58. Rentetan pesan ancaman

878 65 3
                                    

"Pagi Meysha."

Menghiraukan sapaan dari kedua sahabatnya, Meysha memutuskan duduk di bangkunya dengan damai. Hari ini suasana hati dan mentalnya tidak cukup baik akibat kejadian semalam. Meskipun semalam orang misterius itu tidak sempat menerobos ke dalam rumah karena kehadiran Kakaknya dengan Devan, tetapi perasaan Meysha masih tidak karuan. Takut-takut jika peneror tersebut berani membuntutinya sampai Sekolah. Salahnya juga nekat masuk Sekolah padahal Kak Amira sudah memintanya untuk libur satu hari saja.

Sisi dan Metha membalikkan badannya guna melihat Meysha yang duduk tepat di belakang mereka. Sahabat perempuannya itu malah asik melamun di pagi hari. Akhir-akhir ini banyak yang berubah dari Meysha. Sekarang Ia lebih suka melamun dan menyendiri.

"Meysha sakit ya? Kok muka Meysha pucet banget?" tanya Sisi.

"Gak papa," balas Meysha singkat.

"Kalo sakit kita anter ke UKS Sya, biar materi ujian yang dikasih Bu Jaenab nanti gue sama Sisi yang nyatet," tawar Metha.

Terlihat Meysha menghembuskan napasnya kasar. "Gue gak papa, tolong jangan ganggu gue dulu," kata Meysha.

Baik Sisi maupun Metha terdiam untuk sesaat. Namun, sedetik kemudian Metha tersenyum maklum.
"Iya Sya, kalo ada yang sakit bilang aja ya," ucapnya.

Metha mengajak Sisi yang masih termangu untuk kembali duduk menghadap ke depan seperti semula. Metha dapat melihat raut sedih Sisi karena sikap dingin Meysha barusan. Gadis seperti Sisi memang memiliki hati yang Sensitif, perubahan nada bicara saja sangat berpengaruh besar untuk perasaannya. Sisi juga sangat mudah menangis jika seseorang yang Ia sayangi tiba-tiba bersikap dingin kepadanya.

"Udah jangan sedih, mungkin Meysha butuh ruang untuk menyendiri," bisik Metha, berusaha menenangkan sahabat cengengnya.

Sisi mengangguk sambil tersenyum. Tidak ada yang tahu apa yang sudah dialami Meysha selama ini sampai membuat sikapnya berubah menjadi dingin. Gadis itu pun enggan untuk bercerita apapun kepada kedua sahabatnya. Metha berpikir mungkin dengan memberinya ruang dan waktu untuk menyendiri, lambat laun Meysha akan bercerita dengan sendirinya tanpa harus dipaksa lagi. Kapanpun itu, Metha dan Sisi sangat siap untuk mendengar keluh kesah Meysha.

Clarissa yang duduk tepat di samping Meysha melirik sinis teman sebangkunya. Benar-benar tidak tahu diri! Kedua sahabatnya sedang khawatir perihal keadaannya, tetapi Meysha malah bersikap dingin dan acuh.

"Lo lupa cara menghargai perasaan orang lain?"

Dengan malas Meysha menoleh ke samping kanan, menatap tanpa minat gadis bergaya kebarat-baratan di sampingnya. Namun, dengan cepat Ia kembali menatap lurus ke depan, Ia tak ingin menambah beban pikiran. Dan hal itu membuat Clarissa geram bukan main.

"Kasihan Metha sama Sisi, merasa khawatir sama manusia yang gak pantes buat dikasihani sama sekali," ujar Clarissa, meluapkan kekesalannya.

Meysha membisu.

Tak lama bel masuk berbunyi, menandakan pelajaran pertama di hari kamis akan segera dimulai. Seluruh murid kelas 11 IPS 1 segera berhambur ke bangkunya masing-masing ketika Bu Jaenab datang. Yoga selaku Ketua kelas segera memimpin teman-teman untuk hormat kepada wali kelasnya lalu berdoa bersama sebelum pelajaran dimulai.

"Ok anak-anak yang insyaAllah ibu cintai dan ibu banggakan-"

"Kok pake insyaAllah Bu?" potong Yoga.

Wanita yang sudah menginjak umur Empat puluh tahun tersebut membetulkan jilbabnya agar lebih mancung lagi. Kalo kata murid-murid SMA Rajawali nama model hijab Bu Jaenab adalah 'gedung pencakar langit' karena modelnya yang begitu tinggi dan lancip.

KaleviTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang