Chapter 10

12.1K 1.9K 367
                                    

Besok adalah hari tugas pertama Harry, menghadapi naga. Aku tidak berhenti mengkhawatirkan Harry, tapi aku punya janji temu dengan Draco malam ini. Aku sudah naik ke menara astronomi sejak pukul sembilan. Sejak malam kami berbaikan, menara astronomi resmi menjadi tempat kami bertemu dan mengobrol panjang lebar sampai lupa waktu. Hawa sedang dingin dinginnya akhir akhir ini, aku membawa api dalam topeles yang diberikan Draco padaku di danau tahun lalu. Tiga perempat kekhawatiran-ku pada Harry dan tugas pertamanya menguap begitu melihat Draco duduk ditepian menara, kakinya dijuntaikan keluar pagar.

"Kau masih menyimpan ini?" tanya Draco saat melihat aku meletakkan topeles berisi api di antara kami, aku mengangguk. "Kupikir api-nya tidak akan awet lebih dari seminggu." ujarnya.

"Yeah, aku meng-engorgio itu setiap seminggu sekali." jawabku, mengangkat bahu.

Aku langsung tiduran begitu duduk di tepian dan ikut menggelantungkan kakiku keluar pagar.

"Kenapa kau tiduran disitu?! Kotor!" seru Draco menarik lenganku mencoba menarikku duduk.

"Oh, ayolah, Draco kita naik kesini untuk bersenang senang kan." aku tertawa, balik menarik lengannya, memaksanya untuk ikut merebahkan diri di sampingku.

"Aku tidak mau tiduran di lantai kotor." dengusnya.

"Ayolah, Draco, aku tidak akan bilang ke orang orang kalau kau tiduran di lantai, nanti aku juga akan membantumu membersihkan punggung jubahmu kalau kotor." ujarku, tertawa karena dia sudah sebentar lagi menyentuh lantai.

Akhirnya Draco menyerah, memutar bola matanya dan menghela nafas sebelum menepuk nepuk lantai disampingku, merebahkan diri di lantai batu yang dingin. Kami memandang langit malam yang dipenuhi bintang dan bulan sedang purnama malam ini.

"Puas?" tanyanya, menoleh untuk memandangku, aku tertawa dan mengangguk. "Kau ini selalu bahagia, ya?" tanya Draco membuat aku terkikik.

"Tentu saja, Draco." aku mengangguk. "Dengan kebebasan, bunga, buku dan bulan; siapa yang tidak bahagia?" aku mengutip satu bait dari De Profundis*.

Draco langsung menoleh ke arahku, tersenyum, senyum yang aku suka itu.

"Oscar Wilde, De Profundis." ujarnya, mengangguk. "Karena kau yang bilang mungkin lebih tepat kalau 'dengan kebebasan, bunga, buku, bulan dan Draco; siapa yang tidak bahagia.'." ucap Draco, menyeringai, membuatku tertawa lagi, meskipun dalam hati mengamini ucapannya.

"Kenapa, ya, judulnya De Profundis?" gumam Draco, sudah kembali melihati bulan.

"Dari kedalaman. Itu kumpulan suratnya untuk kekasih gay-nya saat dia dipenjara. Dia menulis lima puluh ribu surat untuknya, hanya dalam waktu tiga bulan." jelasku, Draco menatapku.

"Di- dia, gay?" tanyanya, terkejut. "Kupikir dia punya istri?" tanyanya lagi.

"Banyak sastrawan yang punya istri dan punya kekasih sesama jenis, kupikir? Kau tahu Arthur Rimbaud dan Paul Verlaine?" tanyaku, Draco mengangguk lalu menggeleng. Aku mengerutkan dahi.

"Aku tahu Arthur Rimbaud, aku suka baca puisinya, favoritku chanson de la plus haute tour*, tapi Paul Verlaine?" dia menggeleng, aku tertawa lagi.

"Kau aneh sekali, Draco." aku tertawa kecil. "Arthur Rimbaud murid Paul, mereka pasangan kekasih meskipun Paul sudah punya istri. Paul yang menerbitkan kumpulan puisi buatan Rimbaud setelah dia meninggal." aku memandang Draco, wajahnya penuh konsenterasi mendengarkan.

"Apa mereka menikah karena terpaksa, ya?" gumam Draco, kembali memandang langit.

"Mungkin. Entahlah, Draco." aku masih memperhatikan Draco yang terlihat berfikir keras.

"Kasihan sekali, kan. Menikah dengan orang yang tidak dicintai?" tanyanya, kembali memandangku. "Menghabiskan seumur hidup dengan orang yang tidak kau cintai. Merlin, aku mungkin akan lebih memilih lompat dari menara ini sekarang juga kalau aku diberi tahu aku akan menikah dengan orang yang aku tidak suka." ucapnya, bergidik, membuatku tertawa.

"Wow, Draco, aku tidak tahu kau romantis begitu." aku tersenyum, Draco menengok ke arahku.

"Aku tidak bermaksud romantis, sih, tapi aku tersanjung kalau menganggapku begitu." aku hanya tersenyum mendengarnya. "Y/N?" panggil Draco membuatku menoleh lagi padanya. "Apa yang kau pikirkan? Jangan kira aku tidak menyadari ada sesuatu yang mengganggumu." ucapnya pelan, menatap mataku dalam, tawaku berhenti seketika.

"Besok tugas pertama Harry." aku menghela nafas. "Aku takut dia kenapa napa." ujarku, aku bisa mendengar nafas Draco tercekat beberapa saat.

"Tidak perlu khawatir." dia memandangku lalu menatap tanganku yang hanya terpisah beberapa senti dari tangannya. Aku mengangguk, Draco menggenggam tanganku erat, memilin jemariku dengan miliknya.

Draco menjadi sangat perhitungan setelah malam itu aku bilang padanya bahwa kecupannya menakutiku. Dia selalu memandangku dengan tatapan, entahlah, aku tidak bisa menjelaskannya dengan kata kata, aku hanya tahu kalau kalau dia memandangku seperti itu dia sedang meminta izin untuk melakukan kontak fisik apapun. Aku sekarang sudah terbiasa dengan tangannya yang setiap menggenggam tanganku selalu terasa hangat, berbanding terbalik dengan gayanya yang dingin. Aku suka memainkan cincin keluarganya kalau kami sedang bergandengan tangan.

"Lagipula Potter itu anak yang bertahan hidup, umur satu tahun saja dia sudah mengalahkan penyihir hitam terkuat beberapa dekade terakhir." jelas Draco, masih memilin jemariku. "Apapun tugas besok, dia pasti bisa melewatinya hidup hidup." katanya, membuatku terkekeh meski masih merasa sedikit khawatir.

"Benar juga." gumamku, membuat Draco memberiku senyuman favoritku itu.

"Aku memang selalu benar, Y/N. Sekarang berbahagialah! Lihat sekarang kau sudah punya kebebasan, buku bulan, aku dan- oh, kau tidak punya bunga." gumamnya, langsung terduduk dan menunduk untuk melihat ke arah bawah menara. "Kau mau kuambilkan bunga biar kau tidak punya alasan bersedih?" tanyanya, aku tertawa ikut terduduk.

"Tidak perlu, Draco. Baiklah, aku tidak sedih lagi." aku tersenyum lebar, memberinya bukti bahwa aku sudah tidak mengkhawatirkan apapun. "Terimakasih, Draco."

Draco menatapku lama, tangannya terangkat untuk menyingkirkan anak rambut yang jatuh di dahiku.

"Apapun untukmu, darling."

.

*De Profundis : buku kumpulan surat yang ditulis Oscar Wilde untuk kekasih gay-nya Lord Alfred Douglas, De Profundis sendiri bahasa latin yang artinya 'dari kedalaman'.

*Chanson de la plus haute tour : judul puisi karya penyair Prancis, Arthur Rimbaud. Artinya 'nyanyian dari puncak menara tertinggi'

.

Author's note : hello, kuharap ga ada yang tersinggung, ya, ada scene kilat yang nyerempet lgbt disini. Aku ga berniat untuk menyinggung siapapun :) My blog is a safe place for everyone!

dan btw, aku suka banget nyelipin hal berbau academia gitu di fics aku, idk if you guys like it? Ada banyak hal begituan (bahas buku, sastrawan, anything relate 18, 19 century) ke depannya.

Aku udah lama ya ga makasih ke kalian yang udah baca, vote dan komen? Thank you <3 y'all wonderful, love you.

October 19th, 2020

II • CLOSER ✔ [Draco Malfoy x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang