa berbahagia selalu.
"Kamu pikir, aku mau seperti ini hah!" suara di luar membangunkan ku pagi itu. Terdengar ayah dan ibuku bertengkar, bahkan tak jarang ditambah suara barang yang ibu lemparkan.
"Aku sudah nggak sanggup ya mas, kalau kamu terus seperti ini aku akan pergi. Aku sudah muak dengan keadaan ini,"
"Apa maksud kamu? Kamu mau ninggalin aku, ninggalin Liana ibu macam apa kamu?"
![](https://img.wattpad.com/cover/243692557-288-k672364.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA LIANA [Completed]
General FictionMenjadi bagian dari keluarga yang tak lagi sempurna. Menyaksikan bagaimana ayah dan ibunya berpisah. Meninggalkan bekas luka yang mendalam, bayangan akan pertengkaran dan kepergian ibunya selau menghantui Liana. Hidup berdua dengan ayahnya tak lanta...