Part.5 || Sebuah Harapan

11.3K 1K 46
                                    

KAIRAV (A WISH)
.
.
.

💚

Afnan yang sudah siap dengan seragam sekolahnya lengkap dengan jaket lusuhnya tengah berdiri membereskan isi ranselnya. Raihan yang baru keluar sebentar membeli sarapan mematung di ambang pintu.

"Afnan?" tubuhnya berbalik menghadap sang ayah, sedikit msmundur saat Raihan sedikit berjalan cepat ke arahnya "kamu mau kemana?!" nadanya menuntut membuat tubuh Afnan bergetar takut.

"Se-sekokah." jawabnya gugup dengan kepala yang menunduk takut. Raihan mengusap wajahnya kasar. Keras kepala Afnan benar-benar menurun darinya. Raihan akui itu.

"Om Ryan udah ngasih ijin kamu buat pulang emang?!" kepala Afnan menggeleng pelan, demi apa dia sangat takut sekarang. Raihan berucap seolah ia akan menerkamnya.

"Terus?! Kenapa kamu mau pergi sekolah?!" Obsidian Raihan melihat bercak darah di lengan jaket Afnan "...Afnan ga mau ngerepotin ayah terus."

"Ya allah Afnan!" nada suara Raihan bergetar, ia tak peduli lagi jika Afnan melihatnya menangis. Raihan mengambil saputangan di saku celananya, menarik pelan tangan Afnan dan menghentikan pendarahan di tangan anak itu saat Raihan tau Afnan mencabut paksa jarum infuse di tangannya.

Afnan tertegun, Raihan benar-benar menangis di hadapannya "ayah..kenapa?" tangannya yang lain tanpa di perintah terulur menghapus jejak air mata Raihan. Tidak, hatinya sakit saat melihat ayahnya menangis. Ada rasa tak terima saat tetes air mata itu membasahi wajah Raihan.

"Jangan nangis," suaranya ikut bergetar, tanpa sadar ia juga ikut menangis "...ayah jangan nangis, maafin Afnan."

Raihan mendongak, menatap sendu wajah sembab Afnan "...Afnan ga suka liat ayah nangis. Mending ayah ngebentak Afnan, marahin Afnan atau mukulin Afnan daripada afnan harus ngeliat ayah nangis. Afnan ga suka."

"Ayah cuman mau kamu nurut, dengerin kata-kata ayah sekarang. Ayah ngelakuin ini juga buat kebaikan kamu, Afnan! Ayah ga suka liat kamu sakit sekarang. Ayah-"

"Afnan ga ngerti, demi Allah Afnan ga ngerti. Ayah yang tiba-tiba baik ke Afnan, ayah yang ga pernah mukul Afnan lagi, ayah yang ngebentak Afnan tapi Afnan suka, bukan bentakan kasar lagi, tapi bentakan khawatir. Tapi Afnan takut kalau itu cuman ekspetasi berlebih Afnan ke ayah." air matanya di hapus kasar dengan lengan jaketnya. Afnan tertunduk takut dengan tubuh yang bergetar hebat.

Bukankah lebih baik semua berjalan dengan semestinya?

Afnan terlanjur sudah biasa dengan perlakuan Raihan padanya. Bukan perlakuan manis seperti sekarang. Afnan justru takut jika ia akan berekspektasi lebih nantinya.

Raihan bungkam, menatap sendu wajah pucat di depannya. Tangannya bergerak pelan menyentuh wajah si bungsu, menghapus lembut jejak air matanya.

"Maafin ayah," suaranya melirih, Afnan semakin menunduk dengan kepala yang menggeleng pelan "...bukan salah ayah, ini salah Afnan yang baru sebentar di perlakuin baik sama ayah justru semakin ngelunjak. Maafin Afnan, yah. Afnan janji ga bakal ngerepotin ayah lagi."

Raihan berdehem, menghapus air matanya kasar sebelum kembali menatap sendu wajah si bungsu "...mulai sekarang, ayah iklas di repotin terus sama Afnan. Kamu juga anak ayah, anak kandung ayah sama kayak Arka. Kamu-"

"Kalau Afnan ngerepotin ayah terus, ayah pasti bakal makin benci sama Afnan, Afnan ga mau itu. Afnan mau memperbaiki semuanya, afnan-- seenggaknya ayah ga terlalu benci sama Afnan karena Afnan ga ngerepotin ayah."

'Ini sulit, sangat sulit.' Raihan membatin, menatap sendu wajah putus asa sang putra. Afnan yang begitu takut dengannya.

"Tunggu disini sebentar, ayah mau minta ijin dulu sama om Ryan." kepalanya mengangguk patuh, "jangan kabur sampe ayah balik lagi, hm?" lagi-lagi Afnan hanya mengangguk pelan dengan kepala yang masih menunduk takut.

huzle Afnan membola saat satu kecupan singkat mendarat di pucuk kepalanya. Raihan bergegas, berjalan meninggalkan si bungsu dalam keheningan "oh!" kepala Afnan reflex mendongak terkejut saat suara Raihan menggema kembali di ruagannya. Kepala sang ayah menyambul di ambang pintu "ada bubur di dalem plastik itu, udah pake cup. Afnan tinggal makan. Sengaja ayah beliin buat sarapan Afnan. dimakan, hm?" kepalanya mengangguk canggung yang di hadiahi senyuman kecil dari Raihan.

'Ayah makin aneh aja, bunda.'

Aku akan terus tersenyum untuk meringankan hariku, karena setiap hari, hidupku seperti sebuah mimpi (Hope is a dream dosen't sleep)


"Heh?!" itu Reno yang kaget bukan main saat melihat sahabatnya yang kemaren ia bopong ke ambulance kini tengah duduk manis di bangku nya.

Afnan mengernyit heran "apaan dah?!"

"Kok lo disini?"

"Maksud lo? Gue ga ngerti."

"Lo kan di rumah sakit, Nan. Gue sama arjun tuh niatnya pulang sekolah mau jengukin lo. Tapi lo udah sekolah aja?! Kabur lo dari rumah sakit?"

"Kagak yah! bosen gue, mending sekolah ngerecokin kalian." Afnan memasang wajah genit nyebelin di mata Reno.

"Jijik ih Nan anjir."

"Bodo ah, gue mau jajan." Afnan beranjak dari duduknya yang di ekori Reno dari belakang "tapi serius Nan, lo gapapa, kan?"

"Gapapa kali, lebay aja kalian nya gue cuman pingsan gitu doang di bawa ke rumah sakit." sahutnya sedikit kesal juga pada dua sahabatnya itu.

"Pingsan gitu doang bacot lo, Nan. Lo ga tau apa sepanik apa gue sama Reno kemaren?!" itu Arjun yang datang-datang langsung ngegas, Reno yang kaget langsung mendorong kepala arjun kasar.

"Gila! Jantung gue bocah!" arjun mendelik tak terima "ga sopan anjir gue lebih tua dari lo, Ren!"

"Iya iya, maaf kak Arjun yang uwu "anjir najis!"

Afnan hanya tersenyum kecil melihatnya. Mereka berdua, iya mungkin mereka yang bakal Afnan jadiin alesan buat dia sekarang.

Mereka yang buat hidup gelap Afnan sedikit berwarna. Hanya di sekolahnya, Afnan bisa sedikit menarik nafas. Terbebas dari amuk ayah dan kakaknya.

"Btw, makasih." keduanya diam mendengar Afnan tiba-tiba berterima kasih. Untuk?

"Buat apaan? suka ojol ojol kamu mah." sundanya arjun keluar, membuat Reno bingung "...maksud lo? Ojek online gitu jun?"

"Kagak ih bego!"

"Terus?"

"Kagak ah, malas gue ngobrol sama anak monyet mah. ga ngerti-ngerti."

"Ih berantem mulu deh heran!" Afnan kesal, ia melenggang pergi lebih dulu meninggalkan mereka.

"Eh tapi serius, Nan. Lo sakit apa?" Arjun lebih duli menyusul, Afnan hanya mengedikan bahunya acuh "demam, lo kan tau, jun."

"Sampe mimisan gitu?" langkah Afnan terhenti, menatap Arjun bingung "gue-- mimisan juga?"

"Banyak banget malah mah."

"Mungkin kecapean juga." Afnan menjawab ringan, melenggang pergi meninggalkan Arjun dan Reno yang menatapnys heran. Se-- bodo amat itu?

...

Raihan Dareen

Bapaknya Afnan sama Arka, nih💚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bapaknya Afnan sama Arka, nih💚

[✔]KAIRAV [Jaemin Ver.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang