46. Kemarahan Ardan

1K 61 0
                                    

"MEYSHA!!!!!"

Pekikan yang memekakkan telinga menyambut Meysha yang baru saja melangkahkan kakinya di koridor sekolah. Beberapa murid yang tengah melintasi pun menatap horor ke arahnya dan dua sahabatnya. Tidak sampai di situ saja, Sisi dan Metha memeluk Meysha dengan erat hingga membuatnya kesulitan bernapas.

"Meysha Sisi kangen banget tau gak?!!" kata Sisi dengan suara khasnya, suara manja yang katanya mampu melelehkan hati lelaki manapun. Katanya...

"Kemaren kan kita jenguk Meysha di rumah sakit Si," Metha melepas pelukannya. Kasihan juga, Meysha kan baru saja pulang dari rumah sakit.

"Ihhh Metha! Sisi itu sahabat yang baik. Makanya Sisi selalu kangen sama kalian meskipun harus berpisah selama sedetik saja."

"Sok puitis lo!" Meysha mendorong kening Sisi dengan satu jari. Membuat poninya bergoyang kecil.

"Biasalah, Sya. Belajar dari si Ardan," cela Metha.

"Sisi anggap itu sebagai pujian ya," ucap Sisi begitu polos.

"Oh iya Sya, lo kok udah masuk sekolah aja. Emang udah sembuh?" tanya Metha.

"Udah mendingan kok."

"Meysha nama panjangnya Sisi siapa?" tanya Sisi. Loh kok?

"Sisi Jayanti, kalo belum ganti," jawab Meysha.

"Kalo Metha?"

"Metha Pramudya."

"Guru BK kita yang botak kayak tuyul namanya siapa?"

"Pak Tarno."

"Kalo guru BK yang galaknya kayak ibu tiri bawang putih siapa?"

"Bu Dona." Meskipun malas, Meysha tetap menjawab.

"Alhamdulillah." Sisi meraup kedua tangannya ke wajah.

"Lo ngapain sih, Si? Kenapa gak tanya nama-nama planet, nama malaikat, sama nabi dan Rasul sekalian." Metha ikutan geram.

"Bukan gitu Metha, Sisi cuma takut kalo Meysha kena anemia gara-gara kecelakaan waktu itu," ucap Sisi.

Anemia?

"Amnesia Sisi Jayanti! Kalo anemia itu kekurangan darah. Emang sahabatan sama lo itu kudu banyak-banyak ngelus dada," kesal Metha, pagi-pagi udah disuruh ngegas aja.

Meysha pikir masuk Sekolah hari ini adalah keputusan yang tepat untuk mengusir kebosanannya di rumah. Namun, sayang. Sekali lagi ekspektasi selalu mengkhianati realita. Memang rasa bosannya telah hilang, tetapi digantikan dengan rasa pusing di kepala akibat disuguhkan dengan perdebatan antara kedua sahabatnya.

"Ehh Sya, ada cowok lo noh," beritahu Metha ketika Meysha hanya melamun saja. Bukan melamun, lebih tepatnya tengah sibuk mencari kedamaian dalam diri.

Empat orang remaja berseragam urakan berjalan melintasi lapangan dengan tas yang mereka selempangkan di salah satu bahu mereka masing-masing, membuat kata 'badboy' yang selama ini disematkan oleh para siswa benar-benar pantas untuk mereka, dan hal itulah yang membuat mereka terlihat memesona dan menjadi pusat perhatian.

Salah satu korbannya adalah Meysha. Entah sejak kapan Ia jadi hobi mengamati wajah tampan Kalevi. Tak pernah terbesit di pikirannya bahwa Ia bisa jatuh hati kepada lelaki yang paling dihindarinya dulu, Meysha bahkan sampai lupa jika Ia memiliki kriteria cowok idaman yang baik, pintar dan setia. Masalah pintar dan baik Kalevi memang kalah jauh. Tetapi tentang kesetian, Meysha yakin 1000% jika Kalevi adalah cowok yang setia.

Meysha tersenyum ketika pandangan mereka saling bertemu. Namun, senyum itu tak bertahan lama ketika Kalevi mengalihkan pandangannya ke arah lain dan mempercepat langkahnya menuju kelas. Wajah Meysha pun berubah drastis menjadi kecewa. Ada apa dengan Kalevi?

KaleviTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang