"hhhh" keenan mengeluarkan nafasnya melalui mulut. dia sedang berdiri di dapur di kediaman keluarga winata. niatnya ingin membuat teh hangat untuk gio.
sekali dia membawa rambutnya ke belakang.
"makasih. gue udah ga sakit kok. lo ga perlu khawatirin apapun lagi tentang gue"
kalimat yang diucapkan gio tadi ketika lengannya digenggam seperti terus terulang berkali-kali di kepalanya. apa maksud gio? bahkan mata gio ketika berbicara demikian ga bisa keenan tebak, terlalu datar.
masih asik bermain dengan pertanyaan dan mencari jawaban. tiba-tiba ian datang menghampirinya, "ian seneng deh ada kak keenan kesini" ucapnya dengan kepala ian yang menyembul ke depan keenan.
agak terkejut, tapi keenan coba kontrol dan tersenyum. dielus puncak kepala adik bungsunya gio itu, "kak keenan juga seneng bisa ketemu kamu lagi yan"
"kakak udah baikan kan sama kak gio?"
"hm?" keenan memiringkan kepalanya bingung, "emang siapa yang berantem?"
"gini-gini tuh ian udah besar loh kak. kemaren ian liat kak riana minta maaf ke kak gio dan nyebut nama kak keenan. jadi aku kira kalian bertiga lagi berantem. eh tapi kok kakak bisa kenal kak riana?"
ajaib. entah kenapa semua keturunan keluarga tanubrata bisa sepintar mereka. lihat aja ian di tengah asumsinya dia sempat bertanya seperti itu.
"kak keenan, riana sama kakak kamu, kita baik-baik aja yan. cuma ada kesalah pahaman sedikit. kalo gimana kak keenan sama riana bisa kenal, kita satu kampus dan dikenalin sama kak gio"
"kakak ga nyakitin hatinya kak gio kan? awas ya kalo kak gio sakit hati gara-gara kakak"
bukan ian kalau gagal membuat orang di sekitarnya ketawa karena gemas. begitu pula keenan yang langsung tersenyum bukannya memberikan ekspresi lain.
"ian serius tau, nanti ian aduin ke kak biel"
keenan memutar badannya menghadap ian, dipegang bahunya. "ga akan lagi kak keenan nyakitin kak gio, kakak sayang banget sama kak gio sama kayak ian yang juga sayang kak gio"
ian hanya mengangguk, dia ga menyadari kalimat awal keenan. baginya yang terpenting adalah keenan yang yakin mengatakan menyayangi sang kakak.
"oh iya yan, tolong anterin ke kamar kak gio ya. kakak mau langsung pulang, besok kesini lagi, oke?"
"iya kak. kak keenan hati-hati ya di jalan pulangnya"
"iyaa makasih ya ian"
mata keenan mengikuti pergerakan ian yang mulai hilang di balik tangga. ada satu lagi yang kembali mengejutkannya, biel entah dari mana muncul membuka kulkas yang berjarak tiga langkah darinya berdiri.
"kapan pulang el?" tanya keenan.
"dari kak keenan masih di kamar kak gio. gua langsung masuk kamar juga sih tadi"
keenan mengangguk paham, "mama sama papa kemana, el?"
"masih ada kerjaan" jawab el.
"gimana kak gio, kak?" gantian el yang bertanya yang kemudian duduk di meja makan sambil meminum air dinginnya.
"dia yaa masih jutek, tapi gapapa el, gua pantes terima semua perlakuan dia"
mengangguk paham, "sabar kak. gua tau lu sungguh-sungguh, tapi gua juga bakal tetep mantau lu. ga ada kesempatan lagi setelah ini" ucap biel dengan wajahnya yang terlihat sangat serius jauh berbeda dengan ian sebelumnya.
"iya el gua tau"
"terus riana?"
ga, keenan sebenarnya belum menyiapkan jawaban dari pertanyaan di atas. "gua udah ga komunikasi beberapa hari ini" ucap keenan berusaha jujur.
"info aja nih kak. riana pernah dateng ke rumah minta maaf sama kak gio"
"iya tadi ian juga bilang ke gua"
mata biel sempat membesar tapi langsung kembali normal, "bagus lah kalo ian udah kasih tau. sebaiknya kalian bicara satu sama lain, pacar lu sekarang riana bukan kak gio. dia berhak atas diri lu, sekali lagi gua mewakili kak gio terima kasih banyak udah mau bantu dia tadi"
"gua naik ke kamar lagi ya kak. oh iya kapan pun lu mau dateng, dateng aja. kak gio udah gapapa kan?" tambah biel mengakhiri kalimatnya. sedangkan keenan hanya mengiyakan melalui sekali anggukan.
benar apa yang dibilang biel. bagaimana ceritanya dia bisa melupakan riana.
keenan berjalan keluar dari rumah tersebut dengan perasaan yang campur aduk. kedatangannya lagi di rumah ini secara ga langsung disambut oleh dua adik gio yang terlihat sangat melindunginya.
di lain tempat perempuan yang sempat dibicarakan lagi duduk diam di depan tempat favoritnya, sekret ukm. bernyanyi melalui gumaman dan petikan gitarnya. entahlah dia nyaman begini.
dari kejauhan malvin masih memperhatikannya. iya, sejak yang menurutnya hari terakhir itu sebenarnya tidak, karena keesokannya dia masih mencari keberadaan riana di sekret. mengendap-endap dan bersembunyi.
"kenapa gua ikutan tega ya ri kayak keenan" keluhnya sambil mengeratkan pegangannya pada sebuah amplop.
amplop tersebut berisi persetujuan pihak kemahasiswaan rektorat atas pemindahan dirinya ke australia. ini adalah hari terakhirnya berstatus sebagai mahasiswa di kampus yang sama dengan riana.
"duh anjir kayak cewek nih gua!" racaunya menghapus air mata yang mulai keluar.
riana sendiri mulai merasa ada sepasang mata yang memperhatikannya, cepat dia menoleh ke semua arah. terlihat sangat jelas kalau itu malvin, "vin!" panggilnya.
"malvin!" panggil riana sekali lagi.
malvin langsung buru-buru pergi dari tempatnya. sedangkan riana juga mulai mengejar, ditaruh gitar miliknya asal.
"cepet banget jalannya" keluh riana. jangan heran kenapa malvin bisa hilang secepat itu, dia bertubuh tinggi sehingga langkahnya pun pasti jauh.
"kemana sih? ih!"
malvin ga benar-benar menghilang, dia masih ada di dekat riana. kembali bersembunyi di balik sebuah pohon yang untungnya besar.
"lo ga tau ya gue kangen, beneran kangen bukan karena gue mau cerita. gue kangen sama lo vin..."
mendengar penuturan dan melihat pergerakan riana membuat malvin jadi sakit hati.
riana berjalan ke arah pohon tempat malvin bersembunyi. duduk di bawah pohon rindang tersebut dengan lutut sebagai tempat kepalanya menunduk dan tangan melingkarinya. sedangkan malvin membalikkan badannya membelakangi pohon.
"kenapa semuanya harus terjadi sama gue sih. disaat orang tua gue ga pernah ngasih perhatian, ada keenan yang ngasih harapan walaupun gue tau itu bakal nyakitin kak gio, dan akhirnya dia ninggalin gue juga. sekarang lo vin, alasan lo ga logis. kenapa lo harus pergi cuma buat ngehilangin perasaan lo, kenapa lo ga perjuangin gue!?!" monolog sendiri oleh riana masuk ke pendengaran malvin.
"dasar pengecut!"
deg. dua kata penuh penekanan tersebut menusuk tepat langsung ke hatinya. tangan malvin mengepal kuat, dua hari lagi dia harus pergi ke kampus pilihannya.
"maafin gua ri, maaf" bisik malvin masih di tempatnya.
- perfect lie -
maapin kalo pendek. maapin kalo lagi tijel hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
perfect lie
Fanfictionhow would you feel if you're being lied and used by the person you love?