Azizi melangkah menuju kelasnya dengan tangan kanannya yang memegang beberapa kertas. Baru saja dia dari warnet dekat sekolahnya.
Tentu saja, Azizi bukanlah tipe orang yang mau membuang-buang waktu dan biaya hanya untuk menelusuri dunia maya tersebut.
Ini semua gara-gara gurunya tentu saja! Siapa lagi?Azizi harus mencetak pekerjaannya karena tinta printer komputer Azizi sudah habis. Tugasnya sudah beres ia ketik. Sudah ia translit penuh seluruhnya, tentunya sesuai dengan janjinya pada diri sendiri, tak semua translate-annya itu benar dalam vocabulary, structure, dan grammar. Biar saja! Lagipula pasti gurunya tersebutpun juga tak peduli.
Jahat memang. Tapi Azizi bahkan tak peduli jika guru itu marah padanya.Kelasnya masih berada beberapa langkah lagi di depan sana. Namun Azizi melihat Aldo tengah berdiri di luar kelas, tepatnya di depan jendela kelas. Sekarang pasti sudah waktunya istirahat. Dan mendapati seorang Aldo yang menghabiskan waktu istirahatnya hanya dengan bercengkerama di telepon, bukanlah hal yang biasa.
"Iya Cel, kamu yakin?"
Terdengar Aldo menyebut nama gadis itu. Gadis cantik yang akhir-akhir ini Azizi curigai sebagai satu-satunya orang di dunia ini yang dicintai Aldo.
Diam-diam Azizi tersenyum kecil. Aldo sepertinya benar-benar menyukainya. Tak jarang Azizi mendapati mereka mengobrol berdua saat di Bimbel. Bukanlah hal yang aneh pula jika Aldo mengajak Ashel untuk pergi berdua.
Lihatlah wajah Aldo saat berbicara dengan Ashel lewat telepon itu. Tak hanya bibirnya saja yang terus melengkungkan senyum, namun kedua matanya bersorot cerah tiap mendengar kata demi kata yang diucapkan lawan bicara dari sana.
"Oke, thanks ya Cel," ujar Aldo kemudian saat Azizi baru sampai di dekatnya.
"Zee? darimana?" tanya Aldo setelah ia menyimpan Hp-nya di saku seragamnya. Dipandangnya kertas-kertas yang terbawa oleh tangan Azizi, "Itu kertas apaan?"
"Hm, bukan apa apa kok," jawab Azizi sembari melangkah memasuki kelas.
~
"Udah beres?"
Azizi melengos muak kala mendengar nada bicara guru ini. Sok sekali! Seolah-olah ia telah membayar Azizi dengan sesuatu karena telah mengerjakan pekerjaan membosankan itu.
"Udah" jawab Azizi sekenanya sambil mengacingkan jaketnya.
"Gak ada yang salah, kan?"
Azizi melirik sembari mengangkat sebelah alisnya. Sebuah seringai kecil muncul di sudut bibirnya.
"Kalau gak percaya sama saya, kenapa nyuruh saya?" ujar Azizi sembari berpura-pura kesal"Ah gak, makasih, Azizi. Ini akan saya pakai sebagai laporan buat dosen saya di kampus," ujar David sambil tersenyum, lalu beranjak dari ruangan mengajar yang sudah nyaris sepi itu.
Diam-diam Azizi merasa sedikit bersalah. Laporan ke dosen? Eh? Azizi kira cuma untuk bahan mengajar di Bimbel saja.
Baru saja Azizi berbalik untuk juga pergi dari dalam sana, saat langkah kakinya terhenti begitu pandangannya tertumbuk pada beberapa orang yang masih mendudukkan diri di atas karpet di ruang pembelajaran ini.
Memang, ini sudah jauh waktu pulang. Pembelajaran di Bimbel ini sudah berakhir sejak satu jam yang lalu. Dan harusnya, ruangan ini sudah sepi dan terkunci. Namun di sana masih terdapat dua orang anak kecil dan seorang gadis yang dengan sabar menjelaskan sesuatu pada mereka."Chika? Kamu gak pulang?" tanya Azizi setelah ia sampai di dekat Chika dan dua orang anak kecil yang menatap Azizi dengan pandangan heran dan asing.
Heran. Siapa lelaki yang berani mendekati Kak Chika begini?"Iya," jawab Chika lembut yang setengah mati berusaha menahan rasa gugupnya. Ia tak mau jika kedua bocah di depannya itu merasakan perubahan sikapnya begitu Azizi datang padanya. "Aku mau ngejelasin sesuatu yang belum mereka ngerti dulu Azizi"
KAMU SEDANG MEMBACA
True Friend
FanfictionSaat makin kuatnya tautan tangan itu, saat makin eratnya Azizi menggenggam jemarinya, Chika menunduk dalam sambil merasakan debaran rasa di dalam dadanya. Akhirnya ia biarkan. Kalah akan dorongan kuat dalam dadanya. Biar saja tetap seperti ini. Chi...