33. Perasaan Meysha

1.2K 79 0
                                    

Anggota pasukan Rajawali yang masih berada di warung Bu Tuti sontak menghentikan aktivitasnya ketika mendapati Kalevi tengah merangkul gadisnya di bawah rintik gerimis. Gadis itu terlihat tidak baik-baik saja, begitupun dengan ketua mereka yang memasang wajah menyeramkan.

Yoga langsung bangkit dari tempat duduknya. Lelaki itu langsung menghampiri Meysha dan Kalevi. "Sya Lo gak papa? Lo tadi kemana?" tanya Yoga.

Kalevi mengisyaratkan kepada Yoga untuk tidak bertanya apapun saat ini. Yoga pun menyingkir dari hadapan Kalevi, membiarkan lelaki itu membawa gadisnya ke dalam warung Bu tuti.

"Ini diminum dulu tehnya, biar anget ke badan," ucap Bu Tuti setelah Kalevi dan Meysha telah duduk di dalam warung.

"Makasih, Bu," ucap Kalevi mewakili gadisnya.

Tatapan Bu Tuti dan Kalevi saling bertemu. Bu Tuti lalu bertanya tanpa suara. "Kunaon ini teh?" tanya wanita paruh baya berbadan subur itu tanpa suara.

Kalevi menggeleng membuat Bu Tuti memicingkan matanya. Lalu berkata tanpa suara, "Awas ya kalo sampe berani macem-macem sama Awewe! Ibu jadiin perkedel kamu!"

Setelah mengancam Kalevi, Bu Tuti kembali ke dapur untuk membuatkan mie instan pesanan anak-anak Rajawali lainnya.  Meysha masih diam. Di tubuhnya Sudah melekat sebuah jaket milik Kalevi yang bergambar burung Rajawali di bagian  belakang jaket.

"Minum tehnya, Sya," ucap Kalevi lembut sambil menyodorkan teh hangat pada Meysha.

Meysha meminum teh itu dengan dibantu oleh Kalevi, setelahnya gadis itu kembali diam dengan tatapan kosong. Kalevi menarik kedua tangan dingin Meysha dan memindahkan ke atas celana abu-abunya. Lelaki itu menggosok-gosok tangan gadisnya supaya tidak kedinginan. Membuat Meysha menatap lelaki yang kini tengah tersenyum lembut kepadanya.

"Jangan takut, kan ada gue," ucap Kalevi begitu lembut.

Tak menjawab, Meysha hanya memalingkan wajahnya. Kalevi tak tinggal diam. Lelaki berbaju SMA itu menangkup wajah gadisnya, M
mengelus rambutnya, kemudian turun ke pipi.

"Jangan diem aja, Cewek tepos. Gue takut."

Jujur, Kalevi lebih suka ketika Meysha cerewet, Meysha yang selalu bertengkar dengannya, Meysha yang selalu memarahinya. Bukan seperti ini, diam bagai mayat hidup. Kalevi tersentak ketika mendapat serangan tiba-tiba. Meysha memeluknya sangat erat. Begitu erat sampai Kalevi sulit bergerak. Gadis itu tiba-tiba menangis, membuat Kalevi khawatir bukan main.

"Kenapa cewek tepos? Lo gak diapa-apain kan?" tanya Kalevi.

Dalam pelukan Kalevi Meysha menggeleng cepat. "Gue takut," ucap Meysha.

Kalevi membalas pelukan Meysha. "Takut kenapa? Ada yang berani nyakitin Lo?" tanya Kalevi.

Lagi-lagi gadis itu hanya menggeleng, hingga Kalevi bingung harus berbuat apa.

"Gue gak mau jauh dari Lo Lev, gue sayang sama Lo, gue cinta sama Lo."

Deg

Kalevi menegang di tempatnya. Pelukannya pada Meysha sedikit mengendur. Apa yang diucapkan gadisnya barusan? Apakah Meysha sedang meracau? Meysha bangkit dari pelukan Kalevi. Menatap lelaki yang tengah mematung di tempatnya dengan wajah yang masih terkejut itu.

"Lo gak akan biarin gue menjauh kan, Lev? Lo gak akan ninggalin gue kan?" tanya Meysha dengan berlinang air mata.

Kalevi masih diam. Menatap Meysha dengan tatapan tak percaya. Apakah ini benar-benar gadisnya? Atau Meysha kerasukan hantu penunggu toilet belakang?

"Jawab Lev! Jangan diem aja! Lo gak akan biarin gue jauh dari lo kan?" tuntut Meysha.

Kalevi menatap gadisnya itu. Terlihat dari sorot matanya bahwa Meysha berkata sungguh-sungguh. Dan dengan pikiran yang belum benar-benar fokus, Kalevi mengangguk. Lelaki itu masih tak percaya jika gadisnya menyatakan cinta.

Meysha kembali memeluk Kalevi dengan erat. Begitupun dengan Kalevi yang penuh senyum bahagia. Suatu kebanggan bagi Kalevi bisa memiliki Meysha. Masih tak menyangka jika Ia bisa meruntuhkan dinding keegoisan Meysha yang dibangun dengan kokohnya.

"Lo akan dan tetap jadi milik gue, cewek tepos. Hanya milik gue, Kalevi Wirasana. Gak akan gue biarin Lo jauh dari gue," ucap Kalevi sambil mencium puncak kepala Meysha.

Sementara di luar, Yoga, Tama dan beberapa anggota lain yang tengah asik menguping serta mengintip sepasang kekasih itu. Ada yang saling berpelukan karena iri, ada juga yang hanya bisa gigit jari. Maklum, banyak jomblo. Berbeda dengan Ardan dan Reza yang berada di dalam dapur warung bersama Bu Tuti dan Bara, sedang memakan mie instan dengan nikmatnya. Sebenarnya mereka bertiga tak berniat untuk menguping. Ketiga sahabat Kalevi itu kebetulan sedang berada di dalam dapur untuk memesan mie instan ketika Kalevi dan Meysha datang.

"Ya Gusti, romantis banget ya mereka berdua teh, jadi inget jaman ibu masih muda," ucap Bu Tuti sambil meremas kain lapnya gemas.

"Rezeki anak Sholeh. Bisa nih jadiin bahan gosipan sama anak-anak," ucap Ardan sambil bertos ria dengan Reza.

Duo somplak itu sejak awal telah merekam adegan antara Meysha dan Kalevi secara diam-diam. Berbeda dengan Bara yang tengah asik menyantap mie instan kuahnya.

"Seneng banget bikin Macan ngamuk," gumam Bara di sela makannya.

&  &  &  &  &

Dengan langkah lebar Kalevi berjalan menuju ruangan Papahnya. Tanpa mengetuk pintu, Kalevi membukanya begitu saja, membuat Tuan Wirasana yang sedang berkutat dengan laptopnya terkejut bukan main. Tatapannya saling beradu dengan mata tajam milik Sang anak.

"Dimana sopan santun kamu, Tuan muda Wirasana?" tanya Wirasana.

Kalevi tak mengindahkan pertanyaan Papahnya itu. Dengan tangan yang terkepal Kalevi mendekati Wirasana. "Jangan pernah anda mengganggu Meysha lagi," ucap Kalevi to the point.

Wirasana bangkit dari kursinya berjalan mendekati putra semata wayangnya itu dan berdiri tepat di hadapan Kalevi. "Maksud kamu apa?"

Kalevi berdecih. Lelaki itu selangkah mendekati Papahnya, tatapan elang itu tak kunjung padam dari mata Kalevi. "Jangan berpura-pura tidak tahu, Tuan Wirasana. Anda yang telah meneror Meysha, Bukan? Anda menggiringnya menuju toilet belakang untuk menguncinya. Tidak hanya itu saja, anda juga mengancam dia untuk menjauhi saya!" tuduh Kalevi.

"Kamu tak bisa menuduh orang tanpa bukti, Tuan muda Wirasana. Lagipula saya terlalu sibuk untuk mengurus hal-hal tidak penting seperti itu," ucap Tuan Wirasana.

Kepalan Kalevi semakin menguat sampai kuku-kuku tangannya memutih. "Selama ini saya diam ketika anda memperlakukan saya layaknya seorang hewan peliharaan, Selama ini saya diam ketika tak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tua saya sendiri. Tetapi jika anda berani melukai gadis saya, jangan harap saya akan tinggal diam," ucap Kalevi dengan kobaran amarah terukir di matanya.

Setelah itu, Kalevi berlalu menuju kamarnya, meninggalkan Sang Papah begitu saja. Sepeninggalan Kalevi, Tuan Wirasana tersenyum. Bukan, bahkan itu tidak layak disebut senyum, melainkan seringai yang begitu menakutkan. Lelaki paruh baya itu lalu meraih ponselnya guna menelpon seseorang. Setidaknya anak buahnya itu harus diberi apresiasi atas kerja bagusnya.

"Hallo, Tuan Wirasana. Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya seseorang dari seberang sana.

"Awal yang bagus, Pak Bram. Anda memulai permainan dengan sangat menarik," ucap Wirasana dengan senyum kemenangan. "Terus lanjutkan permainan anda. Kalo perlu buat dia merasa terpojok, ketakutan, bahkan tak dapat berkutik lagi," perintah Tuan Wirasana.

Setelah mengatakan hal itu, Tuan Wirasana mengakhiri panggilan. Sementara di tempat lain, alis Pak Bram bertaut, menandakan bahwa lelaki paruh baya itu bingung dengan ucapan dari lawan bicaranya barusan.

"Permainan apa yang dimaksud Tuan Wirasana? Bahkan saya belum memulai apapun," gumam Pak Bram dengan alis menyatu.

KaleviTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang