Bab 2 Bagian 8

5 0 0
                                    

"Lun, ntar malem nonton, yuk?" Bimo berbisik sambil mengetik pekerjaannya.

"Nonton apaan? Gak ada film bagus," kataku sambil tetap fokus bekerja.

"Ya kalo gak mau nonton, kita makan aja bareng. Gimana? Makan seafood di pinggir jalan gituu...."

"Wah makan seafood, ide bagus!" ucapku antusias.

"Tumben lo gak diet? Makan enak gak nolak. Hahaha," Bimo mulai meledekku.

Tiba-tiba pintu ruanganku dan Bimo dibuka oleh Satria.

"Apaan nih rame-rame? Nih, Bim. Kerjaan kemaren, dicek dulu coba." Satria duduk di sebelah Bimo dan menyerahkan sebuah flashdisk berisi file data dokumen.

"Itu, Sat. Bimo ngajakin gue makan seafood ntar malem, happy dooong gue. Hahaha," aku tertawa.

Satria menepuk bahu Bimo dan berkata,
"Ooooh jadi kalian mau makan bareng nih... Asiiiikkk. Ntar malem gue makan gratissssss."

Satria lalu keluar ruangan dan meneriakkan kata-kata yang sama ke Adi, bahwa Bimo akan mengajak makan malam gratis. Bimo melirikku tajam.

"Ih, gue kan ngajak lo doang, kenapa pake ngomong sama dia?" Bimo mendengkus kesal.

"Lah, mana gue tau lo ngajak gue doang."

"Bolot sih, lo!"

"Elo bego," kataku sambil menarik rambut Bimo dengan keras.

Bimo tak mau kalah, dia layangkan tangannya ke kepalaku. Sebuah jitakan pelan mendarat di kepalaku. Lalu kami tertawa terbahak-bahak.

Aku sudah terbiasa bercanda dengannya seperti itu. Bagi orang lain, mungkin tindakan kami terlihat sangat tidak sopan. Tetapi bagiku hal itu sangat menyenangkan. Aku suka bercanda dengan mereka semua. Ada perasaan bahagia ketika bisa memukul Bimo atau menarik rambutnya dengan keras. Bahkan aku juga suka bercanda dengan Satria. Memiliki rekan kerja yang semuanya lelaki, terkadang membuat mereka memperlakukanku seperti lelaki juga.

Orang lain sering menilai bahwa aku dan Bimo memiliki hubungan spesial. Bahkan secara terang-terangan Pak Bas juga pernah menanyakan hal itu padaku. Aku dan Bimo memang dekat. Tetapi aku tidak memiliki perasaan spesial apapun terhadapnya. Hubungan kami hanyalah hubungan persahabatan biasa. Meski bagi sebagian orang tidak percaya pada persahabatan antara lelaki dan perempuan. Tetapi bagiku, persahabatan seperti itu nyata adanya.

Waktu menunjukkan pukul enam sore. Sesaat kami semua hendak pulang, Pak Bas tiba-tiba saja menahan kami di kantor. Dia menyuruh kami duduk bersama dan mendengarkan informasi darinya. Dia memberitahukan bahwa kantor kami mendapatkan proyek di luar kota, yaitu di Kota Jambi. Dia menjelaskan beberapa hari lagi kami akan meninjau lokasi proyeknya. Rencananya kami akan menginap di sana selama tiga hari dua malam.

Aku sudah sangat bosan mendengarkan Si Kumis bicara. Kepalaku sudah berat untuk menerima informasi. Fokus penglihatanku berpindah, dari gerakan mulut Si Kumis menjadi ke arah bulu hidungnya. Bulu hidung Pak Bas nampak terlalu panjang dan keluar dari hidung. Sungguh menggelikan.

"Ngerti kan, Lun?" Suara khas Pak Bas membuyarkan lamunanku.

"E-Eh. Iya, Pak!" jawabku terbata-bata.

"Yaudah, kalian boleh pulang," ucap Pak Bas sambil masuk ke dalam ruangannya.

"Untung gak disuruh lembur, hahaha."

"Huss!" Aku meninju perut Bimo yang sedang tertawa.

Aku, Bimo, Satria dan Adi kemudian pergi ke warung seafood yang ada di pinggir jalan. Mas Jaka memilih untuk pulang dan makan malam bersama keluarganya.

Setibanya kami di warung, kami langsung memesan menu favorit kami masing-masing. Satria yang tengah sibuk memilih menu, kemudian disibukkan dengan dering ponselnya. Istrinya menelepon berkali-kali. Dari percakapan yang kudengar, istrinya seperti sedang marah karena Satria memilih makan di luar bersama kami dari pada di rumah.

"Harusnya elo tuh makan di rumah aja. Ngapain ikut kita?" celetuk Bimo.

"Biarin ah, sekali-kali makan di luar. Bosen di rumah terus. Haha." Satria tertawa sambil mematikan ponselnya agar tidak diganggu istrinya lagi.

Selagi menunggu makanan kami datang, kami terus bercakap-cakap. Mulai dari membicarakan hal sepele, membicarakan rencana dinas keluar kota, sampai membicarakan Pak Bas.

"Gue tau Pak Bas ada main biar dapet proyek." Bimo menggaruk-garuk keningnya.

"Hah? Maksud lo gimana, Bim?"

Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang