7

910 126 52
                                    

Halo, setelah di pikir-pikir gue udah selesai hiatusnya. Gatel tangannya pengen update  :(

Sampai pada hari dimana Ten akan dipinang oleh Taeyong, wajahnya cemberut mengingat sebentar lagi ia akan menjadi seorang istri. Bagaimanapun di usia Ten yang masih muda, ia harusnya bermain kemana pun bukannya malah membersihkan rumah dan menunggu kepulangan suami dari kantor.

Dirinya saat ini berpakaian rapi, tubuh rampingnya di balut dengan tuxedo putih tulang dengan bunga mawar merah mencuat di kantong sebelah kananya. Make up tipis menghiasi wajah, membuatnya tampak segar dan bersinar.

"Ten kenapa cemberut terus?" Taeyeon mengelus pundak lelaki manis itu, menyadarkannya dari lamunan.

"Nggak papa, cuma kesel aja." Ten masih mempertahankan wajahnya.

Taeyeon menghela napas pelan, "Ten kamu mau batalin pernikahan?" Tanyanya.

"Emang bisa, ma?" Ten menatap antusias Taeyeon.

"Bisa, tapi kamu mama keluarkan dari kartu keluarga." Ucapnya sambil tersenyum manis.

Senyuman Taeyeon bagaikan maut untuk nya, bagaimana bisa mamanya mengatakan hal tersebut dengan enteng? Apa memang benar mamanya tidak lagi memperdulikan perasaannya?

"Kamu nggak usah mikir macem-macem, mama peduli sama kamu. Mama sayang sama kamu, tapi ini juga demi mada depan kamu. Kamu tau pilihan orang tua itu pasti yang terbaik buat anaknya." Taeyeon berucap lembut.

"Ma, tapi aku nggak suka sama Om itu. Aku juga nggak kenal sama dia. Ma bilang sama papa buat batalin ajaaa, ugh!" Ten menghentakkan kakinya sebal, menatap Taeyeon memohon.

Mamanya menggeleng keras, "Ten kamu nggak kasihan sama mama papa? Kita cuma mau yang terbaik buat kamu, mama tau kamu nggak suka sama Taeyong tapi nanti lama kelamaan kamu pasti bisa suka sama dia. Percaya sama mama, sayang."

Ten menghela napas panjang, berusaha mengenyahkan pikiran untuk bunuh diri saja daripada menikah dengan Om Om.

"Okeeey, aku nurut."

"Yaudah sekarang kita ke altar, udah di tunggu sama calon suami mu." Taeyeon menggandeng lengan kanan Ten. Sementara nanti lengan kirinya akan di gandeng oleh papanya.

.
.
.

Suara riuh tepuk tangan terdengar di gendang telinganya saat Om Taeyong mencium bibirnya lembut, tangan kanannya menekan tengkuk lelaki manis itu agar dapat memperdalam ciumannya.

Beberapa menit kemudian Ten menepuk dada Om Taeyong tergesa, pasokan oksigen di dalam paru-parunya hampir habis. Dan setelah usahanya, Om Taeyong melepaskan ciumannya dan menatap matanya teduh.

"Istriku." Ia mencium kening Ten.

Pipinya memanas, ia dibuat berdebar karena Om Taeyong.

Pukul tujuh malam mereka sampai di apartemen Om Taeyong, ya bagaimana pun ia tetap harus tinggal bersama suaminya.

"Om, kamar gue dimana?" Tanyanya.

"Kenapa kamu masih panggil gue-lo? Bukannya kita sudah menjadi suami istri?" Om Taeyong menatap tajam Ten.

"Ya serah gue, udah cepet dimana kamar gue, pegel nih." Ten berucap sinis.

"Di apartemen saya cuma punya satu kamar, dan itu kamar saya. Jadi kamu tidur dengan saya. Dan tidak ada bantahan." Lelaki manis itu hampir melayangkan protes saat Om Taeyong berjalan mendahuluinya menuju kamar.

Sesampainya di kamar, Ten menganga lebar. Disana terdapat photo dirinya dan Om Taeyong tertempel di dinding atas ranjang. Photo pernikahannya tadi, tapi mengapa cepat sekali jadinya eh?

Tapi jujur saja, Om Taeyong di dalam photo itu sangat tampan. Sedangkan dirinya tidak terlihat tampan melainkan manis dan —— err cantik?

"Tata bajumu di lemari saya." Ia tersentak kaget saat Om Taeyong berbicara di belakangnya. Tangan Om Taeyong melingkar di perut rampingnya, dagunya berada di pundak kirinya.

"Hng? O-okay."

Sebelum Ten beranjak, Om Taeyong menahannya dan segera menggigit leher janjang yang sudah ia damba-dambakan. Meninggalkan bekas keunguan yang sangat kontras dengan kulit putihnya. Dan saat itu juga lenguhan si manis terdengar seperti alunan indah di pendengarannya.

TBC.

Di Jodohin || TaeTen✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang