[[ ꧑꧕ ; Ada Rahasia di Balik Udang ]] ✅

39 15 0
                                    

15. Ada Rahasia di balik Udang.

KETIKA mendengar bahwa Aryo kembali mengalami kejadian mistis, Bapak meminta kepada Profesor Abdul agar lebih ekstra menjaga putra bungsunya, apa pun yang ingin Aryo lakukan agar dituruti saja jangan dilarang atau memarahi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

KETIKA mendengar bahwa Aryo kembali mengalami kejadian mistis, Bapak meminta kepada Profesor Abdul agar lebih ekstra menjaga putra bungsunya, apa pun yang ingin Aryo lakukan agar dituruti saja jangan dilarang atau memarahi. Bapak terkejut, tetapi memaklumi kalau peristiwa tersebut bukan sesuatu tabu dalam hidup Bapak. Sore ini Bapak sedang duduk di depan teras rumah di Kemusuk bersama Banyu.

"Kita pernah baik-baik saja ketika masih berbentuk Mataram Kuno, Kertanegara, Sriwijaya, Majapahit, Demak atau bahkan tanah perdikan tidak dikenal. Peradaban kita masih melesat bak gemintang tatkala Eropa masih percaya, bahwa mandi adalah aktivitas berbahaya, tatkala Mongolia memadamkan cahaya Baghdad, dan ketika kita memercayai para Khan kembali ke negeri asal.

Yang menjadikan semua menjadi tidak baik-baik saja adalah, ketamakan dan perebutan kekuasaan suksesi adalah hal biasa selama kedaulatan atas bumi Nusantara masih berada penuh di tangan-tangan kita para pewaris biologis khatulistiwa."

Banyu tersenyum lebar mendengar ucapan Bapak. Tidak tahu mengapa kaki kecilnya malah melangkah menuju kediaman Bapak yang letaknya tidak jauh dari warung Mbah Poniyem, padahal tujuan awal Banyu hendak membeli donat cokelat. Ketika sudah membeli donat, Bapak menimbali dari teras rumah membuat Banyu melangkah mengikuti sumber suara.

Sembari menikmati donat cokelat Bapak mendongengi sebuah cerita klasik kepada Banyu, berisi wejangan kepada bocah yang baru berusia empat tahun agar tidak melupakan tanah kelahiran, jangan sampai orang Jawa kehilangan Jawanya. Sampai pada akhirnya, Bapak menutup dongeng dengan kalimat tersebut.

"Banyu," panggil Bapak pelan sambil mengelus punggung bocah berkaus putih panjang. "Kamu akan tumbuh menjadi pemuda cerdas seperti Mas Yudis dan Mas Aryo, tetapi jangan sombong karena kesombongan bisa meluluh lantahkan sejarah. Seperti yang sudah dialami oleh para terdahulu kita. Sebagai generasi penerus bangsa Banyu harus bersikap rendah hati dan selalu mawas diri."

"Enggeh, Pakde, Banyu akan selalu mengingat wejangan Pakde."

Bapak orangnya memang otoriter dan suka memberi nasihat kepada siapa saja, tetapi bagi Banyu sikap Bapak kali ini terlampau aneh. Tidak seperti biasa Bapak memberi wejangan dengan melayangkan mimik wajah yang tampak sangat serius, biasanya Bapak akan memberi dongeng yang monoton, seperti sejarah kota Surabaya dan cerita Sultan Agung yang dikemas tidak epik sehingga terkesan membosankan. Tidak seperti cara Mas Yudis walaupun membaca cerita dari sebuah buku atau novel, tetapi pembawaannya bagus dan lugas. Banyu lebih suka didongengi oleh Mas Yudis.

"Donat cokelatnya enak, Nyu?" kata Bapak lagi karena merasa Banyu tidak tertarik dengan pembicaraan sebelumnya.

"Enak tenan. Memangnya Pakde belum pernah mencoba donat bikinan Mbah Poniyem, tho?"

"Pakde sudah tua, sudah seharusnya mengurangi makanan manis."

Banyu tergelak, menutup mulut menggunakan telapak tangan. "Umur belum ada 60 tahun sudah bilang tua. Belum bisa dikatakan tua kalau belum menimang cucu."

The Last SecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang