23

126 25 7
                                    

untuk yang penasaran...

.
.
.
.
.
.
.





"kak gio bangun yuk, udah jam segini loh. kakak ga kuliah?"

gio sesungguhnya mendengar suara ian di luar kamarnya yang udah sekitar tiga kali memanggilnya untuk keluar. tapi entah gio jadi bimbang harus kah pergi ke kampus atau tidak, karena kalian tau sendiri pasti dia akan dicari-cari oleh adik tingkatnya itu tentang dekan fakultas yang meminta tolong dirinya untuk menjadi pembawa acara.

"ya mau mau aja sih tapi kalo sama dia.." ucapnya sendiri, bahkan gio udah rapih dan siap pergi.

ting

sania
gi, jangan lupa ya bawa tugas yang udah direvisi
biar nanti gue yang mintain ttd ke pak affannya

satu tepukan mendarat di dahinya. dia baru ingat kalau tugas presentasi kemarin ada di dirinya dan juga udah direvisi. gio adalah tipikal orang yang enggan menunda sesuatu. mau ga mau, gio bangun lalu mengambil tasnya.

cklek- brug! "eh ian!? kamu ngapain senderan di pintu kamar kakak"

ian yang jatuh mengelus punggungnya sambil mengaduh, "aku kira kakak ga mau keluar garagara marah sama ian"

beginilah kalau mempunyai adik yang beda umurnya belasan tahun, keseringan tingkah ian masih seperti anak kelas satu sd. berlutut lalu membantu ian berdiri, "kakak ga marah sama kamu ian sayang, marah kenapa coba?"

"ck tuh kan kotor deh seragamnya, sakit yan?" tanya gio lagi sambil menepuk baju seragam bagian belakang milik ian.

"ya itu garagara ian kasih kak riana masuk pas dia dateng, kakak lagi berantem kan sama kak riana?"

selesai dengan kegiatan membersihkan seragam sang adik, gio melihatnya bingung, "hah? kata siapa?"

"kak biel yang bilang kalo kak gio sama kak riana lagi ga baik-baik aja" jawab ian dengan wajahnya yang terlihat sedih. 

sedangkan sang kakak jadi ga tega dielus pelan rambut ian, "kamu cepet banget sih yan tingginya, perasaan baru kemaren aku masih gendong-gendong kamu" ucap gio di tengah kegiatannya karena dirinya yang hanya sedagu ian.

"jangan cepet gede ya, yan"

"sampe kapanpun ian bakal jadi adik kecilnya kakak kok" balas ian lalu gio dirangkul.

"hahahaha iya iya yaudah yuk ke bawah" perasaan ian ga bisa lebih bahagia dari ngeliat sang kakak tertawa karena dirinya.

sesampainya di kampus, gimana pun caranya gio langsung berjalan cepat ke kelasnya. dia ga mau sampai ada yura ataupun panita pentas seni yang lain.

"huuuh" nafas gio memburu begitu sampai di kelas. sania melihat temannya tersebut aneh, "lo kenapa ngos-ngosan gi? tumben amat padahal ga telat juga"

"cuma buat tugas ini nih-" diangkat map bening berisi beberapa lembar kertas itu, "gue harus masuk ke kampus"

"laah gimana gimana?"

"ck" gio berdecak lalu tanpa bertanya maupun permisi kepada si pemilik dia langsung meneguk air mineral dingin di atas meja sania. sedangkan sania membuka mulutnya otomatis dengan jari telunjuk yang terangkat menunjuk ke botolnya yang sekarang tersisa setengah isinya.

"gue tuh ga mau masuk ke kampus takut dicariin panitia pentas seni, tau ga" ucap gio yang lebih bisa mengatur nafasnya.

"emang kenapa gi? lu diminta tolong apaan lagi?" tanya sania sambil pandangannya mengikuti pergerakan gio yang duduk di sebelahnya.

kepala gio yang udah bersandar di meja menggunakan tangannya sebagai bantalan menjawab, "biasa, mc"

"oohh kirain apaan, yaudah sih kan udah biasa juga. kenapa sebegininya"

entah dia agak kesal mendengar respon sania sampai dia harus memejamkan mata agar lebih tenang, "gue juga mau mau aja semisal ga dipasangin sama keenan"

"what the?!"

mengangkat badannya untuk kembali berposisi duduk, "bisa lo bayangin kan, san?"

ga menoleh ke gio, sania justru melihat ke arah lain, "fix gi. lo ga bakal bisa menghindar kali ini" tutur sania kemudian tersenyum serta menganggukan kepalanya sedikit, "pak" tambahnya dengan suara pelan.

siapa yang sania panggil pak? ketika gio mengikuti arah pandang temannya itu, deg!

di ambang pintu kelasnya ada perempuan yang dia yakini adalah yura, keenan... dan yang paling mengejutkan, pak rudi selaku dekan fakultas hukum lagi berbincang sedikit ke dosen yang akan masuk ke kelasnya.

setelahnya dosen yang akan mengajar tersebut melirik ke gio, "wah gio kamu spesial sekali ya sampai pak rudi kesini untuk ajak kamu diskusi"

muka gio berubah muram, jantungnya berdegup bukan main. dia mencoba mencari bantuan pada sania melalui matanya dan respon sania? hanya gelengan kepala dengan bibir yang bergerak mengucap, "sorry gii but i can't"

mana mungkin sania selancang itu untuk ga membiarkan gio pergi. sania masih mau lulus dengan nilai yang baik.

gio dengan berat hati bangun dan berjalan keluar kelas, sungguh dia ga berani melihat ke arah lain kecuali ke depan. untuk ke dua kalinya gio kembali berdekatan dengan keenan dan sungguh rasanya aneh.

"yura menginfokan ke saya kalau kamu masih mau mempertimbangkan bergabung ke acara ini, benar giofani?"

dalam hati gio terus menyuruh dirinya untuk sabar pada kelakuan adik tingkatnya yang tadi disebutkan pak rudi. bagaimana bisa dia memberi tau pak rudi perihal permintaannya yang seharusnya masih bisa diselesaikan sendiri.

"ah begini pak maksud saya meminta waktu.. saya masih harus mengejar ketertinggalan materi karena sempat tidak masuk kuliah hampir seminggu" jawab gio akhirnya yang ga sepenuhnya bohong, dia betul-betul lagi mengejar materi tapi dia juga sebenarnya bisa mengikuti kegiatannya.

"loh kamu kan bisa minta tolong ke keenan?"

"kita beda penjurusan pak" jawab gio lagi.

sedangkan keenan dia justru ga bisa melepas pandangannya dari gio sejak melihat sosoknya di dalam kelas. bahkan di posisi duduk berhadapan seperti ini keenan lebih suka karena dia bisa mendapatkan potret gio sepenuhnya.

"giofani kamu ini kebanggaan fakultas begitupun dengan keenan, kalian sama-sama kebanggaan di bidang akademik dan non akademik. jadi fakultas akan sangat senang jika kalian mau membantu menjadi pemandu acara di pentas seni nanti. karena di acara itu juga akan ada perwakilan dari fakultas yang lainnya, betul yura?"

"benar pak" jawab yura singkat dan jelas.

"oke. hm kamu keenan, kamu bersedia kan?"

anggukan mantap mengawali jawaban kesediaan keenan, "sangat bersedia pak, lagi pula kegiatan di ukm basket juga ga sepadat itu"

pak rudi ikut mengangguk dan tersenyum, lalu kembali pada gio, "atau saya bisa meminta dispensasi pada dosen-dosen pengampu mata kuliah yang kamu pilih, bagaimana giofani?"

tau apa yang paling gio hindari ketika dia mengiyakan permintaan dekannya itu? yaitu menjadi pemandu acara yang ga sesimpel hanya berbicara di hari h, melainkan dia juga harus membuat naskahnya yang berarti gio akan sering bertemu keenan.

"kami sangat memohon kak gio, mau ya?"

bukan gio jika dia bisa menolak permintaan orang apalagi udah memohon.

menarik kemudian membuang nafasnya, "baik pak saya bersedia"

entah lah setelah ini dia akan bagaimana yang terpenting sekarang adalah gio harus menurunkan egonya demi fakultas.

- perfect lie -

hihiii barengan lagi

perfect lieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang