Sesuatu yang tidak kita duga, dan tak pernah terlintas di benak. Apalagi sampai kita mengalaminya, mungkin kita hanya bisa menganga dan menertawakan takdir yang ada di hadapan kita.
Pertemuan dengan Tante Sesil, nyatanya membuatku menyadari ada hal yang indah yang bisa kita raih jika kita bisa lebih mengenal dunia yang kita pijaki.
Darinya aku belajar arti kesungguhan, demi mendapatkan cinta dari ayah, Tante Sesil membuang jauh harga dirinya.
Dia dengan segala yang dimilikinya dapat dengan mudah mendapatkan apapun yang ia inginkan.
Namun, untuk mendapatkan hati ayah ia harus bekerja lebih ekstra dan sabar tentunya, karena cinta akan datang dengan sendirinya.
"Sayang, ada seseorang yang ingin Tante kenalin sama kamu, karena ketika Tante dan ayah kamu sudah dalam ikatan yang sah, kamu juga akan menjadi bagian darinya.
Tante Sesil, memperkenalkan aku pada anaknya. Anak kesayangannya katanya. Dia juga satu sekolah dengan ku. Siapa ya kira-kira.
Aku nggak pernah liat Tante Sesil jemput atau nganter, bahkan seliweran di sekolah juga nggak pernah.
"Sayang, sini," Tante Sesil melambaikan tangan pada seseorang.
Aku ikut menoleh dan melihat kemana arah tangan itu di tujukan.
Saat aku menemukan arah yang Tante Sesil tuju, aku benar-benar di buat kaget.
Ah, apa iya cowok itu anaknya. Kok beda? Mamanya hangat banget sama orang. Lah yang ini.
Cowok paling irit bicara di sekolah setelah Rega. Siapapun yang nanya ke dia, bakalan di jawab anggukan atau gelengan kepala gak pake senyum-senyum.
Kerjaannya di perpustakaan mulu, sampai wajahnya hampir kotak kayak buku. Eh, aku kok julid sekarang?
Dia mendekat dan Tante Sesil memperkenalkan kami, aku mengulurkan tangan. Walau dia kaku banget. Tapi aku harus bisa sabar dan bisa mengendalikan diri.
Kalau ada Gita, pasti sekarang udah teriak kenceng. Dan bilang, "Na ... tuker posisi dong ... Aku mau hidup diantara cowok-cowok itu."
Lupakan Gita, senyum dan ucapkan kata semanis mungkin.
"Hai ... Brother aku Liana, semoga kelak kita bisa jadi saudara yang kompak, yang baik dan selalu rukun ya,"
Uluran tanganku lama nggak di sambut, dia cuma melihat aku dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Saat tanganku udah capek ,dan akan aku tarik, tiba-tiba dia meraihnya,"Hem, Hanzel,"
Kami semua duduk, tidak ada yang memulai obrolan. Entahlah suasana begitu canggung.
"Eh, terus gimana rencana selanjutnya," aku mencoba mencairkan suasana.
"Pak Angga, mau aku atau kamu yang jelasin," ucap Tante Sesil.
"Rencananya, ayah sama Tante Sesil akan menikah 2 Minggu lagi. Tapi sebelum itu kami ingin bertanya pada kalian, apa kalian berdua tidak keberatan? Kalian setuju? Karena ini menyangkut kehidupan kita, tidak hanya untuk hari ini, dan besok tapi untuk selamanya," jelas Ayah.
"Kalau aku, semua tergantung kalian, jika kalian bahagia aku tinggal mengikutinya, karena semua berawal dari rasa, jika diantara kalian tidak memiliki rasa yang sama, lalu bagaimana hubungan ini bisa berjalan, ya kan brother?"
Hanzel tidak berekspresi apapun. Ya Tuhan, dulu lahirnya di mana sih ni anak? Kenapa mukanya datar aja gitu.
Mendengar aku melempar pertanyaan dia hanya menjawab, "Hem, terserah mama,"
KAMU SEDANG MEMBACA
LUKA LIANA [Completed]
Ficción GeneralMenjadi bagian dari keluarga yang tak lagi sempurna. Menyaksikan bagaimana ayah dan ibunya berpisah. Meninggalkan bekas luka yang mendalam, bayangan akan pertengkaran dan kepergian ibunya selau menghantui Liana. Hidup berdua dengan ayahnya tak lanta...