Bab 26

629 128 29
                                    

Melodi menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang. Rasa berdenyut di kepalanya sudah lumayan berkurang sekarang, walau perbedaannya tidak banyak. Diraihnya ponsel yang tahu-tahu sudah ada di lantai. Dia sengaja memode senyapkan teknologi itu sebelumnya. Setelah teman-temannya sampai, dan pergi lagi beberapa saat yang lalu.

Tok, tok, tok!

Melodi menoleh masih dengan posisi berjongkok di lantai. Selimut tebal tersampir asal di bahunya. Dia lalu bangun, lalu segera mengurungkannya lagi saat perutnya terasa nyeri. Mungkin balasan karena Melodi belum makan apa pun walau sudah minum obat saat pagi.

"Masuk," ucap Melodi pada akhirnya. Suaranya pelan, tapi -untuk pertama kalinya sejak mereka pindah, Melodi bersyukur memiliki kamar yang tidak terlalu luas bahkan sempit.

"Assalamualaikum, Mel." Kepala Satria menyembul bersamaan dengan suara khasnya yang deep. Iya, dalem. Telinga Melodi terasa berdengung untuk beberapa saat setelah mendengarnya.

"Boleh... aku masuk?"

"Enggak. Kenapa kamu datang pagi-pagi?"

"Sekarang udah hampir jam satu" jawab Satria santai. "Kamu nggak balas pesan aku, ditelepon juga nggak bisa makanya aku datang. Kamu sakit?"

Melodi sontak menekan tombol power. Ternyata dia lupa mengecasnya sampai ponsel itu mati total.

"Jangan dekat-dekat!" ucap gadis itu melihat Satria yang hendak menghampiri.

"Kenapa?" Hanya sebelah kaki Satria yang berhasil masuk. Dia berhenti, menunggu Melodi dengan sabar.

"Tunggu sebentar di luar, saya nggak nyaman."

Satria tersenyum, tapi tidak menghiraukannya sama sekali. Melanjutkan langkahnya yang tertunda, tangannya lalu terulur meraih bahu gadis itu dan membantunya bangun. Satria menyentuh kening Melodi dengan punggung tangan saat gadis itu sudah duduk di pinggir ranjang.

"Kamu demam tapi pakai selimut setebal ini?"

Melodi berbaring, tidak memedulikan ocehan Satria yang sudah mirip seperti ibunya. Tangan Melodi tanpa sadar menyentuh perut, tempat ia kembali merasakan nyeri yang kali ini terasa berkali lipat.

"Aku antar ke dokter ya? Udah minum obat belum?"

"Nggak perlu. Istirahat sebentar juga baikan nanti." Melodi terbatuk setelah itu, Satria dengan sigap mengambilkannya air dan membantunya minum.

"Makan, udah?"

"Saya udah minum obat. Setelah tidur bentar juga nanti baikan."

Kalau Satria peka, dan enggak keras kepala, dia akan menganggap itu sebagai pengusiran yang halus.

"Makan?" tanya Satria untuk yang kedua kali.

"Udah, Sat."

"Kamu nggak bisa ngebohongin aku. Kamu tahu itu kan?"

Melodi tidak ingin merengek, tapi dia tidak bisa lagi menahannya. Setetes cairan bening mengalir dari ujung matanya. Melodi mengulum bibirnya rapat lalu berbalik hingga memunggungi Satria.

Satria menghela napasnya pelan.

"Rasanya pahit?" tanya cowok itu mencoba pengertian. "Apa mau aku cariin buah? Atau yang lain? Asal jangan minta es krim aja, kamu lagi flu gini."

Melodi terisak hingga membuat Satria semakin kelabakan. Satria menyerahkan tisu yang langsung Melodi ambil dan gunakan untuk membuang ingus. Dia kembali terisak pelan setelah itu.

Apa yang salah dari ucapannya? batin Satria bingung.

"Mel?"

"Jangan," ucap Melodi nyaris berbisik.

Melody in Pandemic (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang