○Perpisahan dan hubungan○

2.4K 308 83
                                    

Aku kembali, hihi.

-YANG PENGEN CERITA INI HAPPY ENDING, MANA SUARANYA?
-YANG PENGEN SAD ENDING, MANA SUARANYA?

Sabar, kalem, cerita gak bakal jalan kalo gak ada koflik. So, tetep ikutin cerita ini.
Dipart kali ini, aku sengaja gabungin perpisahan dan hubungan keterikatan supaya kalian gak pada kepo-kepo amat gimana kelanjutan babon dan kabeng, hihi.
Tenang, perjalanan baru saja dimulai.

****

"Gw tahu, kita harus siap dengan segala bentuk perpisahan. Tapi gw benar-benar yakin gak ada yang siap akan hal itu," ---- Adillah Pratama.

****

Bila mengingat masalah kemarin tentang kakak beradik itu, Celsa kembali merasakan sakit yang luar biasa. Meski dulu Adil seorang yang menyebalkan, selalu Celsa kutuk sebagai lelaki terngeselin, tapi sekarang... ah, bahkan sekarang kebalikannya. Tapi takdir tak berpihak pada kedua remaja kasmaran itu.

Jika dipikir-pikir, menurut Celsa, kemarahan Reza sebagai seorang pria yang dulu ingin gagal dalam membangun rumah tangga, tentu saja tak salah. Tapi kenapa harus terungkap di hadapan banyak orang? Kenapa harus di acara pesta itu?

Celsa memukul tembok di hadapannya begitu saja, betapa bodohnya tembok itu menabrak dirinya. Eh bentar, temboknya yang salah, atau Celsa yang terus melamun dan berakhir menabrak tembok.

"Tau gak? Lo itu nambah rasa sakitnya gw!" Celsa menggerutu sebelum dia berjalan ke halaman belakang bengkel untuk menjemur baju-bajunya.

Jongkok-an Celsa kini berdiri dengan perlahan, tangannya menggenggam kaos futsal dengan nomor punggung 22. Setetes air kini jatuh begitu saja pada kaos itu. Namun tangan Celsa segera mengelap air matanya ketika mendengar seseorang memanggilnya.

"Cel," panggilan seorang pria berhasil membuat Celsa menoleh dengan senyum palsunya.

"Kenapa, yah? Ada Adil lagi? Kalo ada bilang aja Celsa lagi sibuk," jawab Celsa spontan. Namun begitu terdengar aneh bagi Ridwan.

Mata Ridwan seperti membaca keadaan putrinya. "Gak biasanya kamu kayak gini ke Adil. Biasanya juga kayak sandal swallow, selalu berdua,"

Celsa seketika tertawa garing mendengar hal itu. Betapa manisnya sebelum kenyataan pahit terdengar. "Gak papa kok, yah. Ayah liat sendiri kan Celsa lagi sibuk? Banyak data-data klub nyanyi yang harus Celsa selesai-in." Celsa beralasan semeyakinkan mungkin.

"Iyah juga, anak ayah kan emang super duper sibuk. Ayah ke sini cuman mau bilang kalo makan siang udah ada di meja, dimakan yah. Jangan kaya semalem, ayah gak paham kamu kenapa." Ridwan menepuk bahu putrinya beberapa kali dengan senyumannya, lalu berlalu.

Celsa tersenyum rapuh menatap punggung ayahnya yang perlahan hilang dari pandangan mata. Pria yang mengurus dan selalu memberi cinta padanya ternyata tak sesuai ekspektasinya. Ternyata benar, realita tak semanis ekspektasi.

Celsa mengusap air mata yang sekali lagi berhasil  menerobos pelupuk matanya. Tak pernah terbayangkan akan berakhir seperti ini. Jika boleh meminta dari dulu, lebih baik tak lahir ke dunia. Dari pada menjalin suatu hubungan yang berakhir dengan ikatan kakak beradik.

Memang dari semalam Ridwan terus menanyakan ada apa sebenarnya pada Celsa, tapi Celsa terus beralasan tak mengucapkan sebenarnya. Dia tak mau menuturkan hal sebenarnya pada Ridwan, Celsa ingin dengar sendiri penjelasan itu dari Ridwan, bukan dirinya yang menjelaskan.

Perlahan Celsa melepas tautan bibirnya pada kaos milik Adil . "Lo yang nyuruh gw buat cuci baju ini, dan sekarang udah gw cuciin. Kurang apa gw sama lo? Kenapa gak dari awal semuanya terungkap..." Celsa menatap kaos itu dengan pandangan kosong. Nada bicaranya terdengar parau.

Pacar Koplak [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang