Pemuda itu terus melangkahkan kakinya, menuruni anak tangga demi anak tangga yang akan membawanya dari lantai atas ke lantai bawah.
Dilihatnya seorang wanita dan seorang lelaki yang berada di ruang makan di bawah sana. Lalu dialihkannya pandangannya ke arah yang lain.
"Sarapan dulu Zee?" tanya sebuah suara lembut khas seorang wanita.
Azizi hanya melengos tanpa menoleh. Diteruskannya langkahnya seolah-olah segenap bagian indra pendengarannya sama sekali tak menangkap gelombang suara yang baru saja ditimbulkan oleh wanita itu.
"Azizi! Jawab kek!" kali ini sebuah suara yang lebih besar. Membuat langkah Azizi terhenti sekalipun kepala dengan rambut hitam legam itu sama sekali tetap tidak berpaling.
"Ck!”
Kali ini, si wanita hanya bisa menebah dada.
~
Suasana pagi. Seperti biasa. Satu langkah baru ia tapakkan ke halaman sekolah saat berbagai suara menjengkelkan terdengar olehnya.
Suara teriakan memanggil namanya dan sapaan selamat pagi, berulang kali ia terima.
Oh, tentu saja dari para makhluk bernama perempuan!
Rutinitas yang membosankan dan rasanya tak akan berakhir jika ia tidak segera menerima surat kelulusan dari sekolah ini.Sembari terus melangkah, ditatapnya pandangan lurus ke depan. Diacuhkannya tatapan kagum berlebihan dari para gadis di sekitarnya dan tak dihiraukannya pula tatapan iri dan merasa sebagai pecundang dari para lelaki yang melihatnya.
Semua sama saja. Mereka hanya tahu apa yang tampak di depan mata. Azizi bahkan berani bertaruh, jika mereka tahu apa yang ada di balik semua keindahan ini, mereka belum tentu juga akan tetap singgah dan mendukungnya.Pemuda itu menghela nafas. Lelah. Kenapa pula dirinya harus merutuki keadaan ini berkali-kali? Sampai kapan? Sampai ada keajaiban? Keajaiban hanya ada dalam dongeng dan drama. Keajaiban hanya untuk orang munafik yang tak bisa menerima kenyataan.
"Azizi!"
Azizi menghela nafas untuk kedua kalinya. Suara bising yang sama. Teriakan super semangat yang tak berubah.
Azizi terus melangkah.
Tak dihiraukannya pemuda yang tengah berdiri di depannya sembari tersenyum kepadanya."Zee?"
Merasa diacuhkan, Aldo menyusul Azizi dan mencoba menyejajari langkahnya.
"Lu kenapa sih?" ujarnya heran sembari terus berjalan dengan kepala yang menoleh ke wajah Azizi.
"Gak mood gw" ujar Azizi sembari membuka pintu kelas yang semula separuh tertutup.
"Ah, sudahlah!" Aldo meninju pundak Azizi. Maksud hati hanya becanda, tetapi Azizi menanggapinya sebagai pernyataan perang. Itu terlihat jelas dari cara pandang Azizi yang tajam kepadanya.
"Heh! Lo ngelamun apa, sih?" sekali lagi, Aldo menggerak-gerakkan sebelah tangannya di depan wajah Azizi, "Zee, masih pagi! Kalo lo mau ngimpi jorok, entar aja!"
Dan satu buku fisika yang setebal 1.5 cm, melayang dan mendarat sempurna di wajah putih mulus bersih itu.~
Pemuda itu menatap ke langit. Hitam. Dengan bintang-bintang yang tertabur dengan sedemikian rupa indahnya. Meski tak ada bulan, namun cahaya mereka cukup membuat mata Azizi tersihir untuk menatapnya lebih lama.
Satu hari lagi sudah terlewati. Satu hari lagi sudah ia lalui. Satu malam lagi sudah ia masuki.
Pertanyaannya, ada berapa malam lagi yang masih tersedia untuknya?"Orion" desis Azizi saat kedua mata hitamnya menatap satu buah bintang yang paling bersinar di atas sana.
Satu-satunya bintang yang terlihat paling terang, seolah sinarnya adalah sumber sinar yang membuat bintang lainnya berpijar dengan memantulkan cahaya darinya. Memang tak sebesar dan tak bersinar sejelas bintang Kejora.
Kecil.
Mungkin terlewatkan dari pandangan manusia. Mungkin kebanyakan orang mengagumi indahnya sang Kejora.
Namun di mata Azizi, Orion tampak sangat indah. Kecil, namun bercahaya cukup terang dan jelas.
Ia ingin memilikinya di saat semua orang memuja keelokan Kejora. Ingin Azizi menggenggamnya erat, seolah melindungi bentuknya yang rapuh dan lemah. Namun kuat memancarkan sinar indahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Friend
FanfictionSaat makin kuatnya tautan tangan itu, saat makin eratnya Azizi menggenggam jemarinya, Chika menunduk dalam sambil merasakan debaran rasa di dalam dadanya. Akhirnya ia biarkan. Kalah akan dorongan kuat dalam dadanya. Biar saja tetap seperti ini. Chi...