9

906 115 16
                                    

Pukul 23.15 Ten pulang, ia masih memakai seragam sekolah seperti tadi pagi. Taeyong sudah menelepon berkali-kali tetapi tidak satupun panggilan diangkat oleh lelaki manis itu. Ia khawatir, seharusnya istrinya pulang sekolah pada jam 14.00 tapi mengapa sampai selarut ini?

Kalaupun ia pergi bersama teman-temannya, ia harus mengabari dirinya. Itu wajib! Karena ia sudah menjadi suami sah dari Ten.

Taeyong berkacak pinggang di ruang tengah melihat istrinya pulang mengendap-endap. Yeah, lampunya sengaja dimatikan.

"Kenapa baru pulang?" Kalimat itu meluncur dari mulut Taeyong. Ia menatap tajam istrinya.

Ten membeku sejenak, "Kenapa? Ya main lah, kayak gak pernah muda aja lu." Ia berjalan menuju kamar tetapi lengannya ditahan dan di hempaskan membuat tubuhnya terjatuh di depan Taeyong.

Hey, jangan harap Taeyong itu akan lembut. Ia bisa marah juga.

"Apa-apaan sih lo?!" Ten menatap Taeyong dengan tajam, punggungnya sakit terbentur lantai.

"Kamu istri saya, kalau mau main bilang saya terlebih dahulu! Kamu sekarang tanggung jawab saya! Jangan kamu pikir karena saya sudah bekerja pulang larut bisa lupa dengan kamu? No! Ini rumah saya, kamu harus menuruti perintah saya!" Ucapnya menggebu-gebu.

Jantungnya berdetak cepat, Taeyong marah? Apa ia keterlaluan sampai ia semarah ini?

"Kamu harus bisa menjadi istri yang baik mulai sekarang. Kamu harus memasak untuk sarapan dan makan malam, menyambut suami sepulang kerja, menyiapkan baju sesudah mandi. Itu pekerjaan kamu! Bukan malah kelayapan gak jelas sampai selarut ini! Masih pakai seragam pula! Mau jadi apa kamu?!"

Ten menunduk. Ia sangat bersalah. Seharusnya tadi pulang terlebih dahulu.

"Minta maaf atau saya hukum?" Hening sejenak, "JAWAB!"

Ten berjengit, air matanya luruh seketika, "A-aku minta maaf. Hiks, a-aku udah salah. Maaf, hiks.. Maaf.." Ia menangis tersedu, berharap Taeyong cepat memafkannya.

Lelaki berkepala dua itu menghela napas panjang, tadi harusnya ia berbicara baik-baik dengan istrinya. Tidak malah membentaknya.

Ia lalu berjalan mendekati istrinya dan mengangkat tubuhnya, menggendong ala koala dan mengelus punggungnya. Membawa menuju kamar mereka. Dan itu membuat Ten semakin menangis meraung.

"Maaaaf hiks.. Ten udah salah. Maaf.." Tangan kecilnya memeluk leher Taeyong erat, membenamkan wajahnya di ceruk leher sang suami.

"Iya, saya maafkan. Tetapi jangan diulangi lagi. Saya tidak suka kamu pergi tanpa ijin dari saya." Ia mengecup pelipis Ten dengan sayang.

Lama tidak mendengar suara Ten menangis, dan beban di pundaknya semakin berat. Ia melihat istrinya tertidur dengan jejak air mata di pipinya. Akhirnya, ia pun menidurkan istrinya di atas ranjang. Mengganti pakaiannya menjadi piyama, mengelap wajah tercintanya yang di penuhi jejak air mata dengan kain basah.

Ia menyusul setelah semua selesai, memeluk Ten dari samping dan lagi lagi mengecup pelipisnya. Ten bergerak risih, tetapi malah berbalik memeluk suaminya itu, menduselkan wajahnya di dada bidang Taeyong.

Dirinya tersenyum lebar, dengan gemas ia memeluk Ten erat dan ikut memejamkan matanya.

TBC.

Di Jodohin || TaeTen✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang