Pagi ini, Devano kembali menjemput Kanaya. Kanaya yang sudah siap di depan pintu menerbitkan senyumnya, lalu segera menghampiri Devano. Untung saja bekas luka nya tidak meninggalkan bekas yang sangat terlihat, jadi bisa tertutup oleh concealer yang di pakai Kanaya.
Devano mengacak gemas pucuk kepala Kanaya. "Berantakan Vano!" Dumel Kanaya sembari merapikan rambut nya kembali.
"Haha... Yaudah nih pake." Devano terkekeh sembari memakai kan helm itu pada Kanaya.
Kanaya mendengus, memajukan kepalanya supaya Devano tidak kesusahan memakai kan nya helm. Satu hal yang Devano ketahui, Kanaya tidak bisa memakai helm. Tentu saja ia tidak bisa, seumur-umur Kanaya memakai kendaraan hanya sebuah mobil.
"Yuk berangkat," seru Kanaya saat sudah berada di atas motor Devano.
Devano menengok kebelakang, ah apaan ini? Devano membuka jaketnya lalu di berikan pada Kanaya. Sungguh ia tak sadar jika selama ini Kanaya menaiki motornya akan menampilkan paha mulus Kanaya.
"Buat apaan?" Tanya Kanaya kebingungan.
"Paha kamu, aku gak mau kalo paha itu di liatin sama banyak orang."
Satu hal yang Kanaya tau tentang Devano, Devano itu posesif.
"Ck. Iya," Kanaya meraih jaket itu lalu menutupi pahanya yang terekspos.
Setelah itu Devano menjalankan motornya, tangannya menarik tangan Kanaya untuk memeluk pinggang Devano. Kanaya tidak bisa menolak, pipinya sudah seperti kepiting rebus.
Selama di perjalanan tidak ada yang membuka suara, angin pagi ini menjadi saksi kisah cinta mereka.
Tidak lama mereka sampai disekolah, membuat beberapa mata iri melihat dua sejoli itu. Tidak semua, sebagian murid-murid terpukau melihat pasangan ini. Ditambah dengan Kanaya yang terlihat cantik hari ini, membuat kaum hawa iri.
"Malu banget diliatin," cicit Kanaya yang berada di samping Devano.
"Gausah di ladenin." Devano kembali menggandeng tangan Kanaya. Lalu mereka menuju ke kelas.
***
Bel istirahat sudah berbunyi 5 menit yang lalu, kantin penuh dengan murid yang kelaparan. Seperti teman-teman Kanaya saat ini.
"Woy, siomay gue itu anjeng!" Pekik Dion ketika Bara mencomot siomay dari mangkoknya tanpa izin.
"Medit banget lo!" Ujar Bara yang baru saja menelan siomaynya itu.
(Pelit)
"Bilangnya musuh, tapi di hatinya ada benih cinta." Lirih Kanaya yang hanya terdengar oleh Alana dan Mauren yang ada di sampingnya.
Alana dan Mauren bergidik melihat kedua lelaki itu. Kanaya tau, mereka berdua sebenarnya tidak benar-benar ilfeel kepada kedua teman Devano. Hanya saja mungkin mereka gengsi untuk mengakui nya.
"Hai," Sapa Risa yang baru saja datang di meja mereka.
"Eh Ris, ada apa?" Ujar Kanaya merespon. Hubungan mereka membaik, Devano telah menjelaskan apa yang terjadi. Risa tak salah, memang Devano saja yang menaruh hati pada nya, sedangkan Risa tidak sama sekali. Jessica hanya mengompori dirinya.
"E-emm, ini gue mau ngasih undangan pertunangan gue. Kalian dateng ya," kata Risa tersenyum lalu menyodorkan 6 undangan pertunangan.
"Wahhh, malam ini? Kita pasti dateng ko." Kanaya melihat Devano yang sedari tadi tak bergeming lalu ia menekan kaki Devano dari bawah meja. "Iya kan, Van?"
"I-iya," Devano mengangguk, disusul dengan teman-teman nya yang berada disitu karena mendapat tatapan horor dari Kanaya.
"Yaudah, gue duluan yaa." Pamit Risa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanaya & Devano [END]
Novela Juvenil[SEBELUM MEMBACA, SEBAIKNYA FOLLOW AKUN SAYA DULU. Terimakasih ] Ini cerita pertama, masih banyak kesalahan karena belum direvisi. Enjoy ya guys! __________________________________________________________ ❝ Pengen jadi bintang, biar bisa di lihat...