11

2.1K 117 1
                                    


Setelah  mengantarkan Ayahnya yang pergi keluar kota. Reva melihat sosok Dyra yang celingak-celinguk mencari seseorang di bandara. Reva menghampiri Dyra yang sudah siap untuk pergi. Ia memohon agar Dyra tidak meninggalkannya. Karena Reva sangat trauma dengan kehilangan orang tersayangnya seperti Dyra. Karena dahulu nyokap Reva pergi meninggalkan Reva selamanya. Membuat emosi Reva sedikit terguncang terhadap kehilangan.

"Iya Reva, aku gak jadi pergi."

Ucapan Dyra membuat perasaan sesak itu hilang seketika. Reva melepaskan pelukannya seraya menghapus air matanya. Dyra tersenyum ke arah Reva. "Aku tetap di sini sama kamu."

Reva mengangguk bahagia. "Jangan pergi Dyra, gue takut," ucap Reva.

"Kamu gak usah takut Rev, kan masih banyak yang sayang kamu."

"Kita pulang dulu Dyra ke rumah gue, setelah itu nanti lo cerita sepuasnya." Reva menarik Dyra ke luar Bandara.

"Rev, maaf ya buat kamu takut," ucap Dyra di perjalanan.

"Gue gak mau maafin sebelum lo cerita semuanya," balas Reva.

Dyra nampak gelisah terlihat dari sorot matanya. "Aku takut Reva, aku belum siap."

"Apapun masalah lo, gue tetap disini sama lo. Karena lo adalah sahabat terbaik gue."

Dyra hanya diam mendengarkan ucapan Reva sepanjang jalan. Ia memikirkan bagaimana keadaannya dan calon bayinya.  Sungguh Dyra ingin pergi dari masalah ini. Ingin menyelesaikan semuanya dengan cepat, tapi Dyra tidak sanggup menggugurkan kehamilannya. Di sisi lain ia takut kalau kehamilannya diketahui Kakeknya.

Sesampai di rumah Reva, Dyra di hidangkan berbagai macam makanan.
"Rev lo makan dulu, gue mau ganti baju," ucap Reva meninggalkan Dyra di meja Makan. Sedangkan saat ini Dyra hanya mengaduk makanannya ia tak ingin makan, ia memikirkan bagaimana  hidupnya kembali normal.

Lama sudah Reva memperhatikan Dyra di meja makan, sampai Reva duduk di depannya saja Dyra tidak menyadari.
"Ra... Dyra woi," teriak Reva.

Eh

"Kenapa Rev?" tanya Dyra sadar dari lamunannya.

"Dimakan jangan cuma diaduk," tegur Reva.

Dyra menyuap satu sendok nasi dan lauk kesukaannya yaitu ayam balado. "Gak enak." Dyra mengeluarkan isi di mulutnya di tissu.

Reva melongo melihat tindakan Dyra. Reva mencoba ayam balado yang dimasak oleh pembantu di rumahnya. "Enak ko, tumben inikan makanan kesukaan lo."

"Nggak tau Rev, aku jadi gak suka. Makan nasi aja aku suka mual," ucap Dyra.

Reva menampilkan wajah bingung, ia memeriksa keadaan Dyra yang terlihat baik-baik saja. Suhunya normal, "Ada yang sakit?" tanya Reva.

Dyra menggeleng tidak membenarkan bahwa dia sakit. "Aku cuma sering muntah aja kalau pagi, apalagi nyium bau yang aku gak suka."

"Kek orang hamil aja lo," balas Reva dengan kekehannya.

Dyra terdiam mendengar balasan Reva, ada kekhawatiran yang Dyra takuti jika semuanya mengetahui.

"Ra, kuylah ke kamar gue," ajak Reva setelah mereka makan.

Dyra yang tersadar dari lamunannya mengangguk dan mengikuti langkah Reva ke kamarnya.

"Dyra, masalah apa yang buat lo berpikir untuk pergi?" tanya Reva.
Mereka sedang duduk di atas ranjang king size Reva. Dyra yang sibuk dengan lamunannya tidak mendengar pertanyaan Reva.

"Ck, Dyraa," decak Reva.
Dyra terkekeh, ia sadar kalau sejak tadi dia melamun. "Lo kenapa?" tanya Reva memegang kedua bahu Dyra menghadapnya.

Dyra terlihat sedih, ia tidak tahu harus bagaimana menceritakannya. Reva khawatir dengan keadaan Dyra yang kacau.  "Lo kenapa, cerita sama gue?" ucap Teva melembut.

Dyra menatap manik mata Reva, sesuatu tersyirat bahwa sahabatnya benar-benar perduli dengannya. "A–aku.. aku ha–...hoekk..." Dyra dengan cepat berlari ke arah kamar mandi. Reva yang melihatnya pun membantu Dyra mengurut belakangnya.

"Hoekk...hoekk...hoekk..." Dyra mengeluarkan isi perutnya.

Makanan ya guys bukan ginjal lambung yang di keluarin.

"Lo kenapa Ra, lo sakit gue panggilin dokter ya," ucap Reva setelah melihat Dyra yang muntah.

"Aku–."
Bruuuk

Dyra hampir jatuh pingsan dengam sigap Reva membantunya berjalan ke arah ranjang. Reva melihat Dyra tak sadarkan diri dengan inisiatif ia menelpon dokter pribadinya keluarganya karena sangat khawatir dengan keadaan Dyra saat ini.

Tak lama Dokter datang memeriksa keadaan Dyra. "Gimana dok keadaan Dyra?" tanya Reva khawatir.

Dokter Jihan adalah Dokter yang sama memeriksa keadaan Dyra pada malam itu di rumahnya.
Dokter Jihan tersenyum simpul. "Dyra gak papa, efek kebanyakan pikiran kesehatannya menurun. Apalagi perutnya dibiarkan dalam keadaan kosong membuatnya jatuh pingsan."

"Oh iya Dok, Dyra emang gak nafsu makan katanya, kenapa?"

"Emm biasa efek bumil," kekeh Dokter Jihan.

"What, aku gak salah dengerkan dok?" pekik Reva terkejut dengan penjelasan dokter tersebut.

Reva membawa Dokter Jihan ke luar agar tidak mengganggu istirahatnya. "Maksud Dokter apa?, siapa hamil?"

"Kamu belum tahu, saya pikir kamu sahabatnya wajib mengetahui bahwa Dyra hamil menjalani dua bulan," jelas Dokter Jihan.

"Gak mungkin Dok, pasti perkiraan Dokter salah," Reva menatap orang di depannya tidak percaya.

"Buat apa saya mengada-ada," balas Dokter Jihan.

Reva sorot matanya kosong mengingat beberapa keanehan Dyra, pantas saja Dyra mau pergi ternyata masalah yang ia hadapi cukup rumit. "Terimakasih Dok," ucap Reva setelah menerima resep obat Dyra.

"Jangan lupa, susu hamilnya, dan ingatkan dia makan," ujar Dokter Jihan. Reva mengangguk patuh lalu mengantarkan Dokter Jihan Untuk pulang.

"Saya minta Dokter tidak akan memberitahu ini kepada siapa-siapa," ucap Reva.

Dokter Jihan  mengangguk setuju. "Saya pikir kamu mengetahuinya, saya minta maaf permisi." Dokter Jihan pamit pulang.
Reva hanya mengangguk mengiyakan.

         Reva mampir di mini market dekat rumahnya memebeli susu bumil, setelah membeli obat Dyra di apotik. Ia bertanya kepada pelayan mini market susu mana yang cocok untuk ibu hamil yang mengalami morning sick. Pelayan tersebut dengan cekatan mengambilkan keinginan Reva.

"Terimakasih," ucap Reva setelah membayar semua belanjaannya.


****

Jangan lupa vite & comen yaa..

Follow juga akun authdor

putriafrillaa_

&

triputriihldsr

AlDyra StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang