Melodi melangkah dengan perasaan yang bercampur di depan Satria. Cowok itu tampak puas setelah mendapat pelukan dan kecupan manis di pipi kiri dari seorang wanita yang dia bilang TEMAN. Meninggalkannya di belakang, Melodi hampir sampai di penyeberangan atau zebra cross saat merasa ponsel di sakunya bergetar. Dia pun berhenti, merogohnya dan menemukan nama Ranti tertera di layar. Tanpa ragu Melodi mengangkatnya, dan ia langsung merutuki kebodohannya itu saat panggilan mereka terhubung.
Yang sedang dia pegang itu bukan handphone-nya, kan?
"Halo, Pak Satria?"
Melodi menoleh cepat ke belakang. Satria sontak berjalan lebih cepat setelah melihat raut paniknya.
"Siapa?" tanya Satria tanpa suara.
Melodi hanya memberikan handphone itu tanpa mengatakan apa pun. Dan begitulah krisis itu akhirnya terselesaikan.
"Halo? Maaf, Ti, saya lagi di jalan jadi kurang kedengeran... Saya telepon balik lima menit lagi ya... hmm...."
"Dia bilang apa?" Melodi bertanya begitu sambungan itu terputus.
"Kira aku siapa sampai kamu sepanik itu. Kamu nggak mau dia curiga kalau kita balikan?"
Oke. Pasti bukan itu yang Ranti katakan. Satria mengantongi handphone-nya di saku jaket sementara Melodi yang nggak merasa perlu untuk menjawab mulai menatap lagi ke arah jalanan.
Angkot-angkot yang lewat selalu mengklaksonnya, bertanya apa mereka akan naik atau tidak. Belum lagi panas yang cukup terik saat itu. Semakin lama berdiri di sana, matanya semakin menyipit karena terlalu silau. Melodi mulai menyeberang saat jalanan itu tampak kosong.
Lalu, tanpa diduga olehnya, satu tangannya yang bebas diraih oleh Satria dan ia mulai memimpin jalan di depan.
"Satria."
"Orang nyeberang wajar kalau pegangan tangan," kata pria itu tak terbantahkan.
Genggamannya yang semula terasa kuat mulai merenggang saat Melodi berhenti berontak. Tangan Satria yang memegang paper bag di bagian kiri terangkat ketika mereka mulai menyeberang di setengah jalan yang lain. Satria tidak melepaskannya bahkan sampai mereka tiba di tepi.
Dia lebih heran lagi melihat Melodi yang seperti sedang memikirkan sesuatu hingga tidak mengatakan apa pun.
"Ada apa?" tanya Satria penasaran. Aneh rasanya melihat Melodi yang tidak menolak saat Satria mencuri-curi kesempatan seperti ini.
"Mel?" Digoyangkannya tangan mereka yang masih saling bertautan.
"Aku tadi bawa motor deh kayaknya," ucap Melodi di luar dugaan.
"Hmm. Terus?"
"Motornya aku parkir di kafe bukan di ruko."
"Lah... bisa-bisanya lupa. Yaudah sini kuncinya, kamu tunggu di dalem aja. Si Ranti kayaknya nungguin kamu juga."
"Ranti? Dia emang bilang gitu tadi? Ranti di Kompas?"
Satria tidak menjawab dan malah kembali menanyakan kunci motornya. Seketika Melodi curiga kalau Ranti mungkin menghubunginya kemarin atau saat pagi.
Kenapa dia nggak bilang?
"Ini," ucap Melodi sambil menyerahkan kunci, "paper bag-nya biar aku yang bawa. Thanks, Sat."
"Hmm. Bilang ke Ranti, tunggu. Aku nggak lama."
***
Sesampainya di depan bangunan tiga lantai itu, Melodi langsung masuk, terlebih karena melihat Ranti dari pintu kaca yang menghadap langsung ke ruang tunggu. Ranti juga ikut bangun, sontak memeluknya erat sambil tetap berhati-hati dengan perutnya yang buncit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melody in Pandemic (Sudah Terbit)
ChickLitPemenang GMG Hunting Writers 2021 Kategori Best Editor Choice. Melody in Pandemic ft. Mark Lee & Jung Jaehyun Bercerita tentang seorang gadis bernama Melodi. Gadis dengan egonya yang tinggi, namun membutuhkan pekerjaan di masa sulit. Pandemi membua...