• SUNGAI KERAMAT •

8.3K 81 1
                                    

•Sungai Keramat
©® by Our Mate

::::

.

.

"Eh, katanya si Ujang anak kampung sebelah, Sungai Raben penunggunya cantik," ujar Saman dengan raut serius.

"Yee... Elu aja mah, Man. Gua sih ogah sekalipun penunggunya cantik, tapi makhluk jadi-jadian."

Akbar bergidik ngeri. Aku tertawa, lalu menimpali, "Bukan makhluk jadi-jadian, Bar. Tapi dedemit!"

"Hahahah iya, bener kata si Asrof. Dedemit, Medi, hantu..." timpal Saiful sembari memukul kepala Saman.

"Nah yang minat Saman aja nih. Buat lo aja Man, mumpung jomblo. Kan lumayan... cantik. Hahahah." Akbar tertawa sambil geleng-geleng kepala.

Aku melihat jam di pergelangan tanganku.

22.30

"Eh, bro. Gue cabut dulu ya!" pamitku seraya menepuk-nepuk paha.

"Oke. Anak mama gais. Gak boleh pulang sorean dikit." Saman mengedipkan mata.

"Tai lu, Man!" tonjokku pada bahunya, biasalah--bercanda.

Aku beranjak pergi, kebetulan tadi selepas isya mampir nongkrong. Dan karena nggak bawa motor, aku jalan kaki. Nggak jauh. Cuma 500 meter juga sampai.

Udara dingin berembus, membuat bulu kudukku berdiri. Aku menelan ludah untuk membasahi tenggorokan yang terasa kering. Duh kebelet lagi.

Rasanya juga sudah di ujung.

Aku menoleh menatap sekitar.

Masak pipis di bawah pohon? Kata mama nggak boleh. Jijik.

Duh.

Aku menekan kemaluanku karena rasanya sudah tidak tahan lagi. Nggak keburu kalau nunggu sampai rumah.

Akhirnya aku membuka resleting dengan tergesa, lalu mengeluarkan urin yang dari tdi mendesak keluar.

Aku menghela napas lega.

Lalu menaikan celana lalu menutup resleting.

Nggak apa-apa.

Kayaknya sekali-kali aku bisa melanggar aturan mama.

Aku tersenyum dalam hati. Aku merasa ada seseorang mengawasiku.

Aku menoleh ke sekitar. Sepi.

Mungkin hanya perasaanku saja.

Aku berjalan lagi. Melanjutkan perjalanan.

::::

Duh kok kebelet lagi.

Aku menoleh ke sekeliling, lalu kembali pipis di bawah pohon.

"Ahh..."

Aku mendesah karena merasa nikmat di batang kemaluanku.

"Sshhh... Ahh..."

Aku mendesis lalu menatap ke bawah. Kok enak.

Ah, ada tangan yang sedang memainkan kejantananku dari belakang. Aku menunduk dengan wajah pias.

Takut.

Aku meneguk ludah susah payah. Lalu menoleh ke belakang...

 Lalu menoleh ke belakang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


(Asrof)

.....

Follow, like, komen 👁

Dark SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang