Warning! : lots of dialogue! 3/4 chapter ini dialog, nulisnya berasa nulis naskah drama. Cheesy di akhir :P
Aku duduk di tepian menara astronomi, menyandar ke pegangan besi dan memandang bebintangan. Aku mengeratkan selimut yang aku taruh di sekitar bahuku. Ada banyak hal yang terjadi hari ini. Pagi tadi aku bangun masih di sofa di depan perapian, Draco sudah menghilang, begitu juga dengan bukuku dan handuk yang dia pinjamkan semalam, gantinya sebuah selimut dengan warna hijau olive memelukku, selimut yang sama yang sedang aku pakai.
Lalu petang tadi saat pengumuman juara untuk turnamen triwizard, semuanya baik baik saja sampai piala api memutuskan bahwa kali ini mereka punya empat juara. Nama Harry dimuntahkan paling terakhir, membuat semua orang terbengong bengong dibuatnya. Tapi yang paling mengganggu pikiranku bukan terpilihnya Harry menjadi juara, malahan sikap Ron. Dia berkali kali menyuarakan betapa kecewa-nya dia pada Harry karena mendaftar sendirian, dia tidak lihat betapa kagetnya Harry saat namanya dipanggil? Wajahnya bahkan lebih pucat daripada saat menghadapi dementor. Aku belum bertemu Harry lagi sampai sekarang, mungkin dia sibuk diinterogasi tiga kepala sekolah dan dua pegawai kementerian.
"Ehem." seseorang berdehem dari arah pintu, aku menoleh dan tentu saja aku menemukan Draco Malfoy berdiri disana, menyaringai.
"Sudah kubilang, kan, Potter itu tukang pamer." ucapnya duduk tepat disampingku, ikut menjuntaikan kakinya dan menyandarkan pelipisnya ke pegangan besi, menatapku.
"Kalau kau kira dia mendaftarkan diri, dia tidak, Malfoy." aku balik menatapnya, Draco hanya memutar bola matanya lalu melemparkan pandangannya ke langit luas.
"Kau lihat rasi bintang disana itu?" dia menunjuk bebintangan di utara.
"Ada banyak bintang disana." aku mengangkat bahu, Draco terkekeh.
"Ada lima belas bintang disana yang membentuk aku." lanjutnya, aku menatapnya tidak mengerti.
"Draco." jelasnya. Aku tertawa kecil.
Jujur saja, aku baru tahu ada rasi bintang bernama Draco. Aku kira namanya diambil dari bahasa latinnya naga, ternyata juga berdasarkan rasi bintang?
"Kukira tradisi memberi nama anak menggunakan nama bebintangan kebiasaan keluarga ibumu?" aku mengangkat alis, Draco mengangkat bahu.
"Mungkin ayahku pikir itu keren." katanya, kembali menatapku. "Kau menyelinap malam malam kesini sempat sempatnya membawa bawa selimut?"
"Aku kedinginan." aku kembali mengeratkan selimut di sekitar bahuku.
Entah dorongan darimana Draco memegang pipiku, membuatku berjengit kaget. Cincin yang ia gunakan terasa dingin menggigit di pipiku. Tangannya berpindah ke dahiku, berhenti disana.
"Kau sakit? Kau demam." ucapnya, telapak tangannya masih memegang dahiku.
"Tidak. Tanganmu yang dingin." aku menjauhkan wajahku dari jangkauan tangannya.
"Tapi kau demam." ujarnya, aku menggelengkan kepala.
"Aku merasa sehat." jawabku ngeyel.
"Kepala batu."
"Cerewet."
Kami berdua saling tatap lalu tertawa tawa.
"Ohiya, ini bukumu. Aku sudah selesai baca." dia menyerahkan buku The Great Gatsby yang menghilang dari pinggir perapian pagi tadi.
"Kau sudah membacanya?" Draco mengangguk, membuatku menyeringai.
"Jadi kau sudah tidak anti penulis Amerika lagi?" godaku, Draco memutar bola matanya lagi.
"Tidak sebagus The Picture of Dorian Gray-nya Oscar Wilde." komentar Draco. "Semua tokohnya disitu tolol, termasuk Gatsby." lanjutnya.
"Oh yeah, aku harus setuju dengan itu." aku mengangguk mengiyakan. "Gatsby tidak benar benar mencintai Daisy, hanya obsesi." Draco ikutan mengangguk setuju.
"Mengingatkanku pada Romeo Juliet." ucap Draco.
"Oh Merlin, jangan mulai dengan Romeo dan Juliet, mereka berdua sangat bodoh." aku terkekeh, menggelengkan kepala. "Tapi harus kuakui memang Romeo itu romantis sekali." lanjutku.
"Romantis apanya?" cemooh Draco. "Pagi hari dia menangisi Rosaline, sorenya jatuh cinta pada Juliet."
"Bukankah laki laki memang mudah berpaling begitu?" tanyaku, Draco menoleh menatapku, entah kenapa terlihat tersinggung.
"Aku tidak begitu." tegasnya. Aku mengangkat alis.
"Aku tahu." aku mengangguk, balik menatap Draco yang tampaknya terkejut mendengar jawabanku. "Kau tidak terlihat seperti tipe pria macam Romeo yang- menikahi cewek yang baru ditemui sekali."
Draco tertawa, menggelengkan kepalanya pelan.
"Tentu saja tidak." dia menatap jari jarinya sendiri. "Kau pikir Romeo romantis karena itu?" tanyanya.
"Tentu saja tidak! Itu tindakan ceroboh." aku menggeleng. "Aku cuma suka sekali dengan dialog terakhirnya, sebelum minum racun."
"Thus with a kiss, I die? Dengan ciuman, aku mati?" tanya Draco, aku mengangguk. "Yeah, Shakespeare memang menulis bagian itu dengan sangat indah."
Kami saling tatap, lalu saling memberi senyuman sebelum kembali menatap langit malam. Kami hanya diam selama lima belas menit setelahnya, hanya sesekali terkekeh karena Draco berkali kali menendang pelan kakiku yang tergantung keluar pagar pembatas, aku membalasnya dengan memukul lengannya.
"Hey." panggilnya, aku ber-hm pertanda aku mendengarkan. "Kau betulan sehat sehat saja? Aku agak khawatir karena kau ketimpa air segalon dini hari kemarin, belum tidur semalaman, lalu tidur di ruang rekreasi sampai pagi. Badanmu tidak sakit sakit?" aku tertawa mendengar ocehan panjangnya.
"Aku baik baik saja, Draco." jawabku, Draco berjengit mendengar aku menggunakan nama depannya, membuatku luar biasa malu. Apa ini terlalu dini untuk memanggilnya dengan nama depan? Apa aku membuatnya tidak nyaman? "Maksudku, Malfoy." tambahku cepat.
"Eeh, bagus, kalau begitu. Tapi badanmu hangat, mungkin kau harus minum penurun panas atau apalah." jawabnya canggung, aku mengangguk tidak kalah canggungnya.
Tiba tiba Draco berdiri, lalu menepuk jubahnya yang berdebu karena duduk dilantai.
"Ayo, pulang. Tidak mau kau tambah sakit karena kurang tidur." dia menawarkan tangannya untuk membantuku berdiri.
Aku menerima uluran tangannya sebelum berdiri dan melipat selimut yang aku bawa, Draco dengan sabar menunggu, menyandar pada pagar besi. Kami berdua berjalan mengendap endap sepelan mungkin, Draco memimpin di depan, sesekali meremas tanganku yang digenggamnya menandakan untuk bersembunyi. Sesampainya di depan ruang rekreasi, dia melepas pegangan.
"Eh, ini selimutmu, kan? Terimakasih sudah meminjamkan, ini aku kembalikan padamu." aku mengulurkan selimut hijau olive yang aku bawa. Draco hanya menatapku, tersenyum.
"Bagaimana kau bisa tahu ini punyaku?" tanyanya.
"Ada nama 'D, Malfoy' di salah satu ujung sisinya." aku mengangkat bahu.
"Tidak apa kau pegang dulu. Tampaknya kau menyukai selimut ini. Hati hati saja jangan sampai namaku kelihatan teman sekamarmu." Draco menaruh tangannya dibahuku, mengusapnya lembut. "Selamat malam, Y/N." dia mengecup dahiku sebelum meninggalkanku yang terpaku kaget setengah mati di depan pintu.
Apa yang- apa yang barusan terjadi?
.
Author's note : eww, cheesy banget :P tenang, chapter selanjutnya sama golden trio kok, buat selingan biar ga Draco Draco mulu.
October 15th, 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
II • CLOSER ✔ [Draco Malfoy x Reader]
Fanfiction[sequel to ALTERATION] Tahun keempat, Draco dan Y/N merahasiakan hubungan pertemanan mereka dari para siswa siswi Hogwarts. Set time : GoF Reading guidance : Y/N : your name Y/L/N : your last name