023 - Two Honesty And One Lie

69 15 0
                                    

"Bagaimana cara bermainnya?" Aiden bertanya dan itu membuatku keheranan.

Heran antara Aiden memang idiot atau dia hanya ingin mengetesku, sambil mengambil contoh tentang topik apa yang akan kubicarakan.

Aku mematahkan kepalaku ke arah kanan sejenak, kemudian kembali seperti awal. "Well, do you want me to do it first?"

"Yeah, jika kau tidak keberatan." Aiden mengangkat kaki kirinya lalu menekuk, dan meletakkan di atas lutut kanan. "Aku ingin kenal kau lebih jauh, setidaknya dari sini semoga kau tidak berbohong."

"Ck, kau bisa berbohong di seluruh permainan, tapi kau akan bertanggung jawab di hadapan Tuhan nanti."

Aiden tertawa mendengar sindiranku dan setelah beberapa detik ia berujar, "Two honesty and one lie. I'm a athlete, I'm fall in love, and I think you are cute."

Refleks hatiku berbunga-bunga, tetapi ketika teringat kalimat terakhir Aiden, aku langsung menampilkan ekspresi cemberut. Entah ini diperlukan atau tidak, tetapi aku kesal saja karena secara tidak langsung ia mengatakan, bahwa aku kurang menarik.

Tapi kenapa ia bisa jatuh cinta? Aku bertanya-tanya di dalam hati.

Hingga beberapa saat terdiam, sehelai daun yang jatuh dari pohon hias pinggir lapangan pun berhasil menyadarkanku.

"Dengan siapa kau jatuh cinta?" Serius! Aku bertanya tanpa berpikir, sehingga Aiden tidak langsung menjawab dan hanya menatapku sambil tersenyum miring.

Oh! Aku suka senyum itu.

"Two honesty and one lie," ujarnya, "kita tidak punya peraturan untuk bertanya, bukan?"

"Kau cerdas," ucapku dengan nada menyindir. "Jadi sekarang giliranku. Aku sedikit menguasai taekwondo, aku benci orang populer, dan kau sangat jelek."

Sebelah alis Aiden refleks terangkat, senyum lebar terpampang jelas di wajahnya, dan kemudian ia tertawa kecil. "Well, thanks. Kau telah memujiku, padahal aku justru melakukan hal sebaliknya."

"Memuji bukan hal yang berdosa." Aku mengubah posisi dudukku. Yakni, menggeser bokongku agar menatap langsung ke arah Aiden, melipat kaki kananku dan membuatnya seolah sedang bersila. "Ngomong-ngomong, apa kau suka wortel keringnya? Kau nyaris menghabiskan seluruhnys."

Aiden menatap ke bawah lalu menatapku lagi. Beberapa kali ia lakukan, hingga aku berpikir bahwa dia tampak seperti seorang idiot.

"Apa kau marah? Aku sungguh tidak sadar telah--"

"Habiskan saja. Aku sudah cukup bosan karena terlalu sering memakannya."

"Well, thanks." Aiden mengambil bungkus wortel kering, memakan sisanya hingga keberadaanku seolah telah menghilang.

Dan kalian tahu, bagaimana perasaanku sekarang? Aku merasa seperti pahlawan yang telah menyelamatkan dunia. Aku tersenyum-senyum sendiri, terutama saat melihat betapa lahap Aiden memakan wortel kering milikku. Kemudian mencoba menyanyi lagu Taylor Swift dengan suara super pelan.

"Kau sedang nyanyi, ya?" Suara Aiden tiba-tiba menghentikan nyanyianku, yang mana malah tergantikan dengan keterkejutan luar biasa.

Keterkejutan itu ditandai oleh, botol air mineral yang jatuh akibat tersenggol lenganku, suara memekik seperti tercekik, dan napasku bergerak cepat seolah habis lari marathon.

Kedua mataku terbelalak menatap Aiden, di mana sosok yang mengejutkanku justru tertawa.

"By the way, I like your voice," ucap Aiden, sambil memberikan sebotol air mineral yang telah kujatuhkan sebelumnya. "Kenapa tidak ikut paduan suara saja?"

After Aiden Kissed MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang