"penantian"
-
-Pagi ini Hyunjin seperti biasa menyiapkan sarapan di rumahnya. Biasanya Hyunjin akan menyiapkan makanan malam hari di kulkas dan akan di hangatkan oleh Chan pada pagi hari, namun karena kejadian malam tadi Hyunjin berpikir duakali untuk melayani Chan. Status nya sudah beda sekarang.
"Sudah selesai." katanya dengan cantik. Hyunjin mengelap permukaan kompor, terkadang Hyunjin akan bernyanyi untuk menghibur diri atau -ya karna dia sedang senang.
"Morning." tiba-tiba suara berat terdengar dari pinggir. Hyunjin menoleh serta mengangguk, "Morning dad." ucapnya.
Chan jalan mendekat pada Hyunjin, lalu dia kecup pipi gembul itu. Hyunjin terkekeh kala Chan lebih mengendus pipi dan area leher Hyunjin.
"Aku terbangun dan tidak menemukanmu di sisi ku."
"Hmm? oh, karna aku bangun terlebih dahulu. Dad terlihat sangat nyaman tidur makanya tidak aku bangunkan. Cepat makan nanti keburu dingin."
"Satu kecupan lagi."
Chan memutar badan Hyunjin sehingga mereka saling berhadapan. Tangan Chan sudah mendarat dikedua pinggang Hyunjin lalu dia dekatkan.
Chan mencium bibir Hyunjin dengan lembut, agak lama sebelum akhirnya Chan melumat bibir Hyunjin. Entahlah, bibir Hyunjin yang sangat sehat adalah kesukaan Chan.
Hyunjin membalas ciuman Chan dengan memiringkan kepalanya, ia suka di cumbu Chan. Mereka tidak tau saja kalau disini Kkami telah menunggu untuk diberi makan.
Tak kunjung melepas ciumannya, Hyunjin mendorong bahu Chan untuk menjauh. Dapat dia lihat Chan menatapnya dengan air muka yang kecewa.
"Sudah cukup, masih pagi jangan berdosa." Ujarnya.
Chan berdeham namun lagi-lagi mencuri ciuman dari Hyunjin.
"Dasar."
Akhirnya mereka berdua sarapan dengan tenang. Chan memegang tangan Hyunjin sedari tadi, setiap Hyunjin ingin mencicikan air kedalam gelas, Chan selalu mengeram karena tautan tangan mereka terlepas. Setelahnya Chan langsung kembali menarik tangan Hyunjin untuk ia pegang dan elus lagi. Sebutin itu Chan.
"Hari ini kita akan pergi keluar."
"Hmm? untuk apa?"
"Mengukur baju pengantin."
Hyunjin mengangguk namun beberapa saat kemudian, "APA?!" dia berteriak sambil menggebrak meja.
"Iya, kita akan pergi ke butik terdekat untuk membeli baju pengantin."
Hyunjin mendengus melihat Chan berbicara dengan santai.
"Aku mau warna putih." Namun akhirnya Hyunjin setuju.
"Nah pas sekali, aku juga memikirkan hal yang sama." Bohong. Chan berpikir untuk memakai pakaian hitam nanti. Pokoknya bertema hitam. Namun melihat bayinya ingin yang warna putih, ya apa boleh buat.
"Tapi dad, apa tidak terlalu cepat? aku saja tidak tau kapan kita akan menikah."
"Minggu depan."
Hyunjin terkekeh, apa Chan bercanda?
"Minggu depan?"
"Ya, aku cuti selama dua minggu. Dan kau tau kan jika sudah bekerja aku akan pulang larut malam dan kembali sibuk? Nah itu, lebih cepat lebih baik."
"Yah benar si .. padahal kan sama saja. Menikah atau tidak pun tidak akan ada yang berubah. Kami akan tetap satu rumah." Hyunjin berbicara dengan nada pelan namun masih bisa didengar Chan.
"Hei, aku hanya ingin status kita beda. Lebih tinggi sedikit agar harta ku nanti bisa aku wariskan pada istriku." Rasanya Hyunjin ingin mati saja. Yang baru bangun pada siang hari dengan baju tidur putih nya membuat Hyunjin berbunga-bunga. Apalagi bagian dada Chan terlihat sedikit.
"Hmm, sama aja. Aku ini kan anaknya, ya pasti warisan nya akan dijatuhkan padaku."
"Hyunjin, aku dengar."
"Ah? oh ya, maaf maaf. Sudah selesaikan sarapan nya?"
Hyunjin berdiri dari duduknya dan hendak mengambil piring-piring kotor. Tapi tiba-tiba Chan menarik tangan Hyunjin,
"Sini dulu duduk sebentar,"
Chan memeluk pinggang Hyunjin erat namun sesekali dia elus, jangan tanyakan bagaimana keadaan Hyunjin sekarang. Dia menatap sebal ke arah Chan. Pasalnya kini Hyunjin tengah terduduk manis di atas pangkuan nya dan jika sudah begini susah bagi Hyunjin untuk berdiri.
"Dad, sudah mau siang, katanya mau jalan-jalan keluar?"
"Ya memang, apa ada yang salah?"
"Makanya ayo kita siap-siap."
"Nanti dulu jangan terburu-buru,"
Chan menangkup kedua pipi Hyunjin, Hyunjin yang mengira ia akan dicium langsung menutup mata. Namun tidak kunjung juga dia merasakan bibir Chan di atas bibirnya.
Chan disana sudah menahan dirinya untuk tidak tertawa, si manis di pangkuan nya sudah bersebal dalam hati.
"Bayiku sudah besar, namun masih seperti bayi." kekeh Chan. Hyunjin hanya mendekap Chan yang hangat. Matanya terpejam mengingat masa kecilnya, bermain dengan Chan, belajar dengan Chan, belanja dengan Chan. Segalanya dengan Chan.
"Hei daddy, kau mau punya anak berapa?"
Pertanyaan yang sensitif membuat Chan mematung.
"Hum? Ah, aku rasa satu sudah cukup."
"Hish, aku mau tiga. Kembar tiga,"
Ya Hyunjin ingin memiliki anak kembar, kenapa? karena mereka sangat lucu. Hyunjin terkadang melihat di televisi banyak sekali anak-anak yang bermain. Membuatnya gemas.
"Kau tidak tau betapa pusingnya mengurus anak, Hyunjin."
"Memangnya dulu dad pusing mengurus ku?"
"Sangat pusing." Senyum Chan. Dulu Hyunjin adalah anak yang lincah ditambah lagi dia tipe orang yang selalu penasaran, mainannya adalah kaca pembesar serta selalu mengajak Chan berpetualang.
"Kita lihat saja nanti, semua bagaimana Tuhan. Sekarang ayo bersiap,"
__
Chan membeli pakaian pengantinnya disalah satu toko kenalan temannya dulu. Hyunjin sudah mengukur bajunya dan kini giliran Chan.
"Jangan lupa undang aku."
Pesan sang pemilik butik.
"Tentu, pastikan kau baris paling depan."
Soojin tertawa renyah, tadi Soojin dan Hyunjin sempat mengobrol. Dan Soojin sangat mengagumi paras dari Hyunjin. Tampannya ngegas.
"Sudah, aku pastikan pesanan mu akan cepat selesai."
"Terimakasih."
Chan dan Hyunjin akhirnya pamit untuk segera pergi. Selanjutnya Chan hanya ingin pulang.
__
I am back!
KAMU SEDANG MEMBACA
ChanJin, Dulce Sacrificio.
Teen FictionHyunjin sering kali memanggil Chan dengan sebutan daddy daripada ayah. Itu tidak masalah karena mereka masih tetap keluarga. Tunggu, keluarga?