HAPPY READING
•••
Pukul 8 malam.
Rashel meraih tas selempang dan memasukkan semua barang-barang yang ia perlukan seperti dompet, ponsel, dan lain-lain.
Gadis itu menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa. Bagaimana tidak? Beberapa menit lalu Syifa menelponnya, namun bukan gadis itu yang berbicara di sana melainkan suara seorang perempuan yang ia yakini itu bukan suara Syifa maupun Mamanya Syifa. Sang penelpon itu menyuruhnya untuk datang ke sebuah rumah sakit dan mengatakan bahwa si pemilik ponsel baru saja mengalami kecelakaan. Anehnya kenapa ia dihubungi terlebih dahulu?
Rashel memilih untuk naik taksi saja, karena Pak Joko sedang mengantar kedua orangtuanya ke rumah Kakek dan Neneknya. Ia menolak saat diajak karena sedang mager. Sedangkan Kakaknya, ah mungkin cowok itu sedang berdua dengan pacarnya. Mentang-mentang udah punya pacar. Batin Rashel.
Gadis itu menyetop sebuah taksi yang kebetulan lewat di depan rumahnya. Ia menjukan alamat rumah sakit yang akan ditujunya.
Setelah beberapa menit perjalanan akhirnya ia sampai di tempat tujuan, lalu turun dari taksi. Dirinya menatap heran bangunan di depannya. Biasanya rumah sakit akan bernuansa putih dan bersih. Tapi berbeda dengan rumah sakit yang satu ini. Dari tampilan depannya saja sudah aneh, teras yang kotor dan bangunan yang rapuh. Rashel pikir bangunan ini lebih cocok disebut rumah kosong dibanding rumah sakit.
Rashel terus menatap ke selilingnya, suasananya sepi dan gelap, sampai tak sadar bahwa taksi yang tadi ditumpanginya sudah pergi, padahal ia belum bayar tarifnya.
Tiba-tiba mulutnya dibekap dari belakang oleh seseorang yang pastinya tidak Rashel kenal, karena orang itu menggunakan tutup kepala seperti yang digunakan para maling. You know lah kaya gimana..
Dirinya di tarik untuk masuk ke dalam sebuah bangunan gelap dan sepi itu. Ia terus memberontak untuk melepaskan diri, mulutnya berusaha untuk berteriak walau nyatanya tidak akan ada yang mendengarnya, karena memang suasananya sangat sepi.
Sepertinya sopir taksinya salah alamat. Ia minta untuk diantar ke rumah sakit, kenapa diantar ke gedung kosong seperti ini? Mana gelap pula.
Rashel pikir dirinya telah dijebak. Tapi bagaimana mungkin? Orang itu menelpon menggunakan nomor ponsel Syifa. Apa Syifa pelakunya? Ah, tidak mungkin sahabatnya itu melakukan hal sekeji ini.
Setelah dibawa paksa oleh seorang laki-laki tadi, akhirnya Rashel sampai di sebuah ruangan yang gelap gulita. Tak ada satu cahaya pun di sana. Rasanya ia ingin menangis sejadi-jadinya. Rashel pun berusaha untuk menghubungi Kakaknya untuk datang ke tempat ini sekarang juga. Tapi dimana tas-nya saat ini? Bukankan sedari tadi tas-nya selalu berada di bahunya?
Rashel benar-benar takut, mungkin orang yang membekap mulutnya tadi sudah mengambil tas-nya dan meninggalkannya begitu saja di ruangan gelap gulita ini. Ingin keluar tapi gelap dan tidak tau jalan. Mulutnya meraung-raung memanggil Mama, Papa, dan Kakaknya. Tapi itu sia-sia, mereka tidak akan datang karena Rashel saja lupa untuk memberitahu kepergiannya tadi. Kalaupun ia memberitahu juga tidak akan datang, sebab ia memberitahu akan pergi ke rumah sakit bukan gedung kosong seperti ini. Air mata pun tak dapat dibendungnya, cairan bening itu pun lolos begitu saja dari pelupuk matanya.
Tiba-tiba ruangan menjadi terang benderang. Satu buah lampu yang cukup besar membuat Rashel mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya.
Seorang perempuan menghampirinya, Rashel kembali mengerjapkan matanya. Bukankah gadis ini sedang dirawat di rumah sakit? Mengapa Syifa ada di sini?
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGARA [✔]
Teen FictionStart: 10 September 2020 Finish: 14 April 2021 © sofilusiana_