Bab 1

3K 320 139
                                    

Naskah ini diikutsertakan pada event GMG Hunting Writers 2021. Mohon doa dan dukungannya ya teman-teman.

Happy Reading!

***

Melodi duduk sejenak di teras, menenangkan pikiran, dan debaran di dada. Rasanya mirip jatuh cinta. Atau tidak, ini lebih parah dari itu. Gadis itu tidak tahu harus memulai dari mana untuk mengatakan pada sang ibu bahwa ia telah berhenti. Resign dari pekerjaannya. Selesai.

Gajinya belakangan ini benar-benar tidak sepadan dengan keringat yang ia hasilkan. Melodi pikir, dari pada terus bekerja dengan rasa tidak ikhlas lebih baik dia berhenti bukan? Pandemi covid 19 yang bukan hanya melanda sepenjuru negeri tapi juga secara global membuat omset di toserba tempatnya bekerja terus menurun drastis. Dia tahu bukan hanya dia yang terkena imbasnya, tapi ia juga mulai jenuh dan tidak memiliki semangat untuk berangkat setiap pagi. Keberhentiannya juga bukan hal yang terlalu terburu-buru, kok. Dia sudah memikirkannya lama. Lagi pula, sahabatnya sudah memasukkan CV Melodi pada perusahaan tempatnya bekerja yang katanya sedang membutuhkan pegawai.

Masuk melalui orang dalam biasanya memiliki peluang lebih tinggi untuk diterima, kan?

Benar, dia bergantung pada harapan itu saat ini.

Suara-suara dari arah dalam terdengar. Adik perempuannya -yang hanya terus diam di rumah untuk sekolah daring selama hampir setahun terakhir itu mendorong jendela keluar lalu menatapnya dari sana.

"Kenapa gak masuk? Abis bikin dosa apa?" ucapnya kurang ajar. Melodi menjawab dengan meraih helm di sampingnya dengan cepat. 

"Bercanda!!! Sensi amat.... Udah cepetan masuk, Mama lagi gak ada juga."

"Oh, ya? Ke mana?" Wajahnya yang murung seketika berubah. Sang adik menatap semakin curiga.

"Tadi bilang mau jenguk temennya yang sakit. Kecengklak waktu zumba katanya."

"Oh."

"Oh doang? Bawa makanan apa enggak? Laper nih."

"Ada tuh kerupuk. Makan aja pake kecap."

Adik Melodi yang tengah duduk di bangku SMA kelas satu itu menutup cepat jendela setelah menatapnya sebal. Padahal itu makanan favoritnya dulu. Entah kenapa juga, di hari saat ia berhenti bekerja, Melodi malah membeli kerupuk untuk dibawanya ke rumah. Melodi akhirnya masuk lalu menghampiri sang adik yang tampaknya sedang belajar.

"Mau ngapain?" ketus anak remaja itu. "Lagi nugas jangan ganggu. Kayak mau bantuin aja."

"Ambekan banget ya ampun. Dibeliin bakso deh entar, kalau udah nggak capek."

"Hmm. Terus?"

Melodi mengulum bibirnya yang terasa kering lalu menatap adiknya serius. Yang ditatap hanya meliriknya sekilas.

"Mbar, menurut kamu, kalau aku jadi pengajar di tempat kursus cocok nggak?"

Ambar -adik Melodi itu sontak mendongak. "Mikir apa sih? Aneh-aneh aja."

Melodi baru hendak menoyor kepala anak itu sampai ponselnya berdering. Ranti, temannya yang menawarkan pekerjaan padanya menelepon. Adiknya harus berterima kasih pada temannya itu nanti karena telah menyelamatkannya.

"Halo, assalamualaikum, Ran."

"Mel, lu di mana?" Ranti bertanya to the point di seberang.

"Di rumah? Kenapa emang?"

"Bos gua minta lu datang hari ini, bisa nggak? Senin sampai Rabu dia harus ke kantor pusat katanya."

"Ngedadak amat."

Melody in Pandemic (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang