traumatized?

2.3K 99 4
                                    

Ren mengambil celana nya di lantai. Sial, sakit. Ren mengatur nafasnya, berjalan keluar dengan kaki tertatih.

Pak Arsen memperhatikan Ren dari meja nya. Ren berjalan dengan susah payah menahan perih di selangkangannya.

Ren duduk di tempatnya tadi. Memakai celana nya, agak kaget mendapati pak Arsen jongkok di depannya. Ren mengalungkan tangannya di leher pak Arsen.

Pak Arsen menahan paha Ren dan berdiri. Keluar dari ruangan dan berjalan menyusuri lorong sekolah. Ren menempelkan dagu nya di pundak pak Arsen dan memejamkan matanya. Dia lelah.

"Saya anter kamu pulang"

"Hmm..." gumam Ren dengan suara rendah nya. Dia menggeleng pelan, Ren tidak punya tenaga lagi.




 Dia menggeleng pelan, Ren tidak punya tenaga lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ren bangun pagi ini di kamar pak Arsen. Dimana dia meletakkan ponselnya semalam? Celana!

Ren memperhatikan lengannya sambil mengerjapkan mata nya yang masih ngantuk. Kemana seragamnya? Apa pak Arsen mengganti baju nya semalam?

Ah, masa bodo. Sebenarnya Ren bangun karena lapar. Ren bangun dan duduk. Dia mengabaikan semua rasa sakitnya demi perutnya. Lagipula dia tidak akan bisa tidur lagi dengan perut kosong.

Ren menoleh ke nakas, sepertinya pak Arsen telah menyiapkan sarapan untuknya. Ren mengambil susu di gelas dan meminumnya. Memakan roti isi nya dengan pandangan kosongnya.



 Memakan roti isi nya dengan pandangan kosongnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hai yo! Eh Rian mana?" Sapa Bagas. Kelas Bagas dan Damian berbeda dengan Rian, Dion, Tian dan Kendra.

"Ga masuk" jawab Tian.

Dion memainkan sedotannya. "Ada yang aneh"

Kendra mengangguk mengiyakan. Tian mengangguk sambil memakan spaghetti nya. Masa bodo dia lapar.

"Apa?" Bagas duduk di depan mereka. Damian datang dengan dua gelas choco almond di tangannya

Tian meminum air nya sebelum menjelaskan. "Tadi. Di kelas, jam pertama pak Arsen datang ke kelas buat ngizinin Rian!"

"Hah?!"

Damian mengambil ponsel nya untuk menghubungi Ren.

Kendra liatin Damian "gimana?" Tanya nya

Damian ngangguk, diangkat. Dia meletakkan ponsel nya di meja dan mengaktifkan loudspeaker.

"Hmm?" Suara Ren memang berat. Tapi biasanya tidak separau ini.

"RIANN"

Ren yang diteriakki keenam sahabatnya itu menjauhkan ponselnya dari telinga nya.

"Rian lu gapapa?" Tanya bagas

"Kemana aja gua lonely ni?" Tanya Kendra

"Tugas banyak tau" inget Dion

"Astaga Rian cepetan balik mak lu nyariin!"

"Satu satu nanya nya"

Rian diem cukup lama.

"Gua balik sekolah besok"

Rian memutuskan sambungan telefon dan melempar ponsel nya ke kasur.

Rian memutuskan sambungan telefon dan melempar ponsel nya ke kasur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ren menatap jendela kamar untuk beberapa lama. Pemandangan langit biru yang cerah itu kontras dengan nuansa hatinya. Tapi dia menyukai sensasi melihat awan bergerak perlahan. Itu lebih baik dibandingkan hujan yang akan memperparah kondisinya.

Dia pergi membersihkan piring di dapur. Kemudian pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Ren melepas pakaiannya dan membasahi dirinya di bawah shower.

Bagaimana cara membersihkan dirinya dan membuang ingatannya. Bagaimana cara melupakan semua kejadian dan rasa sakit itu.

Ren tidak mau terlihat lemah. Dia membuat air mata nya tertutupi tetesan air. Ren meremat rambutnya sendiri dan berteriak meluapkan semua emosi nya, lalu terisak tanpa dia sendiri tahu alasannya.

Ren memejamkan matanya. Entah berapa lama Ren akan berdiri disana. Tapi dia tidak merasa kelelahan dan waktu telah berhenti untuknya.

Tiba tiba seseorang membalikkan badannya dan menghimpitnya. Ren tidak bisa menggerakkan tangannya, kedua pergelangannya dicengkram di kedua sisi. Ren bisa mendengar suara keran diputar dan air tidak lagi membasahi tubuhnya.

Ren masih berusaha menggerakan tangannya. Milik pak Arsen menekannya di bawah sana. Itu membuat Ren tidak nyaman dan membuat libido nya naik.

Pak Arsen mencium tengkuk Ren membuat Ren merinding. "Selamat sore, Aditya Rendrian Pratama. Maaf karena tidak bisa menahan diri untuk tidak menyerangmu" bisik pak Arsen dengan suara beratnya.

Ren merinding mendengar ucapan pak Arsen, dia masih tetap berusaha melepaskan kungkungan pria di belakangnya, tapi tubuhnya melemas menerima setiap sentuhan yang diberikan pak Arsen padanya. Sesuatu yang keras menggeseknya dibawah sana.

"Lepasin" gerakan tangan Ren semakin melemah. "Please.." dia tidak berdaya lagi. Kenapa dengan tubuhnya. Apa guna nya ikut gym kalo bisa dilecehin terus kaya gini.

"A-ahh" Ren minggigit bibirnya dan memejamkan matanya. Ren bisa merasakan gesekan itu semakin cepat dan menekannya meskipun masih di lapisi celana.

Ren melenguh ketika pak Arsen mulai memainkan lidah nya di dalam telinga nya. Pak Arsen menurunkan resleting celana nya dan mengeluarkan miliknya. Sekarang benda itu semakin mendesak untuk memasuki Ren di bawah sana.

Ren bisa merasakan benda itu semakin membesar dan mengeras di belahan pantat nya. Pipi Ren memerah sampai ke belakang telinga. Antara malu dan terangsang. Ren tidak bisa menghentikan lubang nya yang terus berkedut minta dimasuki.

"Aghh fuck" Ren mengumpat di sela desahannya. Dia tidak mau dimasukki lagi. Luka nya yang kemarin bahkan belum mengering dan masih perih. Dia tidak bisa berjalan dengan benar dan besok harus sekolah.

"But don't you like it, hm?" Pak Arsen masih terus menggesekan miliknya perlahan di belahan pantat Ren.

"Stop it." Ren memejamkan matanya erat dan mengepalkan tangannya.

"Please, sir. I'll give you a hand. But please not there"

Harusnya Ren kabur dari sini sejak tadi.

"Aight then, give me your mouth"

keep quite 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang