Bab 43

484 64 4
                                    

Melodi membuka matanya perlahan. Lalu, seperti kebanyakan manusia di bumi, hal pertama yang ia lakukan saat bangun adalah mengecek ponselnya.

Tapi itu bukan tanpa alasan. Benda pipih itu terus bergetar, entah apa yang diinginkan si penelepon pagi-pagi begitu padahal ia terus mengabaikannya.

Nama Satria muncul di layar, membuatnya mengernyit semakin dalam sebelum menjawab.

"Halo?"

“Kenapa baru diangkat?” tanya Satria begitu panggilan itu terhubung.

“Ada apa? Sori, aku baru bangun.”

Terdengar helaan napas di ujung sana. "Kamu gak perlu bohongin aku, Mel. Aku juga udah tau."

"Tahu apaan?"

"Aku kira kamu udah berubah, ternyata masih sama kaya dulu. Kamu serius ngundang aku datang? Boleh aku tanya buat apa?"

“Apaan sih? Aku udah bilang kamu nggak perlu datang kalau nggak mau. Siapa juga yang maksa!”

“Lupain aja! Aku berangkat sekarang juga.”

Serius, dia itu habis salah makan, apa gimana?

“Terserah, Sat, terserah. Semerdeka kamu aja.”

Paling-paling kena macet di jalan, batin Melodi sebelum menutup panggilan itu.

Jam segini –di hari Sabtu, jalur ke puncak pasti sudah penuh sama kendaraan orang-orang ber-plat B. Dia dengan mobilnya mungkin baru akan sampai dua sampai tiga jam lagi.

Sabar, Mel, masih pagi.

Melodi menaruh ponselnya kembali dan memutuskan untuk mandi setelah itu.

“Nak Raja, kamu bilang sebelumnya kalau nggak mau sampai Melodi tahu. Kenapa sekarang berubah pikiran hm?”

Melodi menghentikan langkahnya seketika. Suara yang ia dengar dari arah luar sudah pasti adalah suara mamanya.

Dan apa si Mama baru aja menyebut nama Raja barusan?

Melodi mengarahkan telinganya hingga menempel ke daun pintu.

“Aku cuma nggak mau dia berpikir kalau aku nutupin sesuatu,” jawab lawan bicara Kirana. “Melodi juga bisa salah paham kalau waktu itu Tante Kiran langsung ceritain semuanya.”

Nutupin sesuatu… apa? Ceritain apa?

“Dia bukan anak yang seperti itu. Melodi akan merasa berterima kasih karena kamu udah ikut ngerawat Tante waktu Tante sakit dulu. Kamu juga sampai ikut ngebayarin biaya rumah sakit padahal  nggak harus. Kalau aja kamu datang lebih awal, pasti Tante akan membalas kebaikan kamu semampu yang Tante bisa.”

“Tante tahu aku bisa aja mati di hari itu kalau Tante nggak ada. Semua itu sepadan. Tolong jangan mengungkit soal rumah sakit lagi atau itu akan membikin aku jadi teringat tentang almarhum Ayah. Tentang kejadian hari itu, dan aku… aku yang sempat berpikiran bodoh untuk bunuh diri dan lari dari masalah.”

Melodi menutup mulutnya tak percaya.

Raja lagi membahas kisahnya sendiri dan bukan FTV yang pernah dia bintangi, kan?

Kenapa juga, mereka kedengaran serius banget gitu?

“Raja.…” ucap Kirana pelan.

“Melodi nggak seharusnya merasa berterima kasih. Aku nggak mau dia merasa begitu, Tante. Bukan aku yang nyelametin Tante hari itu, tapi sebaliknya. Tante Kirana dan Tante Fitri yang udah nyelametin Raja.”

“Kamu udah berbaikan sama keluarga kamu? Sama Satria?” Kirana mencoba mengalihkan pembicaraan.

Hening selama beberapa saat.

Melody in Pandemic (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang