○Part-40○

2.2K 297 64
                                    

Note: hargai karya seseorang dengan cara vote dan komen setelah selesai membaca:)

****

Jam terakhir hari senin ini bukan jam santai bagi kelas 12 yang ditempati oleh Adil dan Celsa. Guru killer yang mengajar mata pelajaran matematika itu sedang menerangkan materi dengan panjang lebar.

Rumit, mudeng, menurut Adil. Lelaki itu malah  menyenderkan kepalanya pada meja dengan buku tulis menutupi nya. Sungguh posisi yang nikmat.

"Matematika... ilmu yang menyenangkan... " Adil bersenandung di bali buku nya. Tentu saja itu terdengar oleh telinga Celsa.

Celsa menoleh, kemudian menjiwit lengan tangan Adil, membuat lelaki itu bangun. "Ada tugas halaman 110, buruan dikerjain," ujar nya.

Adil hanya mengangguk dengan wajah lesunya. Lalu membuka buku paket matematika milik nya.

"Cel, Cel," Adil menyenggol bahu Celsa. Namun gadis itu terus menulis, "gimana cara ngehitung nya ini?" Adil ngurak rambutnya,  nampak sekali lelaki itu frustasi karena tak dapat jawaban.

"Bangsat!" Tak sengaja teriakan itu keluar begitu saja dari mulut Adil. Seketika seluruh tatapan di dalam kelas itu menatap Adil.

Celsa yang merasakan dirinya juga sebagai usat perhatian menjiwit lengan Adil kembali. Lalu tersenyum paksa ke arah Bu Mimin Si Guru killer. Nampak Bu Mimin membenari kaca mata nya.

"Ada apa ini?" tanya Bu Mimin pada Adil.

Refleks Adil neguk ludah nya perlahan. Dari nada bicara Bu Mimin saja sudah bisa membuat nyali dirinya menciut seketika. Tak terbayang jika ia akan menjawab dengan jawaban gak paham. Lalu Adil menjawab cengo.

"I.. itu tadi ada cicak di atas sana mau jatuh. Jadi Adil teriak biar gak jadi jatuhnya! Ya, iya, gitu!"

Nyali Adil menciut kala ia menyelesaikan penjelasannya, tapi Bu Mimin masih menatap nya seakan membaca gerak-gerik Adil apakah omongannya benar. "Anying, kenapa mulut bunyi nya bangsat. Seharus nya Bu Mimin cantik biar dipuji," gerutunya, berharap waktu bisa diputar kembali.

"Oke. Memang tak masuk akal, tapi yasudah. Silahkan kerjakan lagi soal nya,"

Adil menghela nafas lega, akhirnya. Lelaki itu kembali nyenggol bahu Celsa.

"Cara ngehitung nya gimana, Cel? Astaghfirullah," ujar Adil berakhir nyebut karena Celsa belum saja meresponnya, "gak jawab pindah agama,"

"Cara nya sama kaya yang lo salin dari papan tulis,"

Adil garuk kepala makin runyam. "Gimana sih? Gue tau caranya kaya di buku, tapi masalah nya matematika selalu beda," ujar Adil, "di papan tulis contohnya ditambah, pas ngerjain soal malah dikurangi. Udah mah soal nya satu, beranak banyak,"

"Emang gitu," sahut Celsa menoleh, "udah kerjain aja, masalah salah atau benar nya itu urusan belakangan. Yang penting pulang. Itu kata-kata lo sendiri kan?"

"Tapi yang ini beda. Gue gak paham semua astaghfirullah. Nanti semua jawaban nya salah, gimana?"

"Yah gak gimana-gimana, jawabannya zonk," Celsa noleh sambil senyum.

"Anjing banget..." umpat Adil sambil meremas tangannya, "Matematika ilmu yang mematikan... jangan rajin belajar Matematika. Ayoooooooo bahagia, kalo rajin belajar, pasti kamu mati..."

Beberapa lama kemudian jam terakhir selesai. Bu Mimin memberi salam dan keluar kelas. Lantas membuat Adil segera menggendong tas nya dan menggapai tangan Celsa yang sedang memasukkan seluruh buku-buku nya.

Celsa berdecak kesal, lalu membuang tangan Adil. Gadis itu segera menyelerek tas nya dan berlari meninggalkan Adil sambil berteriak. "Duluan aja! Gue ke toilet bentar!"

Pacar Koplak [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang