061 - The Truth About Aiden [END]

324 16 4
                                    

Cinta selalu mengalahkan segalanya.

Beritahukan hal itu untuk mereka yang sedang dimabuk cinta. Tapi katakan juga padaku karena aku telah menerapkannya, hingga berubah menjadi sosok plin-plan.

Sebenarnya ini sungguh memalukan. I swear, tapi bagaimana bisa aku tidak menerima ajakan Aiden jika Tuhan menuntunku ke suatu fakta yang baru saja kuketahui.

Ingatanku dipaksa untuk memutar ulang kejadian yang telah lama kualami, memaksanya terus mengingat hingga meninggalkan pusing di bagian kepala. Aku tidak yakin, apakah ini akan menjadi akhir yang bahagia atau tidak, tetapi jika aku kembali menolak Aiden dengan alasan 'there was no more chance' dan 'will not fall into the same hole' maka hendaknya aku melabeli diriku sebagai gadis bodoh akibat mengedepankan ego.

Silakan bercermin pada Raphael pada film Lova at Second Sight, meskipun dia telah menjalani hidup baru tanpa kehadiran Olivia kenyataannya Raphael tidak bisa melalui hal itu sendirian, sehingga dengan tubuh berbeda lelaki itu berusaha untuk menemukan Olivia dan kembali membuat gadis itu jatuh cinta. Aku tahu benar bahwa perjalanan Raphael cukup sulit saat membuat Olivia jatuh cinta, lalu bagaimana denganku?

Seharunya aku bisa memberikan kesempatan itu pada Aiden, karena faktanya kami tidak dalam keadaan seperti pasangan di atas dan Tuhan memudahkan semuanya, demi meminimalisir penyesalan.

Sehingga setelah mengetahui segala yang telah tersembunyi dan terlambat kuketahui, aku segera menelepon Aiden.

Dan apa kalian tahu bagaimana reaksinya? Dari cara dia menerima teleponku dengan mengatakan 'halo' serta 'hai, Megan' aku yakin bahwa Aiden telah menunggu teleponku. For your information, Aiden mengangkat teleponku hanya dalam dua kali dering di ponselku.

"Apa aku sedang berbicara dengan si Pengirim paket misterius?" tanyaku yang entah mengapa telah membuat kedua tanganku mengalami tremor, bahkan sampai pada tahap jantung berdetak lebih cepat dari biasanya. "Maksudku, apa kau si Pengirim paket kebenaran?" Aku seharusnya lebih memikirkan ucapanku barusan.

Serius, paket kebenaran? Lelucon macam apa ini? Aku merasa sangat cringe akibat julukan tersebut yang membuatku teringat pada malaikat kematian atau hukuman di hari akhir.

Suara tawa ringan yang hanya terjadi beberapa detik terdengar dari sambungan telepon kami, dan karena aku tahu siapa pemiliknya maka hal sederhana itu berhasil menarik kedua sudut bibirku menjadi sedikit lebih ke atas. Oh, Tuhanku Yang Maha Baik, mengapa harus menyadari semua ini sekarang?!

"Apa kau telah menerimanya? Tapi bagaimana kau berpikir bahwa itu aku, bagaimana jika paketan yang kau katakan itu adalah dari para penggemarku yang sangat mendukung hubungan kita, kurasa kau tidak akan lupa tentang seberapa populernya aku di sekolah."

I swear, I shouldn't have said that. Batinku mengungkapkan suatu penyesalan atas ucapan tanpa berpikir terlebih dahulu, sehingga Aiden mengatakan hal yang memiliki aroma kepercayaan tinggi.

Aku mengembuskan napas panjang lalu bangkit dari kursi belajar dengan ponsel yang masih menempel di telinga. "Well, jika kau memang menginginkannya, mari kita anggap bahwa pengirimnya adalah para penggemar yang mendukungku. Apakah menurutmu sangat memungkinkan mereka mengetahui tindakanmu sebelum semua ini terjadi? Maksudku sosok di balik kiriman bunga di depan rumahku, serta kartu ucapan yang berisi puisi singkat bertajuk romantis."

Sengaja aku mengatakan hal demikian, demi menyudutkan Aiden agar dia mau mengaku. Pasalnya semua barang yang berada dalam paket misteri itu, berhasil menjawab keraguanku terhadap penjelasan Aiden.

"Menurutmu seperti itu?" Aiden bertanya setelah kami dalam posisi hening untuk beberapa saat. "Bagaimana dengan Steven? Kurasa kau pernah mengatakan bahwa bunga-bunga itu adalah darinya yang berperan sebagai pengagum rahasia."

After Aiden Kissed MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang