Cleo.
Pagi-pagi banget gue udah sampai kantor, buat ngembaliin formulir extend. Iya, akhirnya gue memutuskan buat nggak extend. Dan tekat gue udah bulat.
Big thanks to Sarah yang udah nyadarin gue.
Sesampainya di depan ruangan pembimbing magang gue rasanya perut gue mendadak mules. Karena dari pertama, pembimbing gue itu udah menaruh harapan penuh agar gue extend.
Dia bahkan udah memberi tahu tugas minggu depan, karena segitu yakinnya gue bakal extend. Tapi maaf ya Pak, pulang lebih penting.
Dengan tangan yang berkeringat gue mengetuk ruangannya pelan. Beliau memang terkenal suka berangkat paling awal dari pada yang lain. Katanya sih karena beliau hidup sendiri, jadi lebih betah di kantor.
Tapi anehnya ini udah ketukan kesekian dan belum ada juga sahutan dari dalam.
Kenapa sih, orang-orang yang lagi dibutuhin tuh malah sering ilang? giliran nggak dibutuhin aja, ketemu mulu di mana-mana.
Sampai menit ke lima belas gue berdiri di situ belum juga ada tanda-tanda kehidupan dari dalam. Sehingga gue menyimpulkan kalau beliau belum dateng.
Tapi tumben banget deh???
"Cleo?"
Suara yang disertai tepukan pundak pelan itu membuat gue sedikit kaget.
"Eh, mas Randi?"
"Ngapain kamu pagi-pagi udah di depan ruangannya Pak Imam?"
Gue cuma tersenyum kikuk, sambil menyembunyikan kertas yang dari tadi gue pegang di belakang tubuh gue.
"Mau nanya masalah laporan magang aja Mas." alibi gue.
Cowok yang tingginya nggak jauh beda dari Kendra itu mengangguk-angguk.
"Pak Imam izin setengah hari, paling baru dateng habis makan siang."
Gue cuma bisa ber-oh ria.
"Pantry yuk? aku bikinin kopi."
"Eh enggak Mas, nggak biasa minum kopi pagi-pagi."
"Ya udah deh teh aja, nggak mungkin nggak bisa minum teh kan."
Belum sempat menjawab, pundak gue udah dirangkul lebih dulu sambil sedikit ditarik buat berjalan ke arah pantry yang membuat gue reflek langsung menjauhkan tubuh gue dari dia.
Sumpah, gue selalu tiba-tiba jadi nggak nyaman kalau ada di deket Mas Randi. Bahkan memanggil Mas aja sebenernya gue nggak nyaman, tapi karena dia memaksa dengan alasan jarak umur kita yang nggak terlalu jauh dan teman-teman gue yang lain juga memanggilnya seperti itu gue mau nggak mau jadi ikutan manggil Mas juga.
"Eh sorry, reflek. Kebiasaan suka ngerangkul Andin."
Andin itu salah satu pegawai sini juga, yang cantik banget. 11 12 lah sama Kak Abel, cocok jadi artis.
"Iya nggak papa, tapi lain kali tolong lebih hati-hati ya Mas. Saya nggak nyaman soalnya kalau asal dipegang gitu."
Kayaknya sekali-kali cowok ini emang perlu ditegasin. Ini bukan sekali dua kali aja, udah berkali-kali dia ngelakuin skinship dengan alasan nggak sengaja. Walaupun bukan skinship yang parah tetap aja gue risih, seumur-umur selain keluarga gue baru Abra dan Kendra yang pernah merangkul gue.
Bahkan Theo yang notabene sahabat gue dari lamapun nggak selancang itu buat asal ngerangkul-ngerangkul.
"Yaelah, pundak doang Kle kayak gue pegang yang lain aja." celetuk cowok itu sambil menatap ke arah yang nggak seharusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Four Seasons
Fanfiction(COMPLETED) Menurut Kendra, kehidupannya terbagi menjadi empat masa, dan sekarang Kendra berada dimasa keempat, masa terakhir, masa dimana dia belajar menerima, belajar berdamai dengan bahagia dan luka yang pernah dia rasa di masa sebelum nya, bers...