Chapter 7

11.4K 1.8K 351
                                    

Warning : Slytherin squad being nice, probably would be really disappointing soalnya ini pertama kali nyoba pake POV si Draco.

Draco POV

Y/N bertingkah aneh akhir akhir ini. Sejak malam terakhir kami bertemu, dia terlihat menghindariku. Awalnya aku tidak terlalu memikirkannya, mungkin dia merasa perlu menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman temannya, sampai kemarin dia berlari menjauh dariku saat melihatku di lorong. Kelakuannya membuatku cemas.

Kenapa dia berbuat begitu? Apa dia marah padaku? Apa yang sudah aku lakukan? Apa teman teman sekamarnya mengetahui kalau aku berteman dengannya? Selimutku ada padanya dan ada namaku disana, mungkin dia ceroboh menyimpannya lalu temannya memergokinya? Teori ini didukung dengan ucapan Pansy yang membuatku hampir jantungan dua hari lalu.

"Kalau kau suka pada darah lumpur yang sekamar denganku, Dray. Kau mengaku saja, tahu." Pansy yang sedang mengecat kuku Daphne membuka pembicraan.

"Jangan bicara ngawur." jawabku, Daphne terkikik.

"Jangan banyak bergerak, Daphne." Pansy mengomel. "Dray, kau tidak berhenti memandanginya dengan Potter saat sarapan tadi." Daphne terkikik lagi.

"Aku tidak memandanginya." jawabku mencoba terdengar tenang.

"Oh, dia kira kita tumpul dan buta." Theo ikutan berkomentar.

"Apa yang kalian bicarakan." amukku.

"Ya sudah kalau kau tidak mau mengaku. Aku tahu ego-mu sebesar paus biru." Pansy mengangkat bahu. "Asal kau tahu, mungkin kita memang akan agak kecewa kalau kau suka pada seorang darah lumpur, tapi kita tidak akan mengadu pada ayah ibumu, Slytherin menjaga sesama Slytherin, ingat?" aku memutar bola mataku.

"Kalau ketahuan orang tuamu dan kau diusir dari rumah, aku siap menampung. Rumah peninggalan ayah pertamaku yang ada di Oxford masih kosong." sombong Blaise.

Konyol. Aku mungkin berteman dengan Y/N, tapi menyukainya? Tidak. Sejak percakapan itu aku selalu mengingatkan diri untuk tidak terlalu lama memandangi Y/N. Bukan tugas yang mudah karena aku sudah tidak memandangnya dari dekat berhari hari.

Aku mencoba mengingat terakhir kontak kami malam itu, kami membicarakan buku, menjelek jelekan Romeo, berjalan pulang lalu aku mengucapkan selamat malam, well, dan mengecup keningnya. Pembelaanku? Tidak ada. Kelakuanku saat itu murni karena impulsif. Dia memanggilku dengan nama depanku, berarti dia sudah merasa dekat denganku, kan? Lagipula malam sebelumnya dia sudah tidur menyandar padaku. Kecupan di kening bukan masalah besar, kan?

Kedekatannya dengan Potter tidak menyelesaikan kebingunganku. Malah menambah beban pikiran, aku mulai menimbang kemungkinan dia marah karena aku membuat pin pin itu. Well, ide membuat pin pin itu memang datang dariku dan Pansy, aku yang berhasil menemukan mantra yang pas. Sebagai orang kreatif yang kebetulan sangat membenci Potter kami memutuskan untuk membuat pin dalam jumlah banyak. Siapa sangka pin pin itu malah jadi tren, bahkan para Hufflepuf juga memakainya.

Aku tentu saja tidak keberatan dia dekat dengan Potter, aku tidak peduli. Tapi aku mulai menyadari mereka jadi berdua terus sejak malam itu, dan itu membuatku terganggu. Bukankah harusnya mereka berempat? Bukan berduaan? Apa mungkin sekarang mereka bukan cuma berteman? Huh, Potter selalu mendapat segalanya dengan mudah, termasuk perhatian Y/N. Tidak heran.

Aku sedang mengerjakan esai sejarahku saat melihat dari ujung mataku, Y/N dan dua temannya duduk jarak beberapa meja dariku. Aku berterimakasih pada Merlin saat tidak mendapati Potter didekatnya, aku sudah cukup melihat mereka berduaan berhari hari. Untungnya juga aku datang ke perpustakaan sendirian kali ini, jadi tidak perlu was was menjaga mataku dari Y/N. Setelah sadar aku tidak bisa fokus pada esaiku dengan Y/N duduk tidak jauh dariku, dan melihat kesempatan meminta penjelasannya, aku memutuskan untuk mendekati mereka bertiga. Granger terlihat panik saat melihatku mendekat, menyenggol Y/N keras. Aku baru sampai di samping meja mereka, dan Weasel langsung berdiri siap menghajarku. Demi Salazar aku cuma ingin bicara dan aku harus menghadapi orang orang menyebalkan dulu.

"Apa maumu?" tanya Weasley.

"Tidak perlu salty begitu, Weasel. Aku cuma mau pinjam orang ini-" aku menyentuh bahu Y/N "-sebentar." tambahku buru buru.

Weasley menepis tanganku dari bahu Y/N, aku mengangkat tangan, mencoba meyakinkan teman temannya kalau aku datang dengan damai.

"Tidak boleh." Weasley menggeleng, rasanya aku ingin sekali memukulnya. Memangnya dia siapa memutuskan seenaknya begitu. Untungnya Y/N segera berdiri dan menyuruh temannya duduk.

"Kenapa, Malfoy?" tanya Y/N, rasanya lega mendengar suaranya lagi. Aku melirik pada dua temannya.

"Bisakah kita bicara sebentar?" tanyaku.

"Well, bicaralah." Y/N mengangguk..

"Eeh, berdua."

Y/N tidak berfikir panjang sebelum mengangguk. Aku berjalan menjauh dari dua temannya menuju sisi lain perpustakaan, begitu sampai di pojok aku langsung mengkonfrontasinya.

"Kau menghindariku."

"Tidak." dia menggeleng tenang, aku meraih tangannya yang dingin.

"Kita berdua tahu itu bohong. Kenapa kau menghindariku? Apa kau marah padaku? Apa yang kulakukan?" tanyaku bertubi tubi, tidak sabar menunggu penjelasannya.

"Aku tidak menghindarimu dan aku tidak marah." dia mencoba menarik tangannya dari genggamanku, aku memegangnya lebih erat.

"Lalu kenapa kau lari dariku di lorong kemarin?" tanyaku lagi, lebih memaksa.

"Aku tidak-" dia menghindari tatapanku.

"Y/N, please." ugh. Menyedihkan sekali, aku sampai memohon.

"Aku cuma sibuk menemani Harry, oke?" aku jengkel sekali mendengar nama itu disebut sebut.

Iya, Y/N aku bisa lihat kau sibuk berduaan dengannya seminggu terakhir.

"Jadi kau terlalu sibuk menemani Harry sampai lupa padaku?" aku bertanya, terdengar jauh lebih kasar dari yang aku inginkan.

"Aku tidak lupa padamu!"

"Kenapa pula kau selalu berdua dengan Harry akhir akhir ini? Kukira kalian seharusnya berempat?" aku kehilangan kontrol atas emosiku, bertanya agresif.

"Well, Harry perlu teman sekarang ini karena semua orang memusuhinya. Bahkan Ron juga marah padanya. Kau juga." dia akhirnya menatapku.

"Kau membuat pin pin bodoh itu! Dukung Cedric, my arse! Tadinya aku tidak marah padamu, tapi mengingat apa yang kau lakukan pada Harry aku jadi marah!" dia menggeleng dramatis, menatap langit langit.

"Kau licik dan jahat!" aku tidak dengar apa yang dia katakan setelah itu, aku cuma merasakan sakit? Tahu tahu dia sudah berjalan menjauh saat aku sadar bahwa dia baru mengataiku licik dan jahat.

Huh, tentu saja aku yang jahat, kan? Aku memang sejahat itu, lihat, sampai temanku juga mengatai aku licik dan jahat. Mungkin yang baik hanya Potter dan teman temannya. Aku terlampau sakit hati sampai aku lupa meninggalkan alat tulis dan esai sejarah yang kurang dua senti lagi sebelum pulang kembali ke ruang rekreasi.

.

Author's note : ya ampuun, I'm so nervous posting this chapter! Jadi awalnya hari ini mau post chapter lima doang, eh raggilsoenaryoo request minta POV Draco and I was be like: that is interesting, dan aku langsung ngebut nulis dua chapter enem ama tujuh ini T.T

Kalo dua chapter ini kurang memuaskan I'm so sorry, but I'm so excited to see your reaction! >.< kalo mau ada pov draco lagi di chapter chapter ke depan, let me know! :)

Thank you for all the votes, comments and supports. Draco loves y'all.

October 15th, 2020

II • CLOSER ✔ [Draco Malfoy x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang