018 - I Think You Make Me Fall Again

106 16 0
                                    

"Kau yakin tidak ingin bergabung denganku?" Aiden menatap ke atas--memandang langit--seperti yang kulakukan sebelumnya.

"Kenyataannya aku tidak membawa baju ganti dan berenang tanpa sehelai pakaian atau hanya mengenakan pakaian dalam, merupakan hal aneh dalam sejarah kehidupanku."

"Kau bisa pakai bajuku." Dia mengedikkan bahunya kemudian melirik ke arah pakaian yang kutumpuk di samping, tempat aku duduk menunggunya. "Hanya jika kau memang mau bergabung denganku."

Aiden menyembunyikan wajahnya pada genangan air sungai, meninggalkan punggung dan tangan kanan-kiri yang timbul saling bergantian, menuju ke arah tepi sungai.

"Terbawa suasana jika berenang bersama di malam hari tanpa keberadaan orang lain. Kau tahu, 'kan, peristiwa seperti itu terkadang hadir dalam film-film romantis. Aku tidak ingin hal itu terjadi pada kita, meski kau telah mengklaimku secara sepihak."

Melangkah ke arahku, aku yakin bahwa Aiden telah mendengar ucapanku barusan. Terlihat dari bagaimana ia menatap ke arah sini, kulihat raut kekecewaan di sana. Kedua alis Aiden menurun datar, kening mengerut, dan ia sempat mengembuskan napas panjang saat aku selesai mengatakannya.

"Mm sebenarnya aku kecewa saat kau menolakku lagi dan lagi, Megan," ujar Aiden ketika ia benar-benar sampai di sisiku. "Tapi ... aku tidak akan memaksamu lagi. Hanya saja kuharap kau mau mendengar kisah dongeng malam ini, serta mau mengobrol denganku."

"Pakai saja pakaianmu terlebih dulu."

"Akan kukenakan di sini dengan jaminan, kau tidak akan mengintip." Aku sungguh muak saat mendengar ucapan Aiden barusan.

Kuakui bahwa Aiden memang sangat tampan, bertubuh tinggi atletis, serta cukup cerdas di antara para atlet lainnya. Sehingga terasa mustahil jika ia tidak menjadi sasaran empuk buat kaum hawa di sekolahku.

Sampai akhirnya, sebagai upaya menutupi kenyataan tentang kebenaran ucapan penuh rasa narsisme Aiden, aku pun langsung berujar dengan nada jijik, "Ewh, demi Tuhan! Penghuni surga akan mengutukku jika aku ketahuan mengintip."

Secepat mungkin, aku berbalik--memunggungi Aiden--bersiap untuk bangkit dari tempat dudukku. Namun, belum sempat berdiri, telapak tangan Aiden yang setengah basah terlebih dahulu menahan pundakku, hingga meninggalkan jejak dingin di sebagian tubuhku.

"Kalau tidak ingin berenang, berarti kau bersedia menemaniku mengobrol atau mendengarkan kisah dongengku."

Aku menoleh ke arahnya. "Demi Tuhan, Aiden, aku tidak pernah bilang 'ingin'. Aku hanya mau pulang."

"Liar."

"He?"

"Ya, kau."

Aku bangkit dari dudukku, saat Aiden menunjuk menggunakan telunjuknya. Perasaan tidak terima menguasai, sehingga kedua tanganku terasa ingin mendorongnya dari jembatan. Bukan masalah besar, kok, karena di bawahnya adalah anak sungai dan Aiden bisa berenang kurasa dia akan baik-baik saja.

"Oh, Aiden, aku sungguh benci kau," kataku sambil mendorong Aiden kuat-kuat agar ia jatuh kembali ke sungai, tapi ... "Aa!!!"

Secepat kecepatan cahaya, aku tidak bisa berhenti untuk menyelamatkan diri saat Aiden menarik tanganku, bersamaan dengan aku yang mendorongnya. Telingaku seketika berdengung, hanya memperdengarkan suara ceburan air dengan mata yang sempat melihat partikel--seperti kumpulan alga--dalam sungai.

"Shah!" Kuembuskan napasku secara kasar kemudian menghirup oksigen dalam-dalam, setelah berhasil mengeluarkan kepalaku dari genangan air.

Secara jelas, aku bisa mendengar suara tawa mengejek milik Aiden. Sehingga tanpa pikir panjang, setelah mengetahui keberadaannya, aku bergegas menghampiri Aiden. Namun, lelaki itu lebih tangkas dari yang kupikirkan. Ia berenang menjauh dan membuatku terpaksa mengikutinya dengan mengabaikan betapa dingin air sungai pada malam hari.

After Aiden Kissed MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang