Bab 29

558 108 13
                                    

Koridor itu ramai, ada banyak sekali murid dari yang Melodi kira walau bel istirahat memang baru saja berdering. Seseorang semakin menggenggam erat tangannya di belakang seperti anak kecil yang tidak ingin tertinggal dari ibunya. Walau ramai, langkah Melodi tidak memelan sama sekali. Dan ia berusaha mengimbanginya.

"Sesemangat itu ya mau ketemuan sama pacar?" Feby nyeletuk cukup keras di belakang. Untungnya kedua orang itu slim alias langsing jadi tidak sulit bagi mereka untuk menerobos kerumunan.

"Kalau nggak buru-buru nanti jam istirahatnya keburu abis, kan?" Melodi balik bertanya tanpa menoleh.

Itu karena kelas mereka dengan kelas Satria jadi berjauhan sejak mereka kelas 11 sampai sekarang.

Feby memutar matanya jengah. "Gua nggak tau itu cuma alesan doang atau lu emang lagi jujur, orang lagi bucin apa aja bisa dilakuin. Hebat banget emang si Satria ya, bisa ngubah temen gua jadi kayak begini!"

"Terserah lu mau mikir gimana, Feb." Langkah Melodi berhenti begitu mereka sampai di pintu kelas yang dituju. Kelas Satria. Feby sedikit berjinjit agar dapat melihat juga apa yang Melodi lihat. Bukan langsung masuk, Melodi malah tampak membeku untuk beberapa saat.

"Apaan sih –wuah! Itu bukannya pacar lu Mel? Eh?"

Melodi menyerahkan flashdisk, benda kecil yang tidak lepas dari genggamannya sejak Satria memberikan benda itu padanya tadi pagi. Satria bilang tugasnya menumpuk, dia harus mengerjakan yang lebih penting terkait dengan jurusannya hingga meminta tolong Melodi mengerjakan tugas itu.

Dan apa yang Melodi lihat dengan mata kepalanya sekarang?

"Bener," ucap Feby, "Gak usah dilihat kalau itu bikin lu sakit. Lu mau ini flashdisk gua buang apa gimana?"

"Enggak. Gua cuma nggak mau bikin keributan dan akhirnya malu-maluin diri gue sendiri. Tolong lu aja yang kasiin ya?"

Feby mengangguk dan tanpa mengatakan apa pun lagi dia pun masuk. Dua orang yang dia datangi tampak terkejut melihat kehadirannya. Satria sontak melepas tautan si gadis yang sebelumnya menggelayut manja pada lengannya. Dia juga menutup laptopnya dengan cepat. Gadis yang duduk di sampingnya berdecak, merasa terganggu dengan kehadiran Feby tapi tidak beranjak sedikit pun.

"Feby? Ada apa?" Satria celingukan ke arah belakang, ke pintu masuk tempat Melodi meninggalkannya barusan. Dia menatap flashdisk yang diulurkan gadis itu dengan kening berkerut. "Melodi?" tanya cowok itu singkat namun sangat jelas.

"Dia minta lo nganterin ke sini?"

Feby mendengus. "Lo kira gua kurir dia? Ini tugas lo."

"Eh, serius?"

"Bodo. Nih, flashdisk lo! Tugas lo yang lebih penting ternyata gak penting banget ya Sat!"

"Shit!"

Satria tidak menghiraukan flashdisk itu sama sekali dan langsung berlari keluar. Feby geleng-geleng sebelum kemudian melihat ke arah si gadis yang masih setia duduk di tempatnya. Tatapannya yang masih nggak selow membikin darahnya mendidih seketika.

"Temen gue bikin ini pakek hati, bego banget emang, padahal biasanya dia pinter. Kalau si Satria balik tolong dikasiin ya. Enggak juga bodo amat sih gue."

Tanpa mengunggu jawaban Feby pun segera keluar. Diletakkannya benda itu asal di atas meja. Ia benar-benar tidak peduli, mau flashdisk itu sampai ke tangan Satria atau tidak.

***

"Melodi!" Satria membungkuk, tangannya memegang kedua lutut dan terengah. Dia sempat berlari ke kelas Melodi untuk mencarinya dan ternyata tidak ada. Mencari-cari ke kantin pun tidak ada. dan bodohnya dia melupakan kalau atap sekolah adalah tempat favorit gadis unik itu. tempat mereka pertama kali bertemu.

Melodi menangis? Sama sekali tidak. Dia malah tampak menyeramkan dengan wajah serius yang sudah lama tidak dia tunjukkan di depannya. Sampai saat ini, sudah setahun lebih mereka menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Melodi perlahan mulai berubah.

"Jangan salah paham. Aku bisa jelasin," ucap Satria setelah mendekat.

Melodi diam. Lagi pula, tidak banyak bicara adalah hobinya.

"Tadi itu Sekar, anak kelas sebelas. Kalau-kalau kamu lihat apa yang dia lakuin di kelas aku, beneran, aku udah sering nolak dia, Mel. Jangan salah paham. Kami nggak ada apa-apa. Tanya sama semua orang di kelas aku kalau nggak percaya!"

"Ya, aku lihat kalian senyum lebar banget. Kamu, dan si Sekar itu."

"Aku? Kamu salah lihat kali. Yakin bukan lagi lihat si Asep?"

"Aku bisa bedain mana kamu, mana si Asep. Kamu yang mencoba menjelaskan kayak gini malah bikin aku semakin nggak peduli, Sat. Bodo amat dengan kalian berdua. Sekarang tolong tinggalin aku sendiri."

"Kalian berdua... aku sama Asep?" Satria mengulum senyum.

"Menurut kamu lucu? Kalau kamu nggak pergi, aku aja yang pergi."

"Maafin aku...." Satria jatuh berlutut. Kepalanya menduduk sementara napasnya masih belum juga beraturan. Melodi hampir mengira dia begitu karena kelelahan. Lalu dia mengulangi permintaan maafnya.

"Aku gak bakal berhenti minta maaf sampai kamu maafin."

"Kamu bilang kalian nggak ada apa-apa, kenapa minta maaf kalau gitu?"

"Karena aku merasa bersalah. Aku membuat kamu ngerjain tugas aku. Dengan baiknya kamu sampai mau nganterin tugas itu ke kelas aku pula. Dan apa yang kamu lihat? Cowok kamu yang brengsek ini malah kelihatan asik berduaan sama cewek lain?"

Melodi mendesah. Dia ingin terus marah, namun dadanya berdesir tak tega melihat Satria yang sampai seperti itu. Keringat mengucur dari sela rambutnya sampai ke dahi. Tangan Melodi lalu terulur, dan menggantung di udara beberapa saat.

Satria menatapnya ragu.

"Aku bilang kenapa kamu harus minta maaf kalau kalian memang nggak ada apa-apa? Sekali lagi minta maaf, aku anggap kalian selingkuh beneran ya."

"Oke, maaf -maksud aku, makasih."

"Hmm."

"Kenapa pacar aku makin cantik aja, Mel? Kamu make up hari ini?"

"Cih."

Satria semakin mendekat, tangannya terulur mengusap pipi Melodi hangat. Dia lalu merentangkan tangan seperti akan memeluknya. Melodi sontak mundur.

"Mungkin karena kamu cemburu. Cemburu itu artinya bener-bener sayang kan?"

"Satria, minggir. Kamu keringetan!"

Melodi mengalihkan pandangannya. Pria itu mengulum senyum, tampak merasa semakin gemas.

"Oke. Tunggu bentar sampai aku nggak keringetan lagi." Satria merentangkan tangan dan mendongak, seperti membiarkan alam bekerja untuk mengeringkan keringatnya. Matanya terpejam. Rambutnya yang setengah basah bergerak tertiup angin dengan lembut. Melodi seperti tersihir untuk beberapa saat.

Sejak kapan juga dia jadi setampan itu?

"Gak mau," ucap Melodi ketus. "Aku laper mau makan."

"Oh? Kok sama?" Tangan Satria dengan cepat meraih lengan gadis itu saat Melodi hendak pergi. "Kita pasti jodoh karena perut aku juga kelaperan sekarang."

Tangan Satrai turun meraih tangan Melodi, menggenggamnya kuat sampai gadis itu tidak bisa untuk melepaskannya. Mereka berjalan turun sambil tetap begitu. Setelah Melodi tidak lagi menolak, Satria mencium punggung tangan gadis itu sampai meninggalkan jejak basah di sana.

"Minta digetok ya?"

"Hmm. Getoknya pakek ini dong." Satria menunjuk bibirnya sendiri yang dimonyongkan dengan tangannya yang lain. Melodi semakin melotot ke arahnya dan Satria tertawa semakin puas setelah itu.

***

Gimana part flashback ini guys?

Comment for next  😉❤

Happy Reading!

Melody in Pandemic (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang