Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
.
Gadis berambut hitam legam itu berdiri sejenak di depan sebuah hotel, tangannya menggenggam erat sebuah paperbag kecil. Sepertinya ia hendak mengantar makan siang pada sang pacar, yang tidak lain adalah direktur utama hotel.
Setelah menghela nafas panjang ia mantap melangkah kedalam, menuju meja resepsionis terlebih dulu untuk menanyakan ruangan Mark. Karena memang ia sendiri tidak tau ini pun pertama kalinya ia melangkahkan kaki kesini semenjak menjadi pacar Mark malam reunian itu.
Si resepsionis pun tak heran jika memang tidak tau siapa Arin, dan tak salah jika melempari Arin tatapan bingung “maaf, mba ada keperluan apa ya dengan direktur?” mata si resepsionis terlihat mengeja penampilan Arin dari bawah sampai atas.
“saya mau nganterin makan siang”
“oh dari jasa pesan antar ya, tunggu sebentar—” si resepsionis melambaikan tangan pada seorang satpam memberi kode agar mendekat “biar pak Kim yang mengantar ke ruangan direktur” lanjutnya dengan nada sopan yang terdengar menyakitkan bagi Arin.
“biar saya saja. Saya bisa sendiri, lagian saya bukan dar—”
“Maaf mba tapi ini perintah asisten direktur kalau hari ini direktur tidak menerima tamu siapapun itu. Jadi silahkan berikan ke satpam saja, atau mba mau kita kasih nilai—”
“kalian kenapa sih” Arin memotong ucapan si resepsionis seperti yang dia dilakukan kepadanya tadi.
Arin edarkan pandangannya ke segala arah, berharap ada seseorang yang ia kenal, atau setidaknya membantu supaya lolos dari dua orang ini. Dan beruntung Haechan terlihat lewat, Arin berlari ke arah si pria.
“kamu” panggil Arin lupa nama Haechan, Arin hanya ingat wajahnya. Wajah pria yang malam itu pernah sok kenal dengannya.
“eh kak Arin” manager tampan itu melihat sekeliling “ngapain disini?”
“mau nganter makan siang Mark, tapi di halang mereka” ucap Arin, Haechan segera menatap si resepsionis dan si satpam jahil “bisa beritahu aku ruangan Mark ada di lantai berapa?” lanjut Arin bertanya
Haechan yang masih perang tatap dengan si resepsionis tersadar, tersenyum kikuk “tentu KAK ARIN” ia sengaja meninggi suara di ujung kalimat, agar si resepsionis lebih leluasa mendengar.
Jelas terlihat, mendengar nama yang sudah tidak asing di telinga itu sang resepsionis membulatkan mata tak percaya.
“nona Arin?oh bagus kita dalam masalah” semua orang di hotel sudah tidak asing lagi dengan nama indah itu, meski tak kenal secara langsung. Rumor yang mengatakan Arin adalah kekasih direktur utama sudah menyebar luas.
“kak Arin pergi aja nanti ada ruangan paling ujung, itu ruangan bang Mark. Maaf aku harus balik kerja”
“oh tidak apa-apa sekali lagi terimakasih” Arin melangkah menuju ruangan yang dimaksud Haechan. Saat kaki itu semakin mendekat samar-samar suara teriakan terdengar, berasal dari ruangan Mark. Arin percepat langkahnya, tidak langsung masuk ia pilih mengintip dari celah pintu yang memang tidak di tutup secara sempurna.