Bab 27

606 123 6
                                    

Satria memain-mainkan tepian gelas dengan jari telunjuk. Dia hampir merasa telah berhasil membuka hati Melodi untuknya. Walau sedikit saja. Setidaknya gadis itu tidak bersikap sedefensif sebelumnya.

Dan kenyataan apa yang ia terima sekarang? Gadis itu malah ingin resign? Semudah itu ia mengucapkannnya?

"Kamu pikir semua bisa selesai dengan uang?" ucap Satria dengan nada meninggi.

Melodi masih diam, satu tangannya mencengkeram ujung selimut dengan erat. Kepalanya menunduk dalam, membuat Satria seketika merasa bersalah.

"Carikan aku pengajar lain kalau gitu. Yang sebaik kamu. Apa kamu bisa?"

Tatapan mereka bertemu. Kini Melodi yang hampir merasa bersalah setelah melihat raut Satria yang melembut.

"Kamu yang dulu bilang sama aku, Mel," ucap Satria lagi, "'jangan membuat keputusan saat lagi marah. Aku akan bersikap seperti nggak pernah mendengar itu sebelumnya, jadi tolong... jangan begini oke?"

Melodi memaksakan diri untuk duduk dan menolak saat Satria mencoba membantunya.

Pandangan Satria membuatnya merasa tidak nyaman. Apalagi setelah tangan Melodi menepisnya dengan kasar.

"Aku akan cari," jawab gadis itu yakin.

Satria diam beberapa saat, lalu mengangguk. Melodi mengernyit saat pria itu kemudian berdiri dan keluar dari kamarnya tanpa berkata apa-apa.

Dia pergi begitu saja? batinnya tak percaya.

Melodi hendak berbaring lagi setelah mengecas ponsel lalu mengambil selimut yang lebih tipis di lemari. Dia juga sempat menatap pantulannya di cermin dan melihat betapa berantakannya perempuan yang ia lihat. Mengikat rambutnya asal di satu sisi, Melodi sudah hampir merebahkan dirinya lagi sampai pintu kembali dibuka bersamaan dengan Satria yang masuk.

Tentu saja, pikirnya. Dia sedang berhadapan dengan cowok paling bebal yang dia kenal.

"Ambar bilang udah nyiapin kamu bubur dari pagi," ucap Satria sambil berjalan mendekat. "Bukannya dimakan, dia bilang malah kena semprot katanya. Bilang makasih aja padahal cukup kan?"

"Aku bilang aku baik-baik aja. Nanti juga makan kalau udah laper."

"Kamu makan bubur ini dua sendok dan dimuntahin karena rasanya pahit. Artinya kamu udah nahan lapar dari pagi."

"Itu Ambar juga yang bilang," lanjut Satria.

Ya ampun, mulut anak itu benar-benar!

"Oke. Simpen dulu di situ nanti aku makan." Melodi mengambil ponselnya lalu berpura-pura sibuk memainkannya masih dengan charger yang terhubung dengan stop kontak.

"Makan sekarang," tegas Satria sembari merebut ponsel itu. Satria menyimpan ponsel Melodi dengan hati-hati di lantai, sengaja menjauhkannya dari gadis itu lalu kembali menyodorkan mangkuk bahkan sendok seperti ingin menyuapi.

"Aku bisa makan sendiri." Melodi akhirnya menerima walau setengah hati. Mangkuk itu dengan cepat berpindah ke pangkuannya.

"Soal... yang kamu bilang tadi.... Jadi aku boleh aja berhenti dari Kompas asal nemu pengganti yang cocok?" Melodi bertanya lagi membuat Satria menghembuskan napasnya dan mengangguk.

"Beneran nggak papa aku resign?"

"Kamu mau aku nahan-nahan kamu? Aku juga nggak mau punya pengajar yang kerjanya terpaksa."

"O-key...."

"Cepetan dihabisin buburnya biar aku bisa cepet pulang." Nada bicara Satria terdengar semakin ketus saja.

Melody in Pandemic (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang