Part.2 || Hanya Mimpi?

16.6K 1.3K 45
                                    








"Afnan!" Raihan terlonjak dengan nafas memburu dan keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya.

Tunggu, itu...

Mimpi?

Ia di kamarnya sekarang, dengan kain kompresan di keningnya dengan....

"Afnan," suaranya bergetar hebat, dadanya lagi-lagi bergemuruh merasakan sesak yang luar biasa. Bagai di himpit dinding besar, nafas Raihan tercekat. Obsidian gelapnya meremang saat tangan penuh bekas luka yang menghitam itu memeluk erat lengannya.

"Afnan," hanya nama itu yang sejak tadi melambung, menggema pelan di ruangan sepi itu. Wajah pucat di hadapannya nyata, dengan kepala yang bertumpu pada sisi tempat tidurnya dan tubuh yang terduduk di lantai kamarnya yang dingin.

Afnan menunggunya semalaman, dengan posisi yang terlihat tak nyaman sama sekali namun terlihat nyaman baginya.

"Putra ayah," sebelah tangan Raihan yang tak di peluk Afnan bergerak pelan, mengusap lembut surai legamnya. Kepalanya sedikit bergerak, bukan terganggu tapi justru semakin menyamankan posisinya.

Wajahnya lelah, namun terlihat nyata. Yang kini terlelap di hadapannya dengan begitu nyaman itu Afnan, si bungsu Afnan. Yang baru saja ia...

Ia mimpi kan tentang kepergiannya untuk selamanya, itu Afnan.

Raihan menangis, berucap syukur berulang kali dalam hatinya "Anak ayah, bungsunya ayah..." nadanya kian bergetar, ada getar tak biasa dalam hatinya.








🍃🍃🍃🍃





Raihan beranjak dari tempat tidurnya dengan pelan setelah sebelumnya memangku dengan hati-hati tubuh kecil si bungsu ke atas ranjang miliknya. Ia pikir, Afnan akan terganggu tidurnya. Namun nyatanya, anak itu tak terusik sama sekali. Wajahnya benar-benar mengguratkan rasa lelah yang luar biasa.

Obsidiannya beralih, menatap jam di atas nakas disamping ranjangnya. Waktu menunjukan pukul empat lewat lima belas subuh.

"Capek banget, ya?" tanyanya melirih, mengusap sayang surai legamnya. Obsidiannya menyendu. kenapa begitu menyesakan? Melihat bagaimana keadaan putranya itu, hatinya lagi-lagi sakit.

"Ayah janji bakal memperbaiki semuanya, maafin ayah."







🍃🍃🍃🍃🍃

Tubuhnya menggeliat pelan dengan mulut yang menguap lebar. Rasanya tidur semalam sangat nyaman, beda dari malam-malam biasanya yang selalu terjaga tiap malamnya. Karena tubuh yang sakit dan alas tidur yang tidak terlalu nyaman. Afnan mengernyit, ini bukan kamarnya yang sempit ini...

"Allahuakbar!!" pekiknya keras, terlonjak dan langsung berdiri dari posisinya. Wajahnya panik, luar biasa panik saat ia menyadari jika ia berada di kamar ayahnya dan parahnya ia tidur di atas ranjang sang ayah.

"Udah bangun?" mata Afnan melotot horor, Raihan muncul di balik pintu dengan nampan besar di tangannya. Sepiring nasi dengan beberapa macam lauk di atasnya, tak lupa segelas susu hangat.

"A-ayah, ma-maaf Afnan, afnan--" Raihan berjalan pelan ke arahnya, menyimpan nampan itu di atas nakas di samping ranjangnya.

"Mau makan disini, apa di ruang makan? udah siang, kamu ngelewatin sarapan pagi." jantung nya berpacu berkali lipat lebih cepat, takut-takut sang ayah melakukan hal di luar dugaannya.

"Ma-maksud ayah? Afnan ga ngerti." kepalanya tertunduk dalam, kebiasaan memainkan tangannya saat di landa gugup. Keringat dingin membasahi tubuhnya.

Apalagi yang akan ayahnya lakukan sekarang? Mencambuknya lagi? Memukulinya lagi? Atau mengurungnya di gudang yang gelap dan pengap selama seharian ini?

"Ma-maafin Afnan yah, Afnan ketiduran semalem pas lagi ngompresin ayah. Ayah demam dan kak Arka gak ada di rumah. Jadi Afnan inisiatif sendiri kompresin ayah. Dan Afnan ga sengaja tidur di kasur ayah, afnan minta maaf, Afnan..."

"Sini duduk," suara keras Raihan melembut, tidak seperti biasanya yang di barengi dengan bentakan. Afnan sedikit bingung namun tetap menurut, berjalan pelan ke arahnya dan duduk di bawah lantai.

Raihan mengernyit bingung "Kenapa duduk di lantai? Sini duduk di samping ayah." kepala Afnan menggeleng ribut "g-ga usah yah, di lantai aja." cicitnya pelan dengan kepala yang menunduk takut.

Raihan menghela pelan, ikut duduk di samping Afnan dengan membawa nampan itu tepat di depan si bungsu "ayo makan." Afnan mendongak terkejut "eh? G-ga usah, yah. Afnan.."

"Ayah bilang makan," nadanya menuntut, Afnan kelabakan saat suara Raihan sedikit meninggi.

'Makan aja, daripada berakhir di pukulin nantinya.' hatinya melirih, Afnan mengangguk canggung. Mengambil piring di atas nampan itu dan mulai menyendokannya.

'Uhuk!'

Keningnya mengernyit, sebelah tangannya menutup mulutnya dan sebelah tangannya lagi meremas keras perutnya. Ada yang tidak beres dengan perutnya.

"Ma-maaf, yah!" ia berlari keluar, menuju kamar mandi utama padahal jelas di kamar Raihan ada kamar mandi pribadi.

Raihan ikut beranjak mengejarnya, hatinya gelisah saat ia melihat wajah pucatnya "Afnan!" pekiknya, mengetuk sedikit keras pintu kamar mandi yang terkunci di dalam.

"Afnan! buka pintunya!" Raihan berteriak panik, hanya ada suara air shower yang terdengar. Afnan mengabaikannya.

Di dalam, si bungsu masih terus berusaha mengeluarkan segala macam makanan yang masuk ke perutnya. Wajahnya pucat pasi, dan dadanya mulai menyesak.

Akhir-akhir ini, ia merasa ada yang tak beres dengan tubuhnya. Sering mual tiap kali perutnya di isi, dan--

Selalu ada darah yang menyertai tiap kali ia mengeluarkan isi perutnya.

"Bunda, kepala Afnan sakit." tubuhnya menyandar lemah di dinding, merosot ke bawah dan terduduk di lantai kamar mandi yang dingin dan basah. Kakinya tak bisa lagi menopang tubuhnya, terlalu lemah dan kepalanya terasa begitu berat.

Dadanya perlahan menyesak, 'kemarin cuman mual. Tapi kenapa sekarang di tambah sesak sama pusing mana ada darahnya lagi?'

Matanya memejam, sekedar meredakan rasa sakit di kepalanya yang semakin menjadi. Mengabaikan teriakan sang ayah di luar kamar mandi.

Afnan tak peduli, apa yang akan ayahnya lalukan saat ia keluar nanti karena sudah mengabaikannya.

Mau memukulnya, mencambuknya, mengurungnya di gudang atau apapun itu, Afnan tak peduli. Yang jelas, sekarang ia hanya ingin mengistirahatkan tubuhnya.

Tubuhnya sedang tak sehat, Afnan mengerti.

Ia yang terlalu memaksakan dirinya, tubuh Afnan kelelahan. Tidak, tapi segalanya. Afnan lelah dalam segala hal.

"Afnan! Buka pintunya kalau ga ayah dobrak!"

"...Afnan Kairav! Astagfirullah buka!"

"Afnan! Ya Allah!!"

"...Afnan buka!!"

"KAIRAV!"

_________________

Sarannya seperti biasa💚

Salam Sayang,
Dari Kairav💚

Salam Sayang,Dari Kairav💚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[✔]KAIRAV [Jaemin Ver.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang