Aku sampai di rumah sedikit terlambat malam ini. Aiden mengantarku pulang dengan penuh tanggung jawab, di mana ia berdiri di sisiku saat aku mengetuk pintu dan dad yang membukanya, dengan sorot mata bertanya.
"... karena sudah membuat Megan terlambat, tapi karena suatu hal aku harus menemani Megan membersihkan diri dan--"
"Maaf karena telah menyelamu, Anak muda. Tapi, bisa kau perkenalkan diri terlebih dahulu atau kau mungkin ingin mengenalkannya denganku, Nak." Dad menoleh ke arahku. Nada suaranya pun tidak mengandung amarah yang terpendam. "Megan?"
"Oh, yeah. Dia teman sekelasku, Aiden, dan kami baru pulang dari pesta salah satu teman kami." Aku menunduk sejenak, demi melihat pakaian basah yang setengah dihangatkan dengan jaket atlet milik Aiden (Untuk kedua kalinya, aku kembali mengenakan jaket. Ugh! Ini akan menjadi terakhir kalinya. Sumpah! Jika aku lupa, maka tolong ingatkan aku.) kemudian kembali berujar, "Lalu karena kecerobohan seseorang, aku harus menjadi salah satu korban yang jatuh ke kolam." Well, aku harus sedikit berbohong agar dad tidak berpikir aneh.
Dad menoleh ke arah Aiden lalu ke arahku dan kembali lagi pada Aiden.
"Apa kau orang ceroboh yang dimaksud Megan?" Dad bertanya pada Aiden dan saat kulirik sebentar, lelaki itu mengangguk.
Aku ingin tertawa, tapi berusaha kutahan karena ini adalah pertama kali Aiden mengaku bahwa ia adalah manusia ceroboh. Padahal, kenyataannya Aiden tidak seperti itu. Bisa dibilang, dia adalah sosok yang tertata--kukatakan demikian karena sering kali aku melihat Aiden melakukan hal serupa seperti kebiasaan.
Seperti beberapa di antaranya yakni; pertama; Aiden akan menaiki tangga dengan cepat setiap pagi di sekolah, kedua; Aiden selalu melakukan push up setiap kali ia mengomsumsi banyak makanan di kafetaria, dan ketiga; Aiden adalah kapten football dengan kerja keras paling ketat--lelaki yang diam-diam kusukai seringkali berlatih lebih larut, dari anggota lainnya.
"Yes, Sir," ujar Aiden, "seseorang mendorongku secara tidak sengaja, sehingga aku jatuh dan ... yeah. Berakhir seperti ini." Mengusap tengkuknya, ia menunduk sedikit di hadapan dad seolah-olah perasaan bersalah sedang merajai jiwanya. "I really sorry to make her become wet."
"Fine. You can go now before you get flu."
Aiden mengangguk, menuruti saran dad sekaligus berterima kasih dan mengucapkan selamat malam padaku, sebelum ia melangkah menuju mobilnya. Sambil melambaikan tangan, aku menunggu hingga kendaraan Aiden menghilang dari pandanganku.
Setelahnya, dad menyentuh pundakku sambil menarikku ke dalam rumah.
"Kau akan kena flu jika terlalu lama dalam keadaan basah," ujar dad yang sebenarnya menimbulkan sedikit kecurigaan. "Tapi setelah mandi, kau harus bicara di hadapanku."
Benar, 'kan?! Dad memang tidak pernah melepaskanku begitu saja, jika ia melihatku pergi dengan seorang lelaki. Untungya, ia tidak memergokiku pergi bersama Steven karena andai itu terjadi, maka persidangan ini akan memakan waktu lama.
Aku menahan diri untuk tidak memutar mata lalu berkata, "Yes, Dad." sambil melangkah masuk dan ketika ingin pergi ke kamarku, aku melihat Jeff berdiri di salah satu anak tangga dengan lengan yang saling melilit, serta kedua kaki yang terbuka selebar bahu.
Jeff menatapku tajam, saking tajamnya hingga kedua alis saling menukik ke bawah dan keningn lelaki itu secara jelas menggambarkan kerutan dalam.
"Kau berkencan dengan Aiden, ya?" Dia bertanya dengan nada seolah menuduh dan tuduhan tersebut seakan-akan kesalahan besar bagiku. "Kau jelas-jelas tampak jatuh cinta dengannya." Jeff bahkan rela menghadang langkahku hanya demi mendapatkan jawaban yang menurutku, sama sekali bukan urusannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Aiden Kissed Me
Teen FictionMegan diam-diam menyukai Aiden dan tidak pernah sekali pun memimpikan untuk berkencan dengan sang Bintang Lapangan. Namun, bagaimana jika satu ciuman di tengah lapangan, ternyata malah membuat Aiden secara tiba-tiba mengklaim Megan sebagai miliknya...