"Sejak kau memangkas jarak dengan sahabat laki-lakimu."
Aku menahan napas sesaat setiap kali teringat jawaban Aiden yang seperti itu. Sepanjang kelas, tujuh kata--entah serius atau tidak--selalu saja menghantui hingga membuatku kehilangan konsentrasi.
Alma yang duduk di sampingku, selalu bertanya tentang apa yang terjadi padaku. Namun, pembawaan guru killer dari Mrs. Pamela senantiasia menghalangi obrolan kami. Bahkan ketika Jackson mengirimiku secarik kertas berisi bantuan agar Alma mau menegurnya lagi, berakhir gantung karena Mrs. Pamela memergokiku melamun dan mengusirku dari kelas.
Sialnya, tidak ada pilihan untuk bertahan dari perintah Mrs. Pamela, sehingga aku terpaksa meninggalkan kelas sebelum waktunya dan berakhir di sini.
Yeah, di sini. Di bawah tribun kecil--tempat para anggota football biasanya berkumpul untuk beristirahat--yang menghadap langsung, ke arah lapangan berumput, bersama sekantung snack wortel kering.
Matahari tidak terlalu panas hari ini, di mana para pembaca cuaca harian biasa menyebutnya sebagai 'Berawan' dan aku menysukuri hal itu. Aroma rumput basah selepas hujan semalam, masih menjadi favoritku. Aku menggelar kain bekas, sebagai alas duduk yang kutemukan di ruang latihan marching band. Sambil menikmati wortel kering, aku sesekali bernyanyi beberapa bait dari setiap musik yang terdengar melalui headset, serta membaca tips and trick mengenai 'Menjaga Sebuah Hubungan'.
Sebenarnya artikel yang kubaca sejak lima belas menit lalu, bukanlah gayaku. Ini adalah kesukaan Alma, di mana jika waktu senggang ia selalu membaca topik-topik tersebut lalu mulai menggurui kami. Alma selalu mengatakan, bahwa aku dan Jackson adalah manusia lugu sehingga perlu mendapatkan pelajaran seperti itu.
"Megan!" Aku menoleh ke belakang saat suara ceria Alma memanggilku. "Di sini kau rupanya. Kau tahu, aku sudah mencarimu di mana-mana dan aku menemukanmu di sini."
Alma berjongkok di sisiku, mengintip apa yang kulakukan dengan ponselku dan tanpa izin, mencabut headset-ku.
"Kau galau?" Alma melepas headset-ku dengan mimik jijik, seolah ia baru saja memegang kotoran. "Demi Tuhan! Ini bukan gayamu dan ... apa-apaan yang kau baca itu?"
"Bukankah kau sudah tahu masalahnya?"
"Masalah apa?" Alma menaikkan kedua alisnya. "Jika kau ingin membicarakan Deviter dan Jackson, maka aku tidak ingin mengatakannya."
"What?"
Alma menoleh ke arahku, setelah ia memalingkan padangannya.
"Tentang masalahmu itu, aku yakin kau bisa menyelesaikannya sendiri. Buktinya saja, sekarang kau bisa seceria ini seolah tidak ada masalah apa pun."
"Memang benar." Alma mengangguk pelan.
Aku pun turut mengangguk, lalu mengambil buku dan pulpen dari dalam tasku. "Jadi bantu aku untuk menjadi heartbreaker."
"Are you serious about doing it?" Nada suara Alma terdengar sangat meragukanku dan itu sungguh membuat hatiku semakin ragu. "You fell in love with him, Megan." Dan semakin ragu saja, hingga aku menutup kembali bukuku.
Aku meneguk saliva pelan-pelan, sambil kembali berpikir tentang tantangan Jeff, serta perasaan yang hanya diketahui oleh beberapa orang saja. Selain itu, bukankah hal bodoh jika aku menyakiti orang yang kusukai dan sekarang, tampak memperlihatkan lampu hijau untukku. Tentu aku akan menyesal jika kehilangan kepercayaan Aiden.
Akan tetapi, bagaimana jika di balik sikap Aiden yang mendekati secara mendadak adalah upaya untuk meningkatkan popularitas. Aku memang gadis biasa di Santa Monica High School dan orang-orang populer di gedung ini, memiliki permainan kurang ajar. Yakni permainan mendapatkan perawan lawan jenis paling banyak, dan akan diumumkan saat upacara perpisahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Aiden Kissed Me
Ficção AdolescenteMegan diam-diam menyukai Aiden dan tidak pernah sekali pun memimpikan untuk berkencan dengan sang Bintang Lapangan. Namun, bagaimana jika satu ciuman di tengah lapangan, ternyata malah membuat Aiden secara tiba-tiba mengklaim Megan sebagai miliknya...