'Brak!'
Namanya Afnan Kairav Ravindra, anak remaja usia tujuhbelas tahun. Tubuhnya tinggi menjulang dengan senyum manis khasnya. Wajahnya tampan, walau sedikit terlihat pucat. Menipu semua orang, dengan senyum palsu dan sifat hangatnya.
"Afnan!" namanya menggema keras, beradu dengan angin malam yang menusuk. Ia mendengar jelas namanya di panggil keras. Mengudara dengan hembusan nafas lelahnya.
"A-yah..." bibir pucatnya menggumam lirih, iris karamelnya perlahan terkatup. Menyisakan bau anyir yang menyengat dengan cairan merah pekat mengelilingi tubuhnya.
Suara mobil yang kembali menancap gas nya, meninggalkan tubuh lemah yang terkapar di atas aspal yang dingin. Menyisakan keheningan malam yang beradu dengan angin malam.
Raihan mematung di tempatnya, menatap kosong tubuh terkapar putranya. Itu Afnan, seseorang yang baru saja mendorongnya keras hingga ia terguling tadi. Seseorang yang menggantikannya, seseorang yang baru saja menyelamatkan nyawanya dengan menggantikan posisinya.
Afnan, sekali lagi anak itu menyelamatkan nyawanya. Hanya saja kali ini berbeda, Afnan yang disana—
Ia tak lagi bergerak.
Dengan langkah seribu, Raihan berlari. Bersimpuh di depan tubuh ringkihnya, mengabaikan basah darah yang mengotori stelan mewahnya saat ia memangku pelan tubuh kecilnya.
"Afnan," sekali lagi, ia hanya bisa memanggil nama itu lirih. Dadanya menyesak, rasa takut semakin menguasai hatinya saat huzle legam itu tak kunjung membuka matanya. Padahal jelas sekali ia terus memanggil lirih namanya.
"Afnan bangun." Tubuh lemahnya di gerakan pelan dengan hati-hati, namun tetap tak ada respon apapun dari tubuh kecilnya.
"Afnan jangan tinggalin ayah, Afnan—" tangis Raihan meledak, mendekap erat tubuh kecil putranya. Dadanya kian menyesak. Ada gemuruh tak biasa saat tak ada balasan apapun dari putranya.
Rasa takut menyelimutinya, Rasa penyesalan itu menyesakan dada. ia menyesal, Deki Tuhan...
Seperti cerita sedih dari peri kecil yang mengendarai awan dan terbang jauh menuju dongeng kesedihan.
Tapi, meski kita tidak bisa terbang dan hanya menangis. Kasih sayang dan cinta adalah mimpi yang indah. (Flying, deep in the night)
.
.
.Raihan menyandarkan tubuhnya di dinding, menatap sendu sekelilingnya. Kamar Afnan, lebih kecil dari kamar-kamar yang lain, dengan kasur lipat yang tipis. Tak ada yang mewah seperti yang ia berikan pada Arka, putra sulungnya.
Tubuhnya bergerak sedikit, menghampiri meja belajar kecil yang tertata rapih. Meja yang selalu Afnan gunakan tiap malam untuk belajar. Afnan pernah duduk disana, Afnan kecilnya pernah menyandarkan kepalanya di meja itu saat lelahnya menyerang. Afnan--
Tangis Raihan kembali menggema "maafin ayah, Afnan." dadanya menyesak, kian menyesak saat beberapa ingatannya kembali menghantam telak rasa bersalahnya.
Obsidiannya menatap beberapa lembar kertas kecil yang tertempel di dinding. seperti hiasan sederhana, dengan judul besar 'Keinginan putra bunda Anindira.'
"beli jam tangan baru buat ulang tahun ayah."
"Dapetin maafnya ayah sama kak arka."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔]KAIRAV [Jaemin Ver.]
Fiksi PenggemarYang ia tau, impian itu adalah mimpi yang tak pernah tertidur. "Afnan yang dari awal emang salah udah lahir. Harusnya Afnan ga lahir, kan yah? Harusnya waktu itu bunda gugurin Afnan, bukan malah mertahanin Afnan dan ngorbanin nyawa bunda buat anak...